We Need To Talk !

We Need To Talk !
Photo by Alex Andrews from Pexels

"Damn, gue ga bisa begini terus. We need to talk"

Bram memerah mukanya menahan marah.

"We need to talk." katanya sambil mengepalkan tangannya.

'Kita mesti ngomong apa, apa salahku Bram ?" Tanyaku bingung.

"Bukan kamu Ran, pacarku, " kata Bram masih dengan muka merah.

"Hhhssh.." aku menghela nafas lega. Kirain Bram sedang marah padaku.

Aku pandangi wajahnya, "Kamu kenapa, berantem lagi sama pacarmu ?"

Bram tidak bergeming, matanya menatap jauh, seolah menembus jendela kedai kopi yang berwarna gelap tempat kami ngobrol saat itu.

"We need to talk La," kata Bram lirih.

 

Sudah tiga kali Bram mengucapkan kata-kata itu "We need to talk".  Memang sih, gampang ngomong kita harus bicara, jika tidak di depan orang yang bermasalah dengan kita. Bicara, jika hanya sekedar bicara tanpa beban pasti semua orang bisa. Eh, ga juga sih. Ada juga orang yang susah bicara, apalagi dengan orang yang baru pertama dikenal, atau bila berada di tengah komunitas yang baru bagi dia.

Bicara merupakan salah satu bentuk komunikasi, komunikasi secara verbal. Pernah suatu saat aku iseng mencari arti kata komunikasi melalui Google. Dari Wikipedia aku  temukan definisi dari komunikasi, yaitu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat menyampaikan dan memahami satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan.

"Hhhmm, apakah selama ini Bram dan Carla tidak berkomunikasi dengan efektif, sehingga mereka tidak memahami satu sama lain ?" pikirku.

"Bram, kalo boleh tahu, masalah kalian apa sampai kamu sebegitu marahnya?" Tanyaku padanya.

"Gila Ran, gue baru tau ternyata selama ini gue dibohongin." Timpal Bram.

Yang aku tahu, Bram dan Carla pacaran sudah cukup lama. Sejak Bram dapat promosi jadi GM di kantornya, sampai sekarang kira-kira sudah 2 tahunanlah mereka pacaran. Aku kenal Bram karena dia temen kantorku. Sementara Carla adalah Account Director dari sebuah perusahaan IT yang dipakai oleh kantor kami. 

"Lo tau kan Ran, gue pacaran ma dia udah 2 tahun, lebih bahkan." Lanjut Bram seolah bisa membaca pikiranku.

"Lo tau kan umur gue. Lo pikir deh, pacaran orang seumuran gue harusnya gimana." Kata dia berapi-api.

"Ya ga mungkin juga sih cuma chating, jalan, makan, nonton, ciuman." kataku dalam hati.

"Eh, apa aja ya yang diobrolin kalo mereka kencan ? Trus berapa kali biasanya mereka telponan dalam sehari ? Trus kata-katanya gimana ya, pake sayang-sayangan gitu ga sih ?" Tanyaku dalam hati.

Issh, kek anak kecil aja pertanyaanku ini. Tapi aku penasaran sih, karena ga semua orang bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata verbal, dengan bicara. Kayak saya ini contohnya. Paling susah kalo suruh ngomong apa yang dirasakan dalam hati, apalagi kalo sedang marah. Mendingan diem aja deh. Aku lebih gampang  menyampaikan perasaan, ide atau mengungkapkan apapun dengan tulisan. Yah, aku lebih suka berkomunikasi secara non verbal, lebih nyaman rasanya.

"Hoi Ran, bangun hooii !" teriak Bram membuyarkan lamunanku.

"Bram, lo kalo ngobrol ma Carla kek gimana sih ?" tanyaku

"Kek gimana, gimana maksudmu ? Ya ngobrol aja biasa. Hhhmm, biasanya yang kami bicarakan memang lebih banyak kerjaan sih."

"What, lo pacaran apa meeting tuh, kok yang diomongin kerjaan." kataku terheran.

"Gue sih pinginnya kami ngobrol hal lain Ran, tapi Carla selalu bisa membuat kami ngobrol tentang kerjaan, atau dunia teknologi atau apapun yang berhubungan dengan kerjaan kami. Pernah nih suatu saat pas lagi gerimis di luar, gue ma dia lagi duduk di teras balkon apartemennya. Kita lagi ngobrolin tentang produk gadget terbaru yang super canggih, yang bisa menggabungkan semua device yang ada di dalam rumah hanya dalam satu genggaman. 

Aku serius mendengarkan Bram. Bram ini orangnya pandai bercerita. Dia seorang storyteller handal, sehingga dengan gampangnya dia presentasi dan meyakinkan atasannya untuk semua proyek yang dipercayakan padanya.

"Dengan hanya mengaktifkan gadget itu kita bisa menyalakan lampu, memainkan musik, menyalakan kompor, menyalakan TV.  You name itlah, semua bisa dilakukan dengan gadget itu. Kita tinggal ngomong aja ke gadget itu. Misal kita mo nyalain musik, kita tinggl bicara aja ma gadget itu, misal namanya dolphin. Hai Dolphin, mainkan musik yang semangat dong. Nah, tu gadget bakalan jawab, OK. Lalu secara otomatis dia akan memainkan satu musik yang semangat. "

Aku membayangkan sebuah ruangan yang tiba-tiba memperdengarkan lagu-lagunya The Police yang menghentak.

"Nah, obrolan kami tentang smart gadget itu terus mengalir, sampai kemudian aku bilang ke dia, La, gadget itu mungkin pandai sekali, tapi dia ga bisa tahu perasaanku padamu saat ini seperti apa. Gadget itu ga bisa kamu suruh baca pikiranku saat ini pingin apa.Carla melihatku, sambil tersenyum. Oh my God itu senyum yang paling manis yang pernah aku lihat darinya. Aku pikir itu karena efek suasana yang mendukung saja, jadi Carla terlihat semakin manis saat itu. Aku melihat bibirnya yang merah merekah. Ah aku sudah ga tahan, aku dekatkan wajahku ke wajahnya. Dia memejamkan matanya. 

Aku rasakan jantungku berdetak lebih cepat mendengar ceritanya. Aku sedikit menahan nafas mendengar cerita Bram. Tergambar dengan jelas di depan mataku Bram dan Carla yang sedang duduk bersebelahan dan saling mendekatkan wajahnya.

"Duaaarrr..!!! tiba-tiba suara geledek menggelegar. aku terkejut sampai hampir terlempar dari tempat dudukku. Carla juga sama. Bangke tu petir pikirku saat itu. Lo tau ga Ran, itu gue udah pacaran hampir setahun waktu kejadian itu, dan baru mau nyium dia buat pertama kali. "

"Hah, masa sih Bram, " kataku ga percaya.

"Makanyaaa, gila kan," kata Bram dengan nada tinggi.

"Ga tahu kenapa setiap kali aku mo nyium dia, selalu saja dia bisa mengalihkannya dengan semua cerita dan senyumannya. Dia itu kalau sudah bicara tentang dunia yang dia suka selalu menarik untuk didengarkan, sampai ga berasa berjam-jam sudah dia bicara. Dan parahnya gue selalu ga bisa memotong bicaranya kalo sudah bercerita. Endingnya dia pasti akan bilang 

"Udah malem Bram, besok mesti harus masuk pagi, review kerjaan anak-anak yang mo pitching". 

Dan dia akan bilang "Bye" sambil mencium pipi saya. Pipiii Ran, pipiii, bukan bibir." kata Bram dengan suara bergetar menahan emosi.

"Belakangan baru gue tahu Ran, dia memanfaatkan kepandaiannya berkomunikasi untuk  menyembunyikan fakta yang harusnya aku sadari dari awal," lanjutnya.

"Nih ya Ran gue kasih tahu, dia itu ga cuma pandai bicara, pandai bercerita. Tapi dia bisa membungkus cerita dia dengan semua body language dia. Kalo bahasa kerennya dia bisa memanfaatkan semua channel dalam dirinya untuk berkomunikasi dengan baik. Dia memanfaatkan semua media yang ada dalam dirinya dengan baik sekali, sampai aku bisa dia bohongi sekian lama."

Aku terdiam mencoba mencerna cerita dan kata-kata Bram. Iya sih, dari yang aku pelajari, komponen komunikasi yang baik itu salah satunya adalah channel atau media yang dipakai. Bram sepertinya mencoba menganalogikan semua anggota tubuh Carla sebagai media komunikasinya.

"Dan sudah 6 bulan ini komunikasi kami hanya via telpon dan chating atau video call." sambungnya lagi.

Well, channel komunikasi memang terus berkembang. Dulu surat sebagai jembatan komunikasi buat yang berjauhan. Dengan surat orang bisa bertukar kabar dan bertukar cerita, sehingga komunikasi tetap berjalan walaupun berjauhan. Saat ini tekhnologi berkembang pesat, sehingga memudahkan komunikasi. Terpisah sejauh apapun komunikasi dapat terus berjalan tanpa harus menuggu lama seperti menunggu balasan surat. Perbedaan waktu dapat diatasi dengan kemajuan tekhnologi komunikasi.

Kebayang ga sih kalo Indonesia ga punya Telkom, ga punya Telkomsel dan sejenisnya seperti saat ini. Lo kangen berat ma orang yang lo sayang nun jauh di sana, lo pingin ngobrol, lo pingin lihat wajahnya, tapi apa daya. Lo hanya bisa nunggu dan akhirnya hanya bertemu dengan tulisan tangannya saja. 

Atau lo pingin bilang putus sama pacar lo yang nun jauh di sana. Kalo ga ada Telkom, Telkomsel dan sejenisnya, lo mesti tebak tebak buah manggis apa dia mau diputus atau malah sudah punya pacar duluan bhahahaha.

"Dan beberapa hari yang lalu gue dapat chat dari dia isinya bikin gue bingung campur marah. Dia bilang sebenernya dia sayang gue, tapi ga bisa lanjutin hubungan ke pernilkahan seperti yang gue minta. Dia bilang sebenernya dia beda sama wanita-wanita umumnya, itu yang bikin dia ga bisa nikah ma gue."

"Lo udah coba telpon dia atau ngajak dia bicara Bram ?" tanyaku

"Gue udah berkali-kali telpon tapi selalu didivert ke voicemail. Gue chat ga di bales." 

"Bram, menurut aku sih memang lo mesti ketemu dan bicara ma Carla biar semuanya jelas. Komunikasi itu penting Bram. Kalopun pada akhirnya hasil dari komunikasi itu lo jadi sakit hati, at least lo sudah tahu akar masalahnya kenapa Carla selalu menghindar dan ga mo serius ma elo. Lo datengin aja ke apartemennya." kataku sambil mengaduk-aduk capuccino yang tinggal 1/4 dalam gelasku.

"Gue udah ketemu Carla," kata Bram sambil mengaduk es teh yang dicapur dengan lemon, itu minuman dia yang kedua.

"Syukurlah, beres dong masalahmu sekarang," kataku ringan. Sebenernya aku ga terlalu tertarik untuk tahu lebih jauh apa yang jadi penyebab Carla menjauh dan menolak Bram. Tapi perasaanku sebagai sesama perempuan penasaran juga, kenapa ada seorang wanita menolak laki-laki yang sudah mapan, kaya, ganteng pula. Kan mereka berdua juga seiman, seharusnya ga ada lagi yang perlu dirisaukan.

"Gue selama ini dibutakan oleh kepandaiannya berbicara. Tapi gue masih ga yakin dengan fakta yang gue temuin. Gue masih harus bicara ma Carla. Gue ga mo tersiksa dengan rasa penasaran gue," kata Bram sambil melihat gadgetnya.

"Carla mo jadi biarawati katanya Ran. Itu yang dia bilang pada waktu kita ketemuan dua hari yang lalu. Tapi yang bikin gue marah, semalam ada yang forward video ke gue Ran. Nih, coba lo liat sendiri." katanya sambil menyodorkan gadgetnya.

Aku terpana melihat video yang ditunjukkan oleh Bram. Mulutku ternganga, nafasku tertahan. Video itu menunjukkan gambar dua orang wanita yang sedang berciuman mesra, french kiss. Dan salah satu dari wanita itu adalah Carla.

"That's why we need to talk Ran. Gue mesti bicara ma Carla. Gue mesti dapat penjelasan dari dia.Gue ga mau hanya menerka-nerka saja. Siapa tau itu hanya settingan belaka."

Aku sepakat dengan Bram dalam hal ini. Semakin cepat mereka berkomunikasi, berbicara dengan terbuka, maka akan semakin cepat selesai dan tidak terjadi salah sangka. Dan menurutku, Carla juga sebaiknya harus tahu kalau Bram mendapatkan rekaman video itu dari orang yang tidak dia kenal. Siapa tahu orang itu rival Carla atau kompetitor yang sengaja ingin menjatuhkannya dengan merekayasa video asusila.

Betapa pentingnya sebuah komunikasi. Dari hanya hubungan dua orang bisa jadi melebar apabila tidak ada komunikasi yang baik. Sejenak pikiranku melayang membayangkan bangsa ini. Bisa jadi hiruk pikuk bangsa ini terjadi karena tidak adanya komunikasi yang baik. Hanya berasumsi tanpa mau mencari isi berita sesungguhnya. Bisa jadi karena salah forward video seperti kasus Bram, orang akan saling benci tanpa mau klarifikasi. Awalnya hanya sekedar forward berita, ternyata jadi petaka. Apalagi di zaman serba digital seperti sekarang ini, harus benar-benar hati-hati dalam berkomunikasi dalam segala media yang dipakai. Istilah saring dulu sebelum sharing itu tepat sekali. Coba untuk menyaring dulu semua informasi yang masuk ke kita sebelum dishare ke orang lain. Apakah bermanfaat, apakah dari sumber yang terpercaya, apakah penting dan perlu untuk disebarkan, pertanyaan-pertanyaan itulah sebagai penyaring setiap informasi yang kita dapatkan sebelum kita menyebarkan ke orang lain.

"Yes Bram, you guys need to talk, sooner the better, " kataku dengan tegas.

"Udah jam 1 nih, yuk balik kantor, " lanjutku sambil melihat jam tangan yang melilit di pergelangan tanganku. 

Kami pun beranjak menuju kasir untuk membayar makanan dan minuman tadi. 

 

------NW------

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.