Layanan Pesan Antar Makanan Daring, Pengemudi: Hanya Kebagian Wanginya Saja

Globalisasi hari-hari ini semakin pesat dan merajai hampir ke segala sendi kehidupan. Kemudahan yang ditawarkan oleh kencangnya arus pembaruan, pada beberapa situasi, justru menyulitkan manusia untuk merasakan apa yang sekitarnya rasakan. Manusia semakin dekat dengan kebutuhannya, namun juga semakin jauh dari manusia lainnya. Begitulah, teknologi dan segala hal tentangnya.

Layanan Pesan Antar Makanan Daring, Pengemudi: Hanya Kebagian Wanginya Saja

Kemudahan dalam aktivitas sehari-hari tentu menjadi idaman banyak orang. Bergesernya budaya, perbedaan kesibukan orang-orang dulu dengan orang-orang sekarang, serta jaman yang semakin maju membuat waktu 24 jam sehari terasa kurang. Dan seperti biasa, di negara berkembang ini apa saja yang bisa menjadi uang pasti dibisniskan.

 

Memanfaatkan "kemalasan" dan "ketidak sempatan" generasi-generasi sekarang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, orang-orang kreatif mencoba menyediakan apa yang masyarakat luas butuhkan.

 

Kita semua tahu, dua raja industri ride hailing sekaligus pioner angkutan berbasis aplikasi online atau daring di Indonesia yakni Gojek dan Grab hari-hari ini menjadi primadona bagi hampir seluruh masyarakat kalangan usia remaja hingga dewasa pengguna telepon pintar yang sehari-harinya memiliki mobilitas tinggi. 

 

Bagaimana tidak, dua perusahaan ini sangat cerdik membaca skema dan kebutuhan pasar. Alih-alih menginvestasikan uang dalam bentuk kendaraan sejenis taksi, para pemikir di perusahaan Gojek dan Grab memilih untuk menginvestasikan dananya ke dalam bentuk aplikasi berprogram. Karakteristik orang Indonesia yang menyukai diskon dan harga miring pun tak luput dari pertimbangan mereka.

 

Hasilnya adalah yang kita lihat sekarang. Jaket dan helm hijau sebagai warna khas dari dua perusahaan besar ini wara-wiri mendominasi dan mudah kita temui di hampir seluruh jalanan yang bisa dilalui kendaraan umum.

 

Jangan kira bahwa hanya dua perusahaan ini yang mencetuskan keberadaan transportasi daring. Pada awal melejitnya, tidak sedikit pemain yang turut serta  melemparkan uangnya ke atas papan persaingan transportasi daring. Namun kemudian satu per satu para pemain ini semakin hilang bahkan tidak lagi terdengar namanya. Nama Call Jack, TopJek, OjekArgo, Taxi Motor, Ladyjek, Blujek dan Smartjek hilang ditelan bumi.

 

Para penantang Grab dan Gojek ini gulung tikar dan kalah bersaing karena tidak memahami sistem monopoli pasar. Kita tidak tahu, bahwa dibalik rukunnya Grab dan Gojek yang kita lihat sekarang ini, bisa jadi ada kegiatan monopoli yang sedang diupayakan masing-masing pihak.

 

Saya pribadi sebagai pengguna sangat terbantu dengan keberadaan dua aplikasi layanan online ini. Apalagi isinya bukan hanya antar mengantar penumpang dari satu tempat ke tempat lain, lebih dari itu sekarang Gojek dan Grab sudah memfasilitasi kebutuhan sehari-hari lainnya seperti yang sering saya gunakan yaitu pesan antar makanan secara online. 

 

Kemudahan yang ditawarkan dari pesan makanan secara online ini tentu sangat menggiurkan bagi pengguna seperti saya, yang sehari-harinya disibukkan oleh banyak kegiatan kuliah sambil bekerja. Yang saya inginkan ya tentu segala yang instan. Hanya dengan duduk-duduk saja, makanan saya diantar sampai ke depan pintu kamar indekos tanpa perlu capek-capek melakukan persiapan ini itu untuk beli makanan ke luar. 

 

Siapa yang tidak senang dimanjakan begini? Belum lagi promo yang amat sangat berani digelontorkan oleh perusahaan Grab dan Gojek kepada setiap pengguna aplikasinya, semakin menambah semangat saya untuk "terus bermalas-malasan" tapi tetap bisa makan enak.

 

Hal ini terus berlanjut sampai suatu ketika telepon genggam saya kehabisan kuota internet yang mengakibatkan saya tidak bisa mengakses layanan Grab maupun Gojek. 

Saya memutuskan untuk pergi ke gerai makanan cepat saji di mana saya biasa pesan menunya melalui aplikasi Gojek (Go-Food) dan Grab (GrabFood). Saya sering pesan makanan di sore hari pada jam-jam sibuk orang pulang kerja. Dan sudah biasa bagi saya ketika harus menunggu satu jam bahkan lebih untuk driver yang membawa pesanan saya tiba ke depan pintu kamar.

 

Sore itu ketika saya tiba di gerai makanan cepat saji favorit saya, sungguh terkesimanya saya melihat pintu masuk penuh sesak oleh mayoritas bapak-bapak pengemudi atau driver berjaket hijau hitam, dan beberapa diantaranya ibu-ibu berjaket hijau hitam juga. Saya berjalan pelan sambil otak saya berpikir kencang; bapak-bapak ini setiap kali sampai ke kasir, mereka menunjukkan telepon genggamnya. Tebakan saya, driver-driver ini menunjukkan pesanan dari customernya.

 

Saya belum masuk ke dalam antrean yang mengular itu. Sangat panjang dan penuh sesak. Sampai ada 5 antrian tambahan dibuka pada sore itu. Dan di barisan tempat saya berdiri di luar gerai---karena antreannya sampai ke luar pintu gerai makanan itu---ada 19 antrian orang seluruhnya berjaket hijau hitam khas perusahaan Gojek dan Grab. Iya. Mereka antre sepanjang itu untuk memesankan makanan dan membawakan makanan kepada customernya.

 

Satu persatu pesanan selesai, ada yang antre panjang lalu ketika keluar membawa tentengan besar berisi kotak-kotak makanan yang tampaknya masih hangat karena asap mengepul dari lubang pegangan plastiknya. 

 

Ada juga yang antrenya sama-sama panjang dan lama, ketika keluar hanya membawa segelas es krim atau agar-agar. Namun baik yang tentengannya banyak atau sedikit, mereka semua sama. Sama-sama membawakan makanan itu untuk customernya yang sudah menunggu di tempat masing-masing sambil (bisa jadi) sesekali menggerutu karena lamanya para driver ini mengantarkan makanan mereka.

 

Yang saya salut dari para driver ini adalah, tiap kali selesai memesan dan hendak membawa tentangannya ke luar gerai makanan, mereka selalu tersenyum pada rekan-rekannya yang masih mengantre. Bukan senyum sinis, bukan. Lebih kepada, saya duluan ya mas/pak/bu. Dan itu dilakukan oleh setiap mereka yang sore itu mengantri jauh di depan saya. Seolah mereka mudah sekali melupakan lelahnya mengantre selama memesankan makanan tadi.

 

Ada kejadian yang menohok ketika salah satu driver telah selesai memesan makanan dan hendak kembali ke motornya, ia ditegur ramah oleh driver yang lain.

 

"Banyak ya yang dipesan?"

 

"Iya alhamdulillah, pak. Empat box masih hangat-hangat. Saya mah kebagian wanginya aja."

 

Saya yang saat itu sudah gondok menunggu antrean yang nampak tidak ada pergerakan, seketika seperti ditampar oleh tangan sendiri. Bapak-bapak driver ini, antre sepanjang itu selama lebih dari 1 jam, menunggu untuk pesanannya disiapkan, lalu mengantar kepada customernya, dengan senang hati tetap tersenyum, bersyukur dan berkata "Alhamdulillah" meskipun hanya kebagian "wanginya saja".

 

Poinnya di sini adalah, ia mengantre selama itu untuk orang lain. Belum tentu kemarin atau besoknya bapak driver ini pernah atau akan mencicipi makanan yang pernah ia pesan. Begitu juga driver-driver yang lain. Mengantre sepanjang itu hanya untuk segelas eskrim, entah berapa lama waktu mereka yang telah terbuang.

 

Prioritas mereka hanya satu: Makanan ini harus sampai kepada customer dalam keadaan masih layak dikonsumsi agar driver mendapat bintang lima. Bintang lima sendiri adalah salah satu bentuk penilaian tingkat kepuasan dari customer kepada driver. Setelahnya, ada juga opsi tips bagi para customer yang berniat memberikan bayaran lebih untuk para driver.

 

Saya belajar banyak dari driver-driver yang berpapasan dengan saya di antrean depan pintu masuk ini. Dua di antaranya adalah perihal setia dan tekun. Bisa saja para driver tadi membatalkan pesanan lalu memilih ambil order yang lain yang jauh lebih cepat, tanpa perlu mengantre untuk memenuhi pesanan customernya. 

 

Tapi, para driver ini sadar tidak sadar sudah betul-betul memahami dan menjalankan yang namanya etos kerja. Dan etos kerja inilah yang kadangkala sulit untuk kita temukan pada pegawai-pegawai reguler di kantoran dan sejenisnya yang sudah memiliki sistem gaji tetap bulanan atau mingguan.

 

Mestinya, realitas fenomena ini juga dilihat oleh para petinggi perusahaan Gojek maupun Grab selaku mitra dari driver-driver yang saya temui itu. Mengantre satu jam lebih, bukanlah hal yang mudah. Elok kiranya apabila perusahaan yang bersangkutan menyediakan insentif atau bonus yang lebih banyak dari ketetapan yang sudah ada bagi para driver yang menjalankan order makanan. 

 

Memang, order makanan memiliki value atau nilai lebih dari sisi poin bagi performa driver di aplikasinya. Tapi, kita juga sama-sama tahu bahwa antre tidak antre, tetap ada waktu mereka yang terpakai untuk memesan dan menunggu makanan bagi orang lain yang merupakan customer dari dua perusahaan ini.

 

Selain insentif, juga ada baiknya ketika selesai memesan dan siap mengantarkan order makanan ini, pihak perusahaan menyediakan satu pembaruan program aplikasi di mana para driver bisa mengantar makanan sekaligus mengantar penumpang yang searah dengan alamat customer pemesan makanan. 

 

Agaknya, penumpang pun tidak akan keberatan apabila dikonfirmasi sebelumnya. Lumayan kan, driver bisa mendapatkan dua kali pemasukan dalam sekali antar. Hitung-hitung membayar lelahnya mereka dalam memesankan makanan bagi customer yang sudah menunggu.

 

Begitulah. Sore hari saya di gerai makanan cepat saji tadi, berbeda dari biasanya. Sarat pelajaran yang saya dapat hari itu. Saya "dididik" oleh para driver ojek daring di sana. Namun sebaik-baiknya pelajaran, adalah yang juga dibagikan kepada orang lain. Harap-harap sih, usul saya tadi didengar oleh petinggi perusahaan yang bersangkutan, agar kisah sore hari saya di gerai makanan cepat saji itu tidak berlalu begitu saja menjadi lembaran cerita semata.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.