Kebawelan yang Menyelamatkan Nyawa
Keasyikan bercerita membuat seseorang tidak tahu dengan bahaya yang sedang terjadi.

Di awal tahun 2000-an saya masih baru menjadi wartawan foto di sebuah koran sore. Saat itu alat transportasi yang bernama Bajaj masih berseliweran di pusat kota Jakarta, bahkan hingga di kawasan Semanggi.
Siang itu saya mendapat tugas meliput bersama teman reporter yang masih baru. Kami pun berangkat bareng dari kantor naik angkutan umum.
"To, sebelum liputan kita makan dulu yuk, di daerah Benhil ada gudeg enak," ajak Ira sebelum berangkat.
"Boleh... Lu udah tau tempatnya?" Tanya saya.
"Udah... Gampang kok jalannya, emang agak masuk sih... Nanti dari seberang Atma kita naik bajaj aja," kata Ira
Kami berdua pun berangkat naik bus sampai kawasan Semanggi, tepatnya di seberang kampus Atma Jaya. Kemudian kami mencari bajaj ke lokasi tempat makan gudeg yang sepanjang perjalanan diceriakan Ira.
Ira memang termasuk perempuan yang seneng bercerita. Apa saja dia ceritakan, termasuk tempat makan gudeg Jogja yang akan kami kunjungi. Bak promosi, ia ceritakan bagaimana kenikmatan rasanya yang boleh diadu dengan gudeg yang ada di Jogja.
Singkat cerita, selesai makan kami pun berangkat liputan dengan menyetop bajaj dari depan tempat makan itu. Namun, bajaj yang lewat kebanyakan sudah terisi penumpang. Setelah lama menunggu, akhirnya kami mendapatkan bajaj kosong dan langsung menyetopnya.
"To, lu yang di dalem ya, gue pengen di pinggir, gerah...."
"OK, gak masalah," jawab saya.
Saya pun masuk ke bajaj duluan dan Ira duduk di kiri dekat pintu yang jendelanya terbuka. Seperti biasa, Ira pun mulai menyanyakan, hasil promosinya tadi ketika berangkat. Ia pun mulai membandingkan dengan sejumlah tempat makan gudeg yang ada di Jakarta. Menurutnya di Benhil itulah yang paling enak.
Selama perjalanan Ira tetap ngomong, namun suara bajaj yang bising menyamarkan suara dari omongannya Ira. Hingga akhirnya kami terjebak kemacetan ketika sudah dekat Atma Jaya. Bajaj tak bergerak sama sekali.
Sambil terdengar suara Ira yang tetap bercerita, tiba-tiba saya melihat kilatan cahaya yang terpantul di pintu bajaj dekat dengan Ira. Saya kaget, ternyata itu adalah pantulan cahaya sinar matahari di sebilah pisau yang diarahkan ke Ira.
Ternyata ada seorang pria bertampang seram dan agak dekil yang mengetuk-ngetukkan pisau di pintu bajaj dan diarahkan ke Ira. Saya pun melirik ke arah pria tersebut. Ia pun memberi kode ke saya dengan menggesekkan jari jempol dan telunjuknya berulang-ulang, tanda minta uang.
"Waduh, ditodong nih...," pikir saya.
Tak lama Ira pun melirik ke arah pisau itu, dan dia pun berkata kepada pria itu, "Nggak Bang, gak beli pisau..."
Mendengar itu, saya malah jadi bengong, karena tak menyangka apa yang diucapkan Ira.
Namun, pria itu tetap mengetuk-ngetukkan pisaunya, bahkan semakin kencang. Sepertinya pria ini tidak berani terlalu vulgar menodong orang karena tempatnya agak ramai dan terlihat di beberapa tempat ada polisi.
Melihat keadaan sekitar tersebut saya semakin tenang, karena banyak orang dan ada beberapa petugas polisi yang mengatur lalu lintas.
Tak lama terdengar suara sirene kendaraan melintas. Sepertinya ada iring-iringan pejabat negara lewat.
Pria itu pun tetap berdiri di samping pintu sambil mengetuk-ngetukkan pisaunya...
"Nggak Bang, udah saya bilang saya gak mau beli pisau," kata Ira lagi mengegaskan kepada pria itu.
Setelah berbicara begitu Ira pun melanjutkan ceritanya. Saya pun mendengarkan kali ini, sambil waspada apa yang akan dilakukan pria ini selanjutnya.
Tak lama kemudian suara sirene menghilang, jalan pun kembali lancar. Bajaj yang kami tumpangi pun melaju kembali.
Saya menengok ke belakang, terlihat pria seram dengan pisau tadi berdiri di tepi jalan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah sampai di tujuan dan turun dari bajaj, barulah saya bertanya kepada Ira, "Ra, lu tahu nggak, kalo orang tadi itu bukan nawarin pisau buat dijual?"
"Hah.... Terus dia mau ngapain?" tanya Ira sambil terkaget dengan pertanyaan saya.
"Dia itu mau nodong lu, minta duit... Cuma untung aja lu nyerocos aja, jadi gak ngeh kalo lagi ditodong."
"Serius, To?" Ira masih heran karena nggak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Ira pun terdiam lama, tapi setelah itu ia pun ngakak, tertawa terbahak-bahak.
"Gile ye... kebawelan gue bisa nyelametin nyawa.... Hahahaha...."
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.