Sate Bandeng Khas Banten, Membeli Rasa, Membeli Kenangan
Alm Papa saya berdarah Banten. Sewaktu Beliau masih hidup dan sehat, kami sekeluarga sering kali beranjangsana ke Banten, seputaran kota Serang, Pandeglang, Warung Gunung, Anyer dan Carita. Bisa dibilang nyaris 1 atau 2 minggu sekali ke sana, selain urusan silaturahim seperti hajatan, menengok tetua dan kerabat, juga liburan di Pantai Carita atau Anyer. Hingga akhirnya Alm Papa beli rumah mungil 2 kamar di Serang, supaya kami gak perlu menginap di hotel. Saat itu era tahun 80-an, ga banyak hotel yang bagus di sana, kecuali di kawasan Carita dan Anyer, tentunya.
Setiap kunjungan ke kawasan Banten, pastinya Alm Papa selalu mengajak kami menikmati kuliner khas Banten, seperti Sate Bandeng, Dendeng Kerbau, Emping Keprek Malimping, Rabek Kambing yang hanya bisa dinikmati di sana. Tidak seperti kuliner khas daerah lain seperti Padang, Palembang, Kudus, Surabaya, Sunda, Manado, Aceh, dan banyak daerah lain yang mudah ditemukan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Yang paling berkesan bagi saya adalah Sate Bandeng. Menu khas kuliner Banten ini terbuat dari ikan Bandeng yang besar, kemudian diisi dengan daging ikan yang diramu sedemikian rupa dengan campuran rempah-rempah dan santan, ditusuk bilah bambu pipih (mungkin ini mengapa disebut dengan sate), dibungkus daun pisang, dikukus dan dibakar..... Mmmm, wangi smokey dan bumbu rempah-rempah yang menguar, sungguh menerbitkan selera! Palagi, setelah daun pisang dibuka, terlihat Sate Bandeng yang montok padat berisi.....dengan rasa gurih yang tak mencolok, rasa yang seimbang antara rempah dan manisnya daging ikan Bandeng segar menjadi sekumpulan rasa sempurna yang membuai lidah! Amboi, nikmatnya.....
Sayangnya, sejak Alm Papa sakit kanker di tahun 1987 saat saya masih SMP, kami tak pernah lagi berkunjung ke Banten, dikarenakan kondisi kesehatan Beliau yang tidak mumpuni untuk bepergian jauh. Apalagi sejak Beliau wafat 2 tahun berikutnya, lambat laun sudah jarang kami bersua dengan karib kerabat dari Banten, tak ada lagi oleh-oleh Sate Bandeng yang kami bisa nikmati...... Sate Bandeng pun lekang menjadi kenangan indah tentang Alm Papa, tentang akar keluarga kami.
Sampai suatu ketika, di toko hijau, saya iseng cari Sate Bandeng khas Banten, dan lansung order donk. Tapi ternyata jauh dari ekspektasi. Selain ukuran Sate Bandeng nya tidak besar dan gemoy, dari segi rasa pun tidak istimewa. Tapi lumayanlah, cukup sebagai obat rindu.
Dan akhirnya Tuhan menjawab doa saya, bisa mencicip Sate Bandeng otentik sesuai dengan rasa dan kenangan yang tertanam di benak dan jiwa. Inipun gak sengaja, saat saya pulang kantor di tengah macetnya Pancoran, tetiba pengin ke toilet pulak. Melipirlah saya ke supermarket Gelael Tebet. Di sana, ada counter khusus yang menjual aneka kuliner khas berbagai daerah. Terkejut juga saya, saat melihat ada Sate Bandeng khas Banten, dengan wujud sesuai kenangan masa lalu, besar dan montok terbungkus daun pisang. Aih, senangnya, seraya berdoa smoga rasanya pun enak!
Sesampai di rumah, tak sabar rasanya untuk segera menikmati Sate Bandeng dengan nasi hangat.
Saya dan Mama dengan khusyuk menikmati Sate Bandeng khas Banten ini dalam diam, mencecap rasa dan kenangan otentik yang lezat, juga sebersit memori tentang Alm Papa, juga Kakek Nenek dan kerabat yang telah berpulang ...
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.