Jokowi: Brand Assasination

Brand assassination adalah proses di mana reputasi atau citra sebuah individu, perusahaan, atau produk dirusak secara signifikan, sehingga kepercayaan publik menurun drastis atau bahkan hilang sama sekali. Brand assassination dapat terjadi secara eksternal (oleh pihak luar yang sengaja menghancurkan citra seseorang atau entitas) atau secara internal (ketika tindakan atau keputusan yang diambil oleh individu atau organisasi itu sendiri justru merusak brand mereka).
Ada beberapa karakteristik umum dari brand assassination:
Kehilangan Kepercayaan: Brand yang dibunuh akan kehilangan dukungan dan kepercayaan dari basis pendukungnya.
Krisis Identitas: Nilai-nilai atau janji yang dulu dijadikan landasan utama dari brand menjadi tidak relevan, ditinggalkan, atau bahkan dianggap bertentangan dengan tindakan yang diambil.
Kebijakan atau Tindakan Kontroversial: Keputusan-keputusan yang diambil berlawanan dengan harapan atau persepsi publik, sehingga brand tampak mengalami kontradiksi dengan nilai-nilai aslinya.
"Brand Assassination" dan Jokowi.
Jika kita mengaitkan dengan konteks Jokowi, brand assassination di sini bisa dilihat sebagai proses di mana ia secara tidak langsung merusak atau melemahkan citranya sendiri di mata sebagian pendukung yang setia selama bertahun-tahun.
Beberapa contoh bagaimana ini bisa terjadi:
Bertentangan dengan Narasi "Merakyat": Jokowi di awal karier politiknya diidentifikasi sebagai pemimpin yang sederhana, merakyat, dan berasal dari kalangan bawah. Namun, ketika kebijakan-kebijakan yang dianggap lebih pro-investor, atau ketika dia dinilai terlalu dekat dengan para oligarki, citra "merakyat" itu mulai terkikis. Pendukung yang selama ini merasa Jokowi adalah representasi "orang biasa" mulai merasa terkhianati.
Koalisi dengan Mantan Rival: Keputusan Jokowi untuk merangkul mantan rival politiknya, seperti Prabowo Subianto, menimbulkan pertanyaan dari para pendukung yang dulu berjuang melawannya. Bagi banyak orang, tindakan ini dilihat sebagai "pengkhianatan" terhadap nilai-nilai perjuangan politik yang Jokowi bawa saat pemilu. Ini menciptakan kesan bahwa Jokowi telah mengorbankan prinsip awalnya demi stabilitas politik atau pragmatisme.
Penanganan Kasus-kasus Penting: Salah satu kritik besar yang mencuat adalah kebijakan pemerintah terkait KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan penanganan korupsi secara keseluruhan. Di mata banyak pendukung setia, terutama dari kalangan anti-korupsi, Jokowi gagal menjaga komitmen untuk memperkuat lembaga tersebut. Hal ini merusak reputasi sebagai pemimpin yang bersih dan tegas dalam memberantas korupsi, yang merupakan salah satu pilar penting dari brand Jokowi.
Kebijakan Ekonomi yang Tidak Populer: Kebijakan seperti Omnibus Law yang memicu protes dari buruh dan masyarakat luas dianggap bertentangan dengan kepentingan rakyat kecil. Ini menyebabkan ketegangan di antara mereka yang dulu mendukung Jokowi karena berharap dia akan membawa kebijakan yang berpihak pada masyarakat bawah. Ketika tindakan ini dilakukan, kepercayaan publik dari kalangan tersebut melemah.
Apakah Ini Brand Assassination Terhadap Dirinya Sendiri?
Ini pertanyaan yang sangat menarik. Ada argumen bahwa Jokowi secara tidak sengaja telah melakukan brand assassination terhadap dirinya sendiri. Ini terjadi karena sejumlah tindakan dan kebijakannya yang tidak lagi sejalan dengan nilai-nilai atau citra yang dulu dibangun. Brand Jokowi yang dulu dikenal sebagai "pemimpin rakyat yang sederhana, anti-korupsi, dan pro-masyarakat kecil" mulai mengalami krisis identitas di mata pendukung setianya. Kebijakan-kebijakan kontroversial yang bertentangan dengan ekspektasi publik merusak citra tersebut dan secara bertahap mengikis kepercayaan serta dukungan.
Namun, penting dicatat bahwa brand assassination tidak selalu terjadi secara mutlak. Meskipun beberapa segmen pendukung mungkin merasa kecewa atau mengkritik Jokowi, ada pula yang tetap mendukungnya karena mereka melihat aspek-aspek lain dari kepemimpinannya, seperti stabilitas nasional atau pembangunan infrastruktur.
Dalam konteks ini, kita bisa melihat bahwa brand assassination terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara janji atau citra awal Jokowi dan tindakan yang diambilnya, terutama di periode kedua pemerintahannya. Meski tidak sepenuhnya merusak seluruh brand, tindakan tersebut membuat sebagian dari basis pendukungnya merasa bahwa Jokowi telah menjauh dari nilai-nilai yang dulu membuat mereka mendukungnya.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.