Ashes to Ashes, Dust to Dust

Catatan Seorang Ecofreak #3

Ashes to Ashes, Dust to Dust
Kompos sudah jadi (foto: rase)

Bukan. Ini bukan mo ngomongin orang mati. Ini mo ngomongin kompos.

Pernah lihat kompos yang sudah matang alias sudah jadi? Bentuknya, ya, seperti tanah.

Iya, kompos itu adalah hasil penguraian bahan organik.

Bahan organik? Apaan itu?

Bahan organik itu bahan alami, yang berasal dari makhluk hidup. Jadi si bahan organik ini bakalan terurai dan kembali ke alam. Kebalikannya adalah bahan anorganik, yang berasal bukan dari makhluk hidup. Misalnya plastik, karet, besi, dll. Bahan jenis ini sulit terurai di dalam tanah, bahkan plastik jenis tertentu bisa ratusan tahun baru hancur di dalam tanah.

National Geographic menulis bahwa pembuatan dan pemakaian kompos pertama adalah di Zaman Batu, sekitar12.000 tahun lalu, di Skotlandia. Kompos awalnya sebuah metode yang diterapkan ketika manusia bercocok tanam.

Kompos berasal dari dunia pertanian, dengan tujuan memupuk tanah supaya subur sehingga panen lebih baik. Tentu selain untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan, kompos kemudian juga diterapkan dalam hortikultura.

Perkembangan selanjutnya kompos bahkan menjadi kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, terutama bagi yang peduli dan cinta bumi. Mereka ingin mengolah sampah organik agar bisa segera kembali ke tanah. Bukan menuh-menuhin tempat pembuangan akhir (TPA).

Sebenarnya, membuat kompos itu mudah. Selain bahan berupa bahan organik, yang perlu diingat adalah komposisi bahan tersebut. Untuk proses penguraian lebih efisien, pastikan perbandingan antara bahan coklat dan bahan hijaunya pas.
Bahan coklat dan hijau? Apalagi itu?

Bahan coklat adalah bahan organik yang banyak karbon. Contohnya adalah serutan kayu, ranting, dll. Bahan hijau mengandung nitrogen. Contohnya sisa potongan sayur dari dapur.

Perbandingan ideal sebenarnya 30 bahan coklat dengan 1 bahan hijau. Itu idealnya. Sepertinya bakalan nangis jika ikut resep ideal ini, ya? Apalagi di rumah biasanya lebih banyak punya bahan hijau dari kegiatan di dapur. Pada prakteknya, silakan coba 3-4 bagian bahan coklat berbanding 1 bagian bahan hijau. Kalo repot ato males ngukurnya, pakai ilmu kira-kira saja. Tumpukan bahan kompos dijaga supaya tidak terlalu basah atau terlalu kering.

Yang penting berikutnya adalah menjaga kelembaban tumpukan bahan kompos. Jangan terlalu panas, terlalu dingin, terlalu basah atau terlalu kering. Bayangkan saja, kita ni lagi nyediain perumahan ato tempat tinggal yang nyaman bagi para makhluk pengurai. Makhluk pengurai?

 

Makhluk pengurai (decomposter) itu makanannya emang makhluk yang sudah mati. Yang paling terkenal adalah cacing tanah. Selain cacing tanah, ada jamur, bakteri, beberapa jenis serangga dan jenis siput. Mereka ini klien kita untuk kita sediakan pangan dan papan (sandangnya ga usah), agar kompos yang kita bikin sukses. Tentu mereka ogah kebanjiran, kekeringan, kedinginan, atau kepanasan. Bahkan mereka bisa mati karenanya, dan kompos kita mangkrak.

Pada prinsipnya, itu saja sih dasar ilmiahnya bikin kompos. Pegang dulu prinsipnya, ntar prakteknya menyesuaikan dengan kondisi kita.

Trus, kok ada banyak banget cara bikin kompos? Ada yang pake takakura, ada yang pake EM4, ada yang pake ember komposter dengan kran, ada juga pake kantong terpal, ada yang bikin lubang di tanah, atau kotak kayu. Mana yang harus dipilih?

Itu tergantung kitanya. Bebas!

Keranjang takakura itu cantik, rapi, sepertinya cocok diletakkan di dapur? Eits, tunggu dulu! Buat yang nyampahnya banyak macam si Ecofreak, ternyata keranjang mungil ini terlalu mungil. Kecepatan sampah mengurai ternyata kalah cepat dengan tumpukan sampah yang baru. Mungkin seharusnya ada beberapa kotak takakura, ya? Hahaha

Untuk mempercepat proses, ada yang menambahkan EM4. Ini adalah merek effective microorganisme, harus beli. Sebenarnya bisa bikin sendiri, istilahnya MOL (mikro organisme lokal). Prinsipnya dengan melakukan fermentasi buah dengan bakteri tertentu. Paling gampang, tambahkan tanah subur atau hasil kompos sebelumnya pada tumpukan bahan kompos.

Saya bikin kompos, kok ada cairan coklat gelap meleleh-meleleh yang yuck?!

Itu namanya air lindi. Kalo di TPA, air lindinya bisa jadi berbahaya dan toksik, karena di TPA sampahnya nyampur. Kalo di kompos yang kita mo bikin, air lindinya ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Makanya ember komposter dipasangin kran supaya air ini bisa dikeluarkan. Di keranjang takakura selalu ada semacam bantal (berisi sekam) yang diletakkan di dasar keranjang supaya air ini ga meleleh keluar. Kalo perbandingan C:N nya pas (karbon berbanding nitrogen, inget tadi soal bahan coklat dan hijau), ga akan ada produksi air lindi.

"Pak, rahasia bikin komposnya gimana, sih?" Suatu ketika Ecofreak melihat tetangganya membuat kompos hanya dengan menumpuk dedaunan di lubang tanah. Tidak ada atap pelindung. Kebayang, kan, kalo kehujanan ato kepanasan?

"Kalo kering saya siram air, kalo basah saya tambah dedaunan," jawabnya santai sambil membalik tumpukan komposnya dengan garpu taman.

Wah wah, enak juga, ya? Terlihat mudah dan tidak ribet. Tapi halaman rumahnya cukup luas. Jadi dia punya area yang longgar.

Trus, kalo si Ecofreak bikin komposnya gimana?

Hhhmmm .... Itu proses yang sangat panjaaaang. Pernah pakai takakura, ternyata terlalu mungil. Pernah niru prinsip takakura pakai krat plastik dilapis karung pinggirnya. Tapi waktu itu diletakkan di samping rumah dan ketempyasan (kena air hujan). Maka melelehlah dia dan Ecofreak malas ngaduk, jadilah dia lembek bertahun-tahun ga jadi. Hahahaha. Malu-maluin deh pokoknya.

Sekarang, pakai dua bag besar untuk gantian bikin kompos. Serta beberapa karung bekas untuk ngomposin dedaunan dari sampah kebun. Lumayan nyaman sementara ini, meskipun tetep panennya tidak secepat yang seharusnya bisa. Hehe.

Nah, gimana dengan Anda? Bikin komposnya gimana? Tulis juga dong pengalamannya.
---
Catatan: si Ecofreak ini vegetarian, jadi komposnya hanya terdiri dari bahan nabati. Sampah berupa kulit telur dipisahkan, untuk diancurin dan ditebarkan sebagai pupuk. Selain itu, beberapa jenis sampah masih ikut ke TPA (kulit jeruk, biji keras, kulit kunyit, dll dan sisa makanan).

Oya, sebenarnya terakhir kemaren Ecofreak ikut kelas pengolahan sampah dengan cairan probiotik. Sebenernya asyik dan ngebantu banget, terutama ngolah sampah dari makanan sisa dan bahan yang selama ini ga masuk ke keranjang kompos. Tapi belum nyaman dalam prakteknya, karena butuh wadah plastik tertutup rapat (bahan berupa rendaman).

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.