Violators Will be Fined

Hati-hati makan & minum di MRT. Bisa didenda.

Violators Will be Fined
 
Mereka yang sering memakai moda transportasi MRT pasti tahu bahwa begitu berada di dalam platform pada stasiun MRT dan di dalam kereta, kita dilarang makan dan minum. Kecuali bulan puasa, itupun hanya boleh air putih dan kurma untuk membatalkan puasa. Bagi yang biasanya naik CL (KRL), harus waspada tentang hal itu.
 
Di CL juga ada larangan makan dan minum sebenarnya, demikian juga di bus Trans Jakarta (TJ). Tapi, di dua moda transportasi terakhir ini pelanggaran tak pernah dapat sanksi apa-apa. Penumpang menjadi terbiasa melanggarnya. Hukumnya juga tak begitu jelas sosialisasinya. Berbeda dengan MRT, di mana-mana kita bisa melihat pemberitahuan tentang larangan tersebut termasuk denda pelanggaran sebesar Rp500.000,-. Peraturan serupa juga diberlakukan oleh negara tetangga Singapura pada MRT-nya. Konon dendanya lumayan juga, 500 dolar Singapura.
 
Pada suatu kesempatan, saya ke Singapura menemani Neneng, anak seorang teman, untuk menengok si teman yang sedang berobat. Masa itu di Jakarta belum ada MRT yang tegas dengan larangan makan dan minumnya, jadi saya belum punya pengalaman atau pengetahuan akan hal itu. Satu malam, sambil makan roti, saya dan Neneng jalan santai dari area pujasera di underground sebuah pusat perbelanjaan menuju ke gerbang tap in stasiun MRT.
 
"Miss!!! Miss!!!" sebuah suara terdengar di belakangku, yang disusul dengan tepukan tegas di salah satu pundakku.
 
Aku menengok ke arah suara berasal, dan pandanganku bertemu dengan sesosok perempuan India atau Tamil (tak paham juga yang mana sih…) yang kira-kira seumuranku. Seragam yang dikenakannya menunjukkan bahwa ia petugas MRT.
 
"Dilarang makan dan minum di area stasiun MRT, miss," katanya dalam bahasa Singlish beraksen India/Tamil.
 
"Oh, maaf, saya tidak tahu," jawabku dengan penuh kekagetan.
 
"Tak apa, habiskan saja makanannya sebelum masuk ya," katanya memperingati. Sepertinya dia tahu aku itu lumayan ndeso.
 
"Duduk dulu yuk di sebelah sana," ajakku pada Neneng yang wajahnya terlihat lebih kaget lagi sampai mulutnya menganga.
 
"Aduh, tante Ninaaa!!! Kukira tante tadi mau ditangkep!!! Aku udah panik!” seru Neneng setelah madam petugas berlalu.
 
Pantas mukanya pucat begitu. Aku tersenyum kecut. Belakangan aku ingat. Singapore is a fine city kan...
 
"Tapi Neng, hebatnya ya, meski dari belakang, madam itu tahu lho kalau aku perempuan dan memanggilku 'Miss!!! Miss!!!' begitu. Di tanah air, jangankan dari belakang, dari depan saja orang selalu memanggilku 'Mas!!!' Mas!'" kataku sambil lanjut mengudap.
 
Kami tetawa lepas mengurai ketegangan. Itulah, gara-gara berambut selalu cepak, aku kerap dikira lelaki. Bikin kesal...   =^.^=
 
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.