Big Brother is Watching Us!

Big Brother is Watching Us!

 

Pada sore hari menjelang malam muncul ide untuk sebuah tulisan. Tulisannya tentang kasus pembunuhan misterius yang belum terpecahkan. Saya google tentang kasus-kasus yang ada. Hmm, menarik. Saya tanya ChatGPT … wow lebih menarik lagi! Saya perlu endapkan dulu semua informasi ini.

Waktunya bikin kopi! Sambil menggiling kopi saya berpikir terus tentang tulisan nonfiksi kreatif yang hendak saya buat. Pikiran saya agak terpecah ketika melihat hasil gilingan kopi. Makin hari makin kasar, apa karena penggiling sudah lama dan pisaunya sudah tumpul? Menunggu kopinya diseduh di dalam french press, saya teringat, ah kok belum jadi ya beli kertas filter kopi lagi agar bisa membuat kopi dengan coffee maker yang sekarang sudah menjadi pajangan saja.

Kembali ke depan laptop sambil menyereput kopi pelan-pelan. Mulai sedikit frustrasi dengan tulisan saya yang kok idenya gak berkembang. Biasa, untuk mengalihkan pikiran, saya melihat feed Google saya di ponsel. Hah! … Laman pertama menampilkan tautan-tautan tentang pembunuhan misterius, agak serem-serem lagi, kebetulan saya lagi sendiri di kamar.

 

Me at home trying to make coffee ...eh bukan, ini adegan film A Special Daylaugh (Cult Film trailers)

Yah sudah, buka Instagram sajalah. Muncul gulungan (saya baru dengar Ivan Lanin menyebut reel sebagai gulungan) tentang menggiling kopi, kemudian gulungan lainnya tentang bagaimana membuat kopi terenak dengan french press. Berselang beberapa posting teman, lalu muncul iklan kertas filter kopi, diikuti gulungan seorang perempuan yang menceritakan tentang kisah penampakan. Aah merinding juga. Tapi yang bikin lebih merinding lagi, kok sepertinya sosmed bisa membaca pikiran saya? Apa yang baru saya lakukan atau pikirkan kok muncul di feed saya??

Ah mulai sakit kepala, cari hiburan video di Youtube aja deh. Muncul video tentang bagaimana mengatasi sakit kepala secara alamiah dengan menekan bagian-bagian kepala dengan jari … loh kok? Ah sudahlah, cari film ajalah

BTW, kamu suka film-film lawas gak? Pernah nonton film lawas Nineteen Eighty-Four, sering ditulis 1984? Film yang dirilis pada tahun yang sama dengan judulnya adalah film Inggris yang merupakan adaptasi dari novel yang ditulis oleh George Orwell pada 1949, salah satu karya sastra terbaik abad ke-20.

 

Winston dan Julia dalam film 1984 (m.imdb.com)

Tokoh utama dalam film tersebut, Winston Smith (diperankan oleh John Hurt) adalah seorang pegawai di “Kementerian Kebenaran” di pemerintahan Oceania. Tugasnya adalah menulis kembali sejarah sebagaimana diperintahkan oleh partai berkuasa dan pemimpinnya, the supreme leader, yang dijuluki “Big Brother”.

Dengar lagu jadul yang terinspirasi novel 1984

Winston kemudian berpacaran dengan seorang perempuan bernama Julia (diperankan oleh Suzanna Hamilton) yang juga bekerja di kementerian tersebut. Mereka mulai bertemu secara rahasia dan bertukar “pikiran-pikiran subversif”. Mereka tidak saja bercinta, tetapi melakukan perlawanan terhadap negara melalui pikiran, sampai suatu hari, mereka digerebek aparat the Thought Police. Ternyata ada semacam kamera tersembunyi di kamar yang mereka tempati. Winston dan Julia ditangkap karena melakukan thought crime –kejahatan berpikir–dan ditahan di “Kementerian Cinta”. Kemudian keduanya direhabilitasi secara terpisah–tentunya dengan indoktrinisasi yang disertai penyiksaan fisik dan psikologis. Mengerikan! …

Lihat trailer film 1984

Film tersebut membuat saya sangat terusik. Tak heran kalau film itu melekat pada pikiran saya terus meski sudah lama sekali saya menontonnya. Ketika belum lama ini saya menonton sebuah film yang lebih lawas lagi, sebuah film klasik Itali yang dirilis pada 1977, dan meski berbeda sekali ceritanya, tetap mengingatkan saya kembali pada film 1984.

Film Itali tersebut berjudul (judul Inggrisnya saja ya, bahasa Italinya susah!) A Special Day dan dibintangi oleh bintang film Itali kondang pada zamannya, Sophia Loren (sebagai Antonietta) dan Marcello Mastroianni (sebagai Gabriele). Disutradarai oleh Ettore Scola, seperti film Eropa pada umumnya, A Special Day merupakan film dengan alur yang lamban dan sarat dialog. Kalau kamu biasa menonton film Hollywood yang beralur cepat dan dor-doran, pasti kamu ngantuk nonton film ini, apalagi kalau mesti sambil baca subtitel, pasti males.

 

Antonietta dalam film A Special Day (Kinorium.com)

Anyway, film ini berkisah tentang kehidupan seorang ibu rumah tangga bernama Antonietta dengan enam anak di Itali pada 1938. Ketika itu, Itali masih di bawah rezim fasisme yang dipimpin oleh Mussolini. Kebijakan Itali pada masa itu menempatkan perempuan sebagai mesin reproduksi untuk menghasilkan anak sebanyak-banyaknya agar meningkatkan populasi Itali dan menyediakan pasokan tentara. Namun, seperti kebanyakan perempuan pada masa kekuasaan Mussolini, Antonietta mengidolakan sang pemimpin, meski kebijakan-kebijakannya membuat perempuan menjadi mesin pencetak anak belaka untuk kepentingan negara.

Pandangan Antonietta mulai berubah ketika pada suatu hari ia kebetulan berkenalan dengan Gabriele, laki-laki lajang yang tinggal di gedung seberang dalam kompleks apartemen yang sama. Bertolak belakang dengan Antonietta, Gabriele adalah seorang liberal yang menentang fasisme. Karena sudut pandang politiknya dan orientasi seksualnya sebagai seorang gay, Gabriele diberhentikan dari pekerjaannya sebagai pembawa siaran radio dan akan diasingkan ke Sardinia.

Lihat reel tentang A Special Day di Instagram saya

Meski bertolak belakang, ada chemistry yang membuat perasaan keduanya nyambung hingga saling jatuh hati. Itulah plot film A Special Day: tentang dua insan yang direpresi oleh sebuah sistem politik dan saling menemukan walau akhirnya terpisahkan. Bagaimana sebuah sistem totalitarian dapat menembus tembok-tembok kehidupan pribadi digambarkan film ini secara halus dan simbolik. Menarik sekali.

Kedua film, 1984 dan A Special Day, memiliki kesamaan, meski yang pertama tentang masa depan dan yang terakhir tentang masa lalu. Keduanya membuka kesadaran bahwa hal serupa sedang terjadi di berbagai belahan dunia dan mewaspadai kita akan potensi kelaliman sebuah rezim dengan semacam supreme leader atau “Big Brother” yang mengawasi gerak-gerik warganya. Poster bertuliskan “Big Brother is Watching You” merupakan ikon buku dan film 1984.

 

Poster yang menjadi ikon 1984 (Pinterest)

Ternyata malam mulai hujan dan AC yang menyala membuat kamar terasa makin dingin. Secangkir kopi pun sudah habis dan perut malah terasa lapar. Aduh, seperti biasa, sudah masuk angin! Lebih baik istirahat saja. Saya matikan laptop dan ketika akan mematikan ponsel, pada feed Google saya yang masih terbuka tampak tautan sebuah artikel dengan judul Brrut Brrut, Perut Kembung? ... Loh kok??

Zaman ini rupanya “Big Brother” itu bukan lagi negara saja, tetapi juga perusahaan-perusahaan kaya yang mampu mendapatkan segala informasi tentang Anda!

Baca di blog saya, A Special Day: Love and Life under Fascism

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.