RAMALAN PAK GOPAL

RAMALAN PAK GOPAL

Orang advertising senior yang sering shooting bikin iklan TV, pasti pernah mengenal yang namanya Pak Gopal. Dia salah seorang crew dari Production House. Jabatannya cable man, kalo gak salah.

Keunikan dari Pak Gopal adalah dia sering dikerumunin orang karena kemampuannya meramal. Jadi setiap kali break, ada aja orang yang minta diramal, baik itu dari agency atau pun dari klien.

Nah, dalam sebuah shooting, saya iseng-iseng nyamperin dia. “Pak Gopal, saya mau liat peruntungan anak saya...boleh?”

“Boleh, dong. Tulis nama anaknya di atas kertas, terus kasih saya.” sahut Pak Gopal.

“Okay.” Saya beranjak meminta kertas pada produser. Nggak lama kemudian saya serahkan kertas itu pada Pak Gopal. Dia memandang kertas itu sambil mengernyitkan dahinya.

“Saya permisi dulu sebentar, ya,” katanya sambil meninggalkan tempat itu.

“Dia mau cari tempat sepi dulu. Mau semedi dan berkomunikasi sama yang di atas.” celetuk Si Produser sambil tersenyum seakan tau pertanyaan saya yang belom sempat terlempar.

Nggak sampe 10 menit, Pak Gopal datang dan mengajak saya ke sudut studio. Salah seorang crew menyediakan dua tempat duduk kecil untuk kami berdua. Kami pun duduk berhadapan.

“Okay, anak Om Bud, namanya Leon. Dia lahir tanggal 4 Agustus...” Pak Gopal mulai memberikan mukadimah.

“Eh, baru mulai udah salah. Anak saya lahir tanggal 5 Agustus,” selak saya.

“Masak, sih? Tanggal 4 Agustus, ah,” kata Pak Gopal ngeyel.

“Yeeee....saya, kan, Bapaknya. Mana mungkin salah?”

Pak Gopal memandang kertas bertuliskan nama tadi. Dia menggigit bibirnya sampai akhirnya berkata lagi, “Saya nggak mungkin salah. Coba telepon istri, Om Bud. Pasti dia akan menjawab sama dengan saya.”

Tanpa menunggu lama, saya langsung menelpon istri dan dia menjawab sama dengan saya bahwa Leon lahir tanggal 5 Agustus.

Karena saya menelpon dengan speaker terpasang, Pak Gopal juga mendengar jawaban itu. Sebelum saya menutup telpon, Pak Gopal menyela, “Boleh saya bicara langsung dengan istrinya?”

“Silakan.” Saya mengangsurkan telepon padanya.

“Mbak, maaf, saya Pak Gopal. Waktu masuk ke rumah sakit, Mbak masuknya tanggal 3 kan?”

“Iya, betul.” Terdengar jawaban dari seberang.

“Seharusnya Mbak melahirkan tanggal 4 Agustus. Apa yang dokter bilang di tanggal 4 Agustus. Kenapa bisa lahir tanggal 5?”

“Kata dokternya buka’annya baru sampai 3 jari. Kalau mau melahirkan normal, minimal harus buka’an 7.”

“Oh, okay. Lalu Dokternya bilang Mbak harus melahirkan caesar...gitu, kan?”

“Iya, betul.”

“Okay, terima kasih, Mbak.” Selesai ngomong Pak Gopal menyerahkan HP ke saya.

“Gimana, Pak? Tanggal 5 Agustus, kan?” kata saya tersenyum penuh kemenangan.

“Nggak. Saya yang betul. Istri Om Bud seharusnya lahir tanggal 4 Agustus. Saya nggak tau apa yang dilakukan oleh dokternya sehingga buka’annya terhambat.”

“Maksudnya gimana, Pak?” tanya saya kebingungan.

“Saya nggak mau menuduh. Tapi menurut hitungan saya, Leon lahir tanggal 4 Agustus dan lahirnya normal.”

“Heh? Maksud Pak Gopal, dokternya sengaja membuat buka’annya terhambat supaya kelahirannya caesar?”

“Saya nggak berani menuduh orang lain. Saya cuma mau bilang hitungan saya nggak mungkin meleset.”

Sejenak saya terdiam. Sudah sangat sering saya mendengar banyak oknum dokter sengaja menghambat buka’an ibu hamil agar Sang Ibu mau dibujuk supaya melahirkan caesar. Soalnya melahirkan caesar itu ongkosnya jauh lebih mahal.

Saya ingat waktu itu buka’an istri memang terhambat. Dokter memberikan infus untuk memancing buka’an segera terjadi. Namun sampai infus habis buka’an istri malahan turun menjadi 2 jari.

“Lebih baik kita caesar saja. Saya mohon izin sama Bapak sebagai suami.” Dokter berkata.

“Nggak mau. Saya ingin istri saya lahir normal,” kata saya ngotot.

Dokter terus merayu namun saya tetap pada pendirian. Beberapa suster juga ikut-ikutan membujuk sehingga membuat saya mulai merasa terintimidasi.

“Saya mau kelahiran normal. Titik!” kata saya setengah membentak.

Hari itu saya menemani istri menginap di rumah sakit. Kesian dia nampak kesakitan. Sepertinya Si Bayi udah nggak sabar mau keluar tapi pintunya masih terkunci rapat.

Jam 7 pagi, suster membangunkan saya, mengatakan bahwa dokter ingin berbicara. Dengan malas-malasan, saya mendatangi ruang dokter dan kembali berbicara dengannya.

“Pak Bud, air ketuban istri sudah pecah. Saya harus mengambil tindakan cepat. Saya harus segera mengeluarkan bayi itu dengan operasi caesar.”

“Dokter ngeyel amat, sih? Saya, kan, udah bilang kalo saya mau istri lahiran normal.”

“Maaf, Pak Bud. Air ketuban yang pecah bisa menjadi racun yang berbahaya bagi bayinya. Ijinkan saya melakukan tindakan segera sebelum Si Bayi berada dalam keadaan bahaya.”

Orangtua mana di dunia ini bisa menolak ancaman seperti itu. Orangtua mana yang mau mempertaruhkan jiwa anak pertamanya hanya gara-gara mau lahiran normal atau caesar. Dengan berat hati saya pun memberikan ijin pada dokter untuk melakukan operasi itu.

“Om Bud mau mempercayai Leon lahir tanggal 4 atau tanggal 5?” Tiba-tiba suara Pak Gopal membangunkan saya dari lamunan.

“Oups, sorry, Pak Gopal,” kata saya kembali ke masa kini lalu melanjutkan, “Sebelumnya saya mau tanya lagi; apakah Pak Gopal yakin Leon lahir tanggal 4?”

“Saya yakin 1000%.” Suara Pak Gopal terdengar sangat mantab.

Saya menghela napas panjang berkali-kali dan menyahut, “Okay, kita anggap anak saya lahir tanggal 4 Agustus.”

Setelah kesepakatan terjadi, Pak Gopal mulai menjelaskan temuannya tentang masa depan anak saya. Dia juga memberikan saran-saran apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak dianjurkan. Ramalannya, sih, biasa-biasa aja. Nggak ada yang istimewa jadi saya nggak perlu ceritakan. Sejujurnya otak saya masih terperangkap pada perdebatan tanggal lahir tadi. Buat saya hal ini jauh lebih menyedot perhatian daripada isi ramalan Pak Gopal.

Selesai diramal saya bertanya lagi, “Jadi anak saya nggak bisa diramal berdasarkan tanggal 5 Agustus, Pak?”

“Nggak bisa. Saya mendapatkan petunjuk berdasarkan tanggal 4. Dan nggak mendapat data sama sekali untuk tanggal 5 karena Leon memang lahir tanggal 4.”

“Tapi kan banyak orangtua yang sengaja memajukan kelahiran anak dengan caesar. Mereka melakukan itu supaya peruntungannya sesuai dengan tanggal yang dipilihnya,” debat saya.

“Kelahiran manusia sudah ditentukan oleh Tuhan. Secara alamiah Tuhan sudah menentukan bahwa Leon lahir tanggal 4. Campur tangan manusia membuatnya lahir tanggal 5. Tapi hitungannya kita harus berpegang pada yang alamiahnya.”

“Jadi sia-sia, dong, orang yang memilih tanggal kelahiran anaknya dengan caesar?”

“Buat saya itu sia-sia. Nasib manusia sudah ditentukan oleh Tuhan. Kita bisa membaca tanda dan petunjuknya. Tapi kita tidak bisa mengubah takdirnya.”

Hari itu saya sulit berkonsentrasi pada program shooting. Pikiran saya masih dipenuhi dengan dilema tanggal kelahiran anak saya. Jadi sebaiknya saya merayakan ulang tahun Leon tanggal 4 atau tanggal 5, ya? Hadeuh....

May be an image of text

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.