Ada hening di meja makan

Ada hening di meja makan

Rita masih saja asyik  menikmati makanan di hadapannya. Sepiring nasi dengan beberapa potong tempe  yang digoreng tanpa tepung berwarna keemasan,  juga semangkuk sop ayam panas masakan rumah kesukaannya. Rita mengunyah pelan suapan pertama di mulutnya  sambil menikmati rasa yang muncul dari makanan itu. Lada dan garam dengan takaran yang pas, juga aroma daun seledri yang begitu menggugah selera. Potongan ayam dan sayuran mudah dikunyah karena dimasak dengan kematangan yang cukup sehingga terasa sopan di mulut. Sementara kerupuk udang dalam toples kaca tidak disentuhnya. Sepertinya dia sedang ingin menikmati makan siangnya dalam hening.

 

Siang ini Rita menikmati makan siang seorang diri di rumah. Ya, Rita begitu senang menikmati suasana makan seorang diri,  hening dan tanpa gangguan dibandingkan harus makan bersama keluarga, apalagi keluarga besar, itu sebuah situasi yang membuatnya merasa canggung. Padahal cara Rita makan pun cukup sopan. Tidak ada yang salah dengan tata krama di meja makan hanya saja entah kenapa, dia selalu menghindar untuk menikmati makanan dalam keberasaman. Selalu ada alasan dibuat untuk menunda makan bersama dan sering memilih makan belakangan. Setiap kali ada undangan untuk makan bersama entah itu bersama teman kantor atau di rumah teman, ada saja alasan Rita untuk menolak undangan. Sandainya pun terpaksa hadir biasanya Rita makan sakadarnya menghormati nyonya rumah. 

 

Suapan  pertama baru saja ditelannya, ingatan Rita membawanya kembali ke  masa kecilnya saat acara makan bersama keluarga. Keluarga Rita adalah keluarga kecil. Dia hanya memiliki seorang kakak laki-laki bernama Seno yang setiap kali acara makan bersama selalu saja melupakan untuk mempersilakan Ayah menyendok nasi lebih dahulu sebagai tanda bahwa mereka mengharginya. Dan di saat itu Ayah sering meninggalkan meja makan dengan wajah kesal ketika melihat Seno menjadi orang pertama yang menyendok nasi dari wadah nasi. Acara makan keluarga  sering menjadi hal yang tidak mengenakkan. Ibu yang mengerti bahwa ayah jengkel dengan kejadian itu, bergegas memisahkan makanan untuk Ayah. Rita melanjutkan makan hanya bertiga bersama Ibu dan Seno. Sepeninggalan Ayah dari meja makan membuat selera makan ikut pergi dan makanan terasa sulit ditelan. Kejadian semacam ini beberapa kali terjadi dan akhirnya Ibu memutuskan selalu memisahkan makanan Ayah dan memberi kesempatan ayah makan terlebih dahulu baru mereka bertiga.

 

Masih dihadapan makanannya yang mulai dingin, Rita memaafkan situasi di meja makan bersama keluarga di masa kecilnya. Memaafkan Ayah yang menyisakan kenangan dingin di meja makan yang terbawa sampai detik ini. Memaafkan Seno, kakaknya yang tidak sabar menikmati masakan Ibu yang justru sering membuat masakan Ibu terasa hambar tiba-tiba.

 

Penghasilan Ibu memang lebih besar dari Ayah, yang sering kali membuat Ayah menjadi sensitif tentang banyak hal, walaupun sebenarnya Ibu tidak pernah mempersalahkan itu. Dulu Rita tidak pernah mengerti mengapa Ayah menjadi seorang yang begitu sensitif, sampai tiba di hari ini, ketika Rita mendapatkan dirinya yang memiliki penghasilan yang lebih baik dari suaminya.

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.