Komunikasi; upaya membangun kesadaran

Komunikasi dan ruang sadar

Komunikasi; upaya membangun kesadaran
Ilustrasi: Pixabay.com

​​​​​​

Setiap manusia pasti memiliki masalah masing-masing dalam hidupnya. Kata sebagian orang, "selagi masih hidup tidak mungkin santai-santai saja tanpa selagimasalah". Terkadang santaipun jadi masalah di satu sisi. Dalam hal ini masalah berarti shokteraphy yang memacu manusia untuk berkambang. 

Masalah itu muncul dalam segala ruang. Baik dalam ruang perekonomian, sosial budaya, individu, pun kelompok. Walaupun demikian, pada dasarnya, setiap manusia memiliki potensi untuk melahirkan pun meredam masalahnya.

Mengapa demikian? Di samping manusia memiliki potensi melahirkan masalah baru, manusia juga memiliki potensi untuk melahirkan solusi atas masalahnya tersebut. Hal ini diperkuat dengan adanya ayat yang mengatakan bahwa setiap manusia diciptakan dengan potensi dan keunggulan yang berbeda-beda. (Qs. Attin: 4)

Hal ini dipengaruhi oleh ragam hal; pengetahuan, pengalaman, kedalaman spiritual, dlsb. Tumpuan atas ragam solusi itu ada pada keterbukaan atau legowo. Hal ini didasari oleh urun rembug, atau komunikasi. 

Baik komunikasi dengan kelompok sosial, maupun  dengan diri sendiri, adalah bagian dari upaya untuk menggali solusi. Komunikasi ini tentu ragam bentuknya. Salah satu ujar-ujaran lama mengatakan musyawarah untuk mufakat. 

Tentu anda sesekali pernah mendengar istilah "seje déso mowo coro", artinya lain desa lain cara komunikasinya. Lain pula cara rembugnya. Hal ini tentu berkaitan dengan ragam budaya yang jamak di Nusantara ini. Dari cara komunikasi pernikahan, jual beli sampai komunikasi agama. 

Artinya komunikasi menjadi sebuah jalan untuk melahirkan ragam kemaslahatan. Di samping manusia sebagai makhluk sosial, ia juga sebagai ruang pangrasa, olah rasa, olah krasa.

Dalam hal ini, manusia tidak hanya manembah kepada Tuhan semata, melainkan kepada pancaran-pancaranNya yang ada di alam semesta. Sehingga wajar jika ada pertalian antara manusia dan Tuhan, manusia dengan manusia (ruang sosial), manusia dengan alam. 

Sehingga perluasan makna komunikasi sendiri adalah sebuah keniscayaan. Komunikasi tidak hanya dimaknai seperti yang dikatakan Ruben (1998:16) sebagai "process through which individual in relationships, groups organizations, societies respons." Bukan hanya sebagai proses penyampaian semata, melainkan proses membangun, proses mengenali -- memahami, dlsb. 

Keluasan makna komunikasi dalam melahirkan solusi atas sebuah masalah menjadi upaya untuk menghadirkan kesadaran dan keterbukaan satu sama kainnya. Jika dalam tradisi jawa dikatakan "petenging damar rupèke paningal, padanging damar wonohing kalegan." Artinya redupnya lampu (pengetahuan) maka menjadi sebab rabunnya penglihatan (kesadaran), sedangkan terangnya lampu menjadi sebab luasnya pandangan (kesadaran akal budi). 

Maka wajar, ketika setiap masalah yang dialami, baik individu maupun komunitas masyarakat luas perlu adanya komunikasi yang menjembatani sebuah kesadaran dan kepekaan. Seperti halnya kondisi hari ini, covid 19 yang belum menemui titik terang. Sehingga berdampak kepada ragam aspek yang ada di dunia, khususnya di Indonesia. Hal ini perlu adanya urun rembug dari semua pihak, agar menemui terangnya damar dalam menghadapi problem yang terjadi yaitu covid-19. 

Setiap rumah pasti memiliki pintu dan jendela. Pun setiap masalah pasti memiliki cara kerja solusinya sendiri. Sehingga kesadaran yang perlu dibangun adalah komunikasi diri sendiri (evaluasi diri) dan komunikasi sosial. Tentu membangun kesadaran perlu ditunjang oleh pengalaman dan ilmu pengetahuan yang mendalam. Karena komunikasi adalah sebuah kesadaran prinsipil yang muncul dari dalam diri.

Sehingga setiap masalah perlu adanya "mulati" atau evaluasi diri, sehingga menggiring kesadaran yang berupa komunikasi. Dari sana, kita dapat melihat seberapa luas makna komunikasi itu sendiri.[]

 

 

 

​​​

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.