Di Rumah Untuk Berubah

"Kita putuskan tak ada liburan ke manapun, liburan kali ini kita di rumah saja."
"Kondisi sudah tambah parah. Pengumuman dari pemerintah, PSBB akan diberlakukan lagi, jadi kita diam di rumah," ujar ayah dengan tegas.
"Lalu bagaimana acara 100 hari Ibu? Masa kita gak balik pulang? Kasian adik-adik," ucap bunda kebingungan.
"Kita lihat nanti, ya. Kan, masih 10 hari lagi," balas ayah dengan suara penuh keraguan.
Pandemi mengubah segalanya, pandemi membuat kita menjadi orang yang serba hati-hati. Tak ada gegebah dalam mengambil keputusan, bahkan setiap langkah selalu barometernya si Covid.
Termasuk kali ini, keputusan untuk membatalkan rencana liburan di rumah eyang sembari menghadiri acara 100 hari kepergian eyang.
Semua rencana menjadi gagal, sudah dipastikan kami tidak bisa pergi semua. Bahkan mengendarai travel sebagai angkutan umum pun kami takut. Kecuali menggunakan kendaraan pribadi.
Harus ada banyak pertimbangan untuk melangkah pergi keluar rumah.
Bahkan acara 100 hari eyang menjadi berubah. Tak ada undangan pengajian, tak ada kunjungan keluarga, tak ada keramaian walaupun dalam melaksanakan ibadah. Kita harus patuh peraturan pemerintah, semua demi keselamatan kita bersama. Memutus rantai penyebaran virus adalah tanggung jawab kita bersama, kali ini setiap orang adalah relawan yang berjuang untuk menyelamatkan diri sendiri dan juga orang lain di sekitarnya.
Rumit bila kita tidak mematuhi peraturan, tetapi menjadi mudah saat kita patuh pada semua aturan protokol kesehatan yang ada. Mata rantai penyebaran ada di tangan kita semua. Untuk itu mari bekerja sama berjuang melawan Covid.
Cara yang paling mudah adalah dengan di rumah saja, melakukan apapun dari rumah, mengurangi mobilitas di luar hingga kita tidak perlu menjumpai banyak orang yang sangat berisiko untuk kesehatan kita.
Hanya dengan menahan diri di rumah kamu sudah menjadi penyelamat dunia. Bahkan ini mustahil kita lakukan kemarin, tetapi Covid sudah merubah semuanya.
Bagaimana 2 tahun yang lalu, bila kita tidak keluar kita akan dikatakan kuper, norak, dan aneh. Saat ini semua terbalik. Justru bila kamu keluar akan dikatakan norak, tak tahu diri karena akan tampak bodoh bila kamu nekat keluar dan bebas melakukan kegiatan di luar tanpa peduli akan bahaya Covid-19.
Bahkan untuk kumpul keluarga pun kami tahan, tak berani mengundang orang luar ke rumah, tidak ada salaman dengan siapapun, tidak bersentuhan bahkan dengan keluarga, menjaga jarak adalah keharusan, mencuci tangan dengan air mengalir setiap kali habis memegang apapun, seolah tangan tetap harus terjaga tingkat sterilnya.
Inilah wajah dunia setelah Covid-19 menyerang. Semua menjadi manusia dengan alarm kewaspadaan yang tinggi. Dan penghargaan tertinggi didapatkan pada orang yang mau menaati protokol kesehatan yang berlaku. Kita memiliki kewajiban yang sama untuk menghambat penularan virus.
Pola hidup teratur, makan dan istirahat harus terjaga, menjadi sangat perduli dengan imunitas tubuh. Kata 'menjaga imun' sangat penting kita perhatikan karena itu adalah kunci sehat kita setiap harinya.
"Kita doakan Eyang dari rumah saja, kita tidak bisa pulang kali ini. Semoga lain kali kita bisa pulang dan berkumpul."
"Maaf, kami mendoakan Ibu dari Jogja ya, jaga kesehatan semuanya."
"Jangan lupa anak-anak dikasih vitamin."
"Ingat pakai masker ke manapun kalian pergi, bawa hand sanitizer ya."
"Kulkas dipenuhin buah ya, isolasi mandiri di rumah saja."
"Jangan ke dokter, banyakin istirahat aja, sama minum air putih hangat."
"Minum ramuan rempah buat menambah imun."
"Banyakin makan sayur dan buah."
"Pokoknya happy, harus bahagia."
Semua kalimat itu adalah pesan cinta kita sejak pandemi melanda. Tak peduli pada siapapun, pasti ada kalimat ini sebagai pengganti pelukan hangat untuk orang yang kita cintai.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.