CITA-CITA SAYA JADI PETANI

"Kalo kamu cita-citanya apa, Bud?" tanya Pak Ahmad.
"Saya mau jadi petani," jawab saya dengan suara mantab.
"Hahahahahaha....!" Semua murid dalam kelas terbahak-bahak menertawakan jawaban saya termasuk Pak Ahmad.
Waktu itu saya masih SD. Setiap hari Sabtu, guru kami selalu mengakhiri mata pelajaran dengan diskusi. Biasanya dia melemparkan pertanyaan dan kalo ada jawaban yang menurut dia bagus, murid tersebut diijinkan pulang duluan.
"Masak mau jadi petani? Coba pikirin cita-cita yang lain," sahut Pak Ahmad.
Saya langsung mingkem. Dalam hati saya berpikir, mungkin Pak Ahmad kecewa karena saya tidak memilih 'guru' seperti profesinya. Dengan tangkas, saya langsung menambahkan, "Cita-cita saya ada dua, Pak."
"Oh, ya? Apa yang satu lagi?"
"Di samping jadi petani saya mau jadi guru," kata saya lagi berusaha menyenangkan hatinya.
"Hahahahaha...!" Mendengar jawaban itu kembali seluruh kelas menertawakan saya tapi kali ini ditahan-tahan, takut Pak Guru tersinggung. Sementara Pak Ahmad hanya terdiam, sepertinya dia sedang berpikir keras sebelum menjawab.
"Sebetulnya cita-cita apa pun baik. Tapi coba pikirin lagi profesi selain petani dan guru."
Sejak itu saya terus berpikir, kalo udah gede enaknya jadi apa ya? Apa jadi Gamer aja? Atau jadi Youtuber? Application Programmer? Content Creator? Gilak! Gue memang jauh lebih maju dari jamannya dan mampu memprediksi masa depan. Masalahnya gak ada satu pun yang mempercayai hal itu.
Karena nggak berhasil menemukan cita-cita yang cocok, sejak itu, tiap ditanya cita-cita, saya selalu nyautnya, "Pengen menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa." Hasilnya?
"Hahahahahahaha..." Makin diketawain, dong. Cuma saya dari dulu gak peduli sama orang lain. Biarin aja diketawain, saya bisa cuek secueknya. Masalahnya Pak Ahmad sepertinya juga gak gitu suka sama jawaban saya.
"Cita-cita itu harus spesifik. Misalnya mau berprofesi jadi dokter, pilot atau kalo perlu menjadi presiden. Terserah mau jadi apa." Pak Ahmad kembali memberi wejangan.
"Saya udah pernah jawab mau jadi petani dan Bapak gak suka. Saya juga pernah bilang mau jadi guru tapi Bapak juga gak suka."
"Bukan gak suka. Bapak seneng sekali waktu kamu bilang mau menjadi guru. Bapak cuma pengen kamu jadi orang yang hebat minimal lebih segala-galanya dari Bapak."
"Tapi buat saya Bapak orang yang hebat. Saya mau jadi kayak Bapak kalo udah gede nanti."
Pak Ahmad tersenyum bijaksana-bijaksini. Kemudian dia bertanya lagi, "Pokoknya apapun profesinya, kita harus bermanfaat bagi orang lain di sekitar kita."
"Buat saya bermanfaat itu satu hal dan profesi itu hal yang lain lagi," debat saya.
Perlu diketahui bahwa sejak kecil saya bawel banget dan berani mendebat orang tua. Banyak orang dewasa yang gak suka sama sifat saya ini. Mereka lebih menyukai anak yang patuh dengan nilai bertaburan huruf A di buku rapornya. Sementara saya? Udah bawel nilai saya paling 5, 6 dan kalo lagi beruntung bisa dapet 7.
Untungnya Pak Ahmad ini seorang tokoh anomali. Dia seneng banget kalo didebat muridnya. Makanya setiap sabtu, saya murid pertama yang selalu diberondong dengan pertanyaan supaya di kelas terjadi diskusi.
"Coba kasih penjelasan ke Bapak lebih rinci."
"Maksud saya gini, Pak. Di rumah saya dapet tugas nguras bak mandi setiap hari minggu. Saya juga harus nyapu ngepel kalo lagi gak ada pembantu. Saya juga nyuci pakean dan nyeterika sendiri. Artinya saya sudah bermanfaat bagi keluarga saya, meskipun saya belum punya profesi apa-apa."
Pak Ahmad terdiam namun matanya berbinar-binar.
"Saya bantuin kakak saya jualan koran. Upahnya saya bisa nraktir gemblong atau nasi uduk ke temen-temen saya. Artinya saya bermanfaat bagi kawan saya itu."
"Lanjutkan." Pak Ahmad menunjukkan minatnya sehingga saya makin bersemangat dikasih kesempatan melampiaskan kebawelan saya.
"Jadi untuk bermanfaat bagi orang lain tidak perlu harus berhubungan dengan profesi. Misalnya saat Bapak tua nanti dan tidak lagi berprofesi sebagai guru, Bapak bisa tetap bermanfaat bagi orang di sekitar Bapak."
"Wah, betul-betul. Argumentasi kamu Bapak terima. Jadi cita-cita kamu apa tadi? tanya Pak Ahmad.
"Saya ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa!" kata saya dengan suara heroik.
"Hahahahahaha....." Pecah lagi tawa seluruh isi kelas. Saya nggak ngerti apa yang mereka tertawakan. Buat saya nggak ada yang salah dengan cita-cita itu.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.