Matur Nuwun Lord Didi

"Yang bisa nemuin muka saya, saya kirimin ...."
Begitu potongan kalimat yang kubaca dari status seorang teman FB tadi pagi. Aku kenal dia dari medsos tahun lalu. Kami hanya punya satu mutual friend. Yang juga kutahu dari status dan info dari akunnya, dia ini lebih kakak dariku, alumni UI, kuliah di FKG, alumni Tarki dan yang paling penting: style-nya aku suka banget. Baik gaya dandan, maupun hal-hal yang ia bagikan di akunnya.
Yang terakhir-terakhir kutau tentang si Mbak ini, dia penggemar berat Lord Didi, The Godfather of Broken Heart. Beberapa kali dia unggah video konser dan acara Lord Didi. Jujur, aku jadi lebih tahu tentang Lord Didi dari postingan dia ini.
Entah kenapa, sekitar 1-2 minggu terakhir ini, aku tergoda untuk cari lebih banyak tentang Lord Didi. Cari dan dengar lagu-lagunya di pemutar musik online. Tiap pagi, ritualku adalah simpan hape di kantong celana pendek, nyambung dengan earphone nempel di telinga, muka tutup pake masker, sapu lidi bergagang kayu di tangan, siap nyapu di jalan samping dan depan yang penuh dedaunan berserakan. Sekitar setengah jam lumayan dapat sekitar lima lagu. Rupanya tak hanya aku yang ditemani Lord Didi saat nyelesaiin kerjaan rumah.
"... le sedih tenanan je ... lagune ki nggo kanca nyapu kanca setriko barang ...." Begitu tulis seorang teman lain menumpahkan kesedihannya di akun FBnya tadi sore. Sedih beneran, katanya, karena lagunya (Lord Didi) menemani saat nyapu dan juga nyetrika. "... lagune segala suasana," tulis temenku itu.
Seminggu lalu, aku bahkan sempat nonton di channel Youtube rekaman Lord Didi di acara talkshow TV terkenal.
".... Matur nuwun."
Di acara talkshow itu, kalimat matur nuwun, alias terima kasih, beberapa kali diucapkan Lord Didi untuk mengakhiri jawabannya. Itu mengingatkanku pada gaya orang Jawa zaman dulu, yang punya kebiasaan seperti itu. Setahuku, tidak banyak yang seperti ini, dan mereka ini punya kesamaan: Memiliki kerendahan hati yang pol. Mungkin karena sikap pasrah dan selalu bersyukur yang mereka miliki. Entahlah.
"Saya selalu menulis lagu, saya nyanyikan di jalanan," jawab Lord Didi ketika menceritakan kisah hidupnya di acara talkshow tersebut.
Ternyata ketika ngamen, Lord Didi selalu membawakan lagu karyanya sendiri. Jadi berapa pun orang kasi uang ketika ngamen, dia tetap bangga dan bisa bilang: "Ini karyaku sendiri."
Dan gila! Ada 700 lebih lagu yang ditulisnya! Usai aku nonton tayangan di kanal itu, aku menceritakan perjalanan hidup Lord Didi ke anakku. Aku berharap anakku, yang hobi nulis lagu dan genjrang-genjreng ke sana ke mari bawa ukulele, bisa terinspirasi dari kisah hidup Lord Didi.
Hari ini, 5 Mei 2020, berita sedih menyedot hati para penggemar Lord Didi. The Godfather of Broken Heart itu tilar donya, alias wafat. Berbagai cara orang menyampaikan kesedihan dan rasa sayangnya pada Lord Didi. Ada yang menulis kesan dan mengungkapkan kesedihan dan doa melalui kata-kata, ada yang memasang foto, memasang video lagu Lord Didi yang mereka suka.
Termasuk si temanku yang kuceritakan di awal tulisan ini, menggunggah video rekaman konser Lord Didi. Ia menambahkan sebuah kuis untuk menemukan dia di antara para penonton konser itu. Antara penasaran ngecek kejelian mata, dan ingin nonton rekaman konser Lord Didi, akupun mantengin video itu. Thank God, ternyata mataku masih jeli.
Matur nuwun Lord Didi, wis paring tuladha kang becik banget. Luwih-luwih nganggo tembang-tembang kang sanajan isine bab cidra, bab lara ati, nanging tetep ngadheg jejeg karo mesem. Sanajan ambyar mbok tinggal, nanging kudu ditampa kanthi ati longgar, karo ngucapke: Matur nuwun Lord Didi. Sugeng tindak, mugi pikantuk kaswargan langgeng. In pace requiescat. (rase)
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.