SEBUAH HARAPAN
Kisah Sang Manajer dalam perjuangan melanjutkan kehidupan
![SEBUAH HARAPAN](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_5f6f2ad971140.jpg)
Belum terlalu gelap, saat aku tiba di tempat tinggal yang hampir satu tahun ini ditempati. Kamar berukuran 4 x 4 meter dengan nuansa kuning gading ini adalah tempatku melepas lelah setelah seharian bekerja. Kuletakkan satu dus rengginang ikan yang belum habis terjual. Beberapa bulan ini sulit sekali menghabiskan dagangan yang kutitipkan di rumah makan ataupun swalayan. Masa pandemi begini, sepi. Begitu kalimat yang selalu kudengar saat mengecek stok barang.
Aku merebahkan badan di atas dipan yang selalu berderit saat menahan beban. Kasurnya juga sudah tidak lagi bisa disebut empuk, tapi masih cukup nyaman untuk ditiduri. Kipas angin yang tergantung di salah satu dinding menjalankan fungsinya menghalau udara yang cukup panas hari ini.
"Kata Bu Guru uang buku harus lunas sebelum ujian akhir semester, Bu." Kalimat anak pertama mengabarkan tentang uang sekolah kembali terngiang.
"Bu, adik minta ganti kasur ya. Ini kasurnya sudah tidak enak. Punggung adik sakit." Suara anak keduaku merajuk kemarin saat kutelpon ke kampung.
"Nduk, adikmu mau membayar uang semesteran. Katanya harus lunas sebelum kegiatan praktiknya selesai." Kalimat ibu yang menjelaskan keuangan adikku yang masih kuliah mengendap di kepala.
Aku menarik napas panjang, memejamkan mata. Sejak pandemi virus corona merebak, aku kehilangan pekerjaan. Hotel tempatku bekerja merumahkan beberapa karyawannya. Pulau yang menggantungkan nadi ekonominya pada sektor pariwisata ini tiba-tiba lumpuh.
Tanpa pesangon, tanpa gaji, enam bulan kulalui dengan menghabiskan tabungan yang kupunya. Sambil tetap berusaha bekerja meski serabutan, berjualan aneka makanan ringan seperti rengginang , kerupuk, dan lainnya.
Koper hitam yang telah kuturunkan dari atas lemari masih tergeletak begitu saja di sudut ruangan. Aku sempat berpikir untuk pulang saja, bekerja dirumah sambil menemani anak-anak. Tapi aku ragu, pekerjaan di kampungku hanya pekerjaan buruh di sawah ataupun mengurus ternak. Terlalu berat untukku.
Tok ... Tok ... Tok ....
Suara ketukan dipintu menghentikan lamunanku. Aku beranjak dari tidur saat mendengar suara perempuan memanggil namaku. Bersegera menuju pintu dan membukanya.
"Maaf mbak, hanya mau ngingetin. Sudah tanggal 20, uang kost bulan ini dan bulan lalu belum dibayar." Ibu kostku berdiri di depan pintu kamar.
"Iya, Bu. Maaf, saya akan usahakan." Aku mengangguk dan menangkupkan kedua tangan di depan dada.
"Kalau boleh tahu, mbak sudah tidak bekerja lagi ya?" Perempuan paruh baya itu mengernyitkan dahi.
Aku mengangguk pelan, "Saya masih mencoba mencari pekerjaan, Bu. Mungkin jika ibu ada informasi lowongan pekerjaan."
"Ada sih, tapi pekerjaan kasar. Mbak kan berpendidikan, dulu juga kerjanya enak di hotel jadi manager perlengkapan. Gak cocok ah kerja sama saya."
"Tidak apa-apa, Bu. Anak-anak saya butuh uang." Ada sedikit harapan yang tiba-tiba datang.
"Betul? Yakin mau? Kerjanya sortir ikan di tempat pelelangan ikan. Tempatnya 6 km dari sini. Ibu kan ada usaha penjualan ikan segar ke berbagai kota, meski musim pandemi gini alhamdulillah masih produktif. Kalau mau nanti Ibu ajak kesana. Liat-liat dulu aja karena tempatnya becek dan bau."
"Saya mau, Bu." Mataku berbinar, musim pandemi begini tentu sulit mencari pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang dan pengalamanku. Hampir semua hotel sepi tidak ada pelanggan.
"Gajinya dibayar sesuai dengan banyaknya ikan yang di sortir ya. Semakin banyak ikan, semakin rajin bekerjanya, semakin banyak dapat uangnya. Biasanya pada dapat lebih dari 100 ribu setiap hari, tapi ya begitu kerja dari jam 4 pagi sampai malam." Perempuan itu menepuk bahuku. "Besok pagi mulai bekerja ya," lanjutnya.
Aku mengangguk senang, memiliki harapan untuk bisa membayar uang sekolah dan memenuhi kebutuhan keluargaku. Aku memperhatikan kepergian ibu kostku dan bersyukur tiada henti atas pekerjaan yang ditawarkan. Bagaimanapun kehidupan harus dilanjutkan, ada banyak orang yang bergantung padaku. Anak-anak, bapak ibu serta adik-adikku.
Aku menarik napas panjang, pandemi membuatku harus menggantung ijazah demi sebuah harapan untuk melanjutkan kehidupan.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.