Siapa Emas, Siapa Logam

Siapa Emas, Siapa Logam
Image oleh iilsindia

“Ma, boleh gak sih kalo pegawai baru tuh protes?” Tanya putera ketigaku di suatu sore sepulang dari tempat magangnya sebagai Sales alat musik.

“Wah kenapa, Nak? Ada yang bikin kesel?” Aku menyahut ketika melihat raut wajahnya yang sedikit berlipat dan murung.

“Kesel banget! Aku kan udah lumayan banyak jualannya, Ma. Kayaknya udah lebih dari tiga puluh juta. Gitar, drum, macem-macem. Eh, pas meeting sama Owner tadi katanya omset aku dialihkan ke Supervisorku. Padahal dia gak bantu aku apa-apa. Kalo ditanya jawabnya cuma seadanya aja. Sebel banget.” Unek-uneknya mulai keluar dengan derasnya.

Aku masih diam saja mendengarkan karena kelihatannya dia masih ingin melanjutkan ceritanya.

“Padahal waktu di awal, Ownernya kan bilang akan dapat bonus dari Sales. Eh tadi di rapat dia bilang karena aku masih baru jadi omsetku dialihkan ke Supervisor.”

“Kakak gak coba tanya, ‘Kenapa keputusannya begitu?” Aku menimpali pelan-pelan saat dia berhenti bicara.

“Aku belum berani, Ma. Kan aku masih anak baru. Ownernya cuma bilang, ‘Kamu kan masih baru, dapat ilmu dari Supervisor, nah kamu kasih bonus sama dia. Fair, kan?’ Masak gitu sih, Ma.” Terlihat wajahnya kembali kesal.

“Sebenarnya menanyakan saat meeting gak ada salahnya, Kak. Tapi gini aja, Kakak tunggu aja dulu sampai nanti saat terima gaji, apa yang diputuskan Owner, ya.” Aku mencoba menenangkannya.

***

Aku teringat cerita si Kakak saat proses rekruitmen. Owner dari perusahaan itu cukup unik dalam melakukan proses rekrutmen. Banyak tes-tes tak terduga yang mereka lakukan untuk menguji perilaku para kandidat.

“Aku gak nyangka lo, Ma yang daftar banyak. Aku pikir cuma beberapa aja. Pas aku dateng ada kali lima puluhan orang.” Begitu kata si Kakak saat memulai penjelasannya bulan lalu.

Ketika dipanggil masuk di koridor sekitar ruangan terlihat berantakan. Kursi dan meja tidak tersusun rapi. Banyak kertas-kertas berserakan.

“Aku pungutin beberapa kertas itu, terus aku buang. Kursinya aku biarin karena kupikir memang begitu naroknya. Gak taunya itu bagian dari tesnya.” Si Kakak menceritakan saat masuk ke ruangan untuk briefing proses rekrutmen, si Owner mengatakan yang tidak peduli pada kertas-kertas yang berserakan atau meja kursi diminta untuk keluar ruangan dan dipersilakan pulang.

Aku tersenyum mendengarkan cerita si Kakak. Terbayang kembali kebawelan almarhum Bapaknya yang terkadang mengalahkan kebawelanku dalam mendidik anak-anak.

“Ayo diberesin bekas makannya, tarok di tempat sampah bekas bungkusnya.” Begitu selalu saat kami berkesempatan makan di restoran cepat saji.

“Bantuin tuh Mama angkat kopernya.” Kalo kami sedang melakukan perjalanan

“Mah, bantuin pesen gocarnya. Kasian.” Saat sakitpun dia masih peduli ketika mendengar pasien di sebelah bingung untuk ongkos pulang karena harus menggunakan kursi roda.

Kebawelan itu membekas pada perilaku si Kakak. Alhamdulillah.

***

“Ownernya unik ya Kak. Memang untuk tau perilaku orang kadang gak mudah apalagi baru pertama ketemu. Jadi dengan tes semacam itu akan keliatan mana calon karyawan yang peduli sama lingkungan sekitarnya mana yang gak.” Aku melanjutkan menanggapi keluhan si Kakak.

“Iya, Ma. Aku suka kesel kadang si Owner suka lebay banget di depan customer. Suka marah gak jelas, suaranya kenceng. Terus bilang sama customer, ‘Biasalah anak baru. Masih belum ngerti. Emang gak bisa nanti aja apa negurnya pas gak ada customer.” Raut wajahnya kembali kesal.

“Nguji mental banget ya, Kak.” Aku mencoba untuk memahami kekesalannya sambil kemudian menceritakan saat dulu Aku pertama kali bekerja di sebuah Perusahaan Penerbangan Asing.

Ketika itu, Aku baru beberapa hari memulai pekerjaanku sebagai staf Komunikasi Pemasaran ketika baru lulus kuliah. Aku masih dalam proses belajar dan penyesuaian dalam melakukan pekerjaanku. Banyak hal-hal baru yang harus Aku pelajari dan tentu saja ada beberapa tugas yang masih belum kupahami sepenuhnya. Beberapa staf senior ada yang membantu, namun aku harus menghadapi pula hal yang di luar perkiraanku sebelumnya sebagai karyawan baru. Aku menerima sindiran-sindiran yang cukup pedas dari salah satu karyawan yang aku tak mengerti alasannya.

“Udah ada staf baru masih aja kita yang ngerjain ini. Ngeselin!” Hal-hal seperti ini yang aku dengar saat aku melewati area kerjanya dan sengaja diucapkan dengan keras agar Aku mendengar.

“Saat itu Mama berusaha tidak membalas dengan emosi, Kak. Mama masih sangat baru belum punya pengalaman kerja. Yang menguatkan mama saat itu adalah pesan Nenek yang selalu Mama pegang saat memasuki lingkungan baru.” Aku mencoba berbagi pengalaman pada Kakak.

“Wah, apa tuh, Ma?” Kakak ternyata menangggapi dengan semangat.

“Nenek selalu menyampaikan dalam setiap kesempatan ngobrol sama Mama pesan dari Kakek Mama, Bapaknya Nenek. Beliau selalu berpesan untuk Anak Cucunya agar bisa tahan dalam segala ujian karena nanti akan terlihat Siapa Emas, Siapa Logam.” Nasehat Ibuku menancap keras dalam ingatanku karena sejak kecil selalu disampaikan dan diceritakan oleh Ibuku.

“Jadi Mama berusaha keras untuk menguasaai pekerjaan Mama dalam waktu singkat. Dan perlahan-lahan menjalani proses kerja sebaik mungkin. Kalau ada kesempatan untuk menunjukkan kemampuan, Mama gunakan semaksimal mungkin. Alhamdulillah, Kak, Mama bisa berhasil membuktikan ‘keemasan’ Mama sehingga mendapat pengakuan. Bahkan yang tadinya menyindir itu bisa respek sama Mama dan menjadi salah satu teman yang baik.” Begitu aku mencoba memberikan contoh pada Kakak.

“Siapa Emas, Siapa Logam. Keren, Puyang.” Kakak menanggapi setelah sempat termenung beberapa saat.

Aku yakin Kakak akan melakukan yang terbaik dalam menjalankan pekerjaannya. Doaku akan selalu menyertai dalam setiap langkahnya. Semoga pahala akan terus mengalir pada Bapak dan Puyang yang telah mewariskan nilai yang berharga dan bermanfaat bagi penerusnya.

Catatan:

Puyang : Panggilan untuk Buyut di daerah Semendo, Sumatera Selatan.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.