Seduh Moringa, Jauhi Corona
Hidup berdampingan dengan Corona tidak cukup mengandalkan vaksin.

Hari masih pagi. Aku ngecek stok bahan makanan. Kulihat beberapa rimpang jahe di besek mulai tumbuh tunas. Segera saja kupindahkan ke halaman belakang, alias kutanam di sana. Kuperhatikan, halaman belakang makin teduh karena pohon kelor makin rimbun. Kelor? Moringa olifiera? Eh, sepertinya ada resep ramuan herbal dengan daun kelor?
Nah! Setelah scrol-scrol materi webinar, ternyata memang ada. Bahkan sangat sederhana. Dua genggam daun kelor dan dua gelas air. Air direbus hingga mendidih, masukkan daun kelor dan matikan api. Ramuan siap diminum setelah dingin. Orang dewasa dengan dosis 2 kali sehari 1 gelas, sedangkan anak-anak 2 kali sehari 1/2 gelas. Mudah sekali!
Segera saja kukerjakan. Voila! Siap dalam sekejap!
Untung aku ingat dengan materi webinar kapan hari. Sungguh beruntung, aku bersama teman-teman dari The Writers dan juga teman lain mengikuti webinar #VaksinSajaTidakCukup pada 28 Januari 2021 lalu. Melalui Zoom, narasumber yang kesemuanya mumpuni, memberikan informasi terkait pandemi dari sisi bidangnya. Semuanya menggarisbawahi, itu tadi, bahwa vaksin saja tidak cukup.
Hidup berdampingan dengan Corona tidak cukup mengandalkan vaksin. Orang yang telah diberi vaksin pun, tidak serta merta bisa copot masker dan jadi sakti. BIG NO! Apalagi tidak semua orang cocok mendapat vaksin. Ada orang, karena kondisi kesehatan tertentu, justru tidak boleh diberi vaksin. Jadi, yang utama adalah: Jaga kesehatan terutama daya tahan tubuh alias imunitas.
Materi webinar yang paling menarik buatku adalah yang diberikan oleh dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes. Beliau, menjelaskan tentang peran ramuan tradisional untuk menjaga daya tahan tubuh. Bahkan, beliau membagikan dan menjelaskan beberapa resep ramuan.
Resep-resep ramuan ini ternyata ada di dalam Surat Edaran Kementerian Kesehatan RI Dirjen Pelayanan Kesehatan. Surat Edaran ini berisi enam ramuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Bahan baku ramuan-ramuan itu di antaranya: Jahe merah, kunyit, lengkuas, jeruk nipis, temulawak, pegagan, kencur, dan daun kelor. Kesemuanya berasal dari tanaman yang mudah ditanam di halaman.
Kami punya enam pohon kelor. Satu di halaman depan, dan lima di halaman belakang. Sengaja kutanam sebagai batang untuk merambat bagi tanaman vanili. Daun kelornya rutin kami konsumsi. Biasanya kami memasak daun kelor sebagai sayur bening, atau dikombinasikan dengan kacang hijau. Daun kelor benar-benar makanan penyelamat di saat dompet cekak di akhir minggu. Berbagai vitamin dan kandungan nutrisi lain ada dalam kelor menjadikanku pede aja makan sayur kelor.
Dulu pernah juga satu dua kali membuat minuman dari daun kelor, saat menyiapkan menu aneka tisané (seduhan seperti teh tanpa daun teh) untuk pelengkap di warung kopi kami. Itu jauh sebelum pandemi. Pas pandemi malah lupa dengan tisané daun kelor ini. Ga nyangka ini direkomendasikan jadi ramuan buat jaga imunitas.
Dulu juga, ada tetangga rutin datang ke rumah kami, meminta daun kelor. Untuk dimasak, ada juga yang untuk diseduh. Lama-kelamaan, para tetangga tersebut berhasil menanam pohon kelor. Bahkan ada yang menanam di lapangan yang adalah fasilitas umum. Kelor pun makin mudah diakses bagi seluruh warga perumahan kami.
Menanam pohon kelor sangatlah gampang. Potong batang yang cukup tua, sekitar 1 meter. Tancapkan di tanah. Selesai. Jika ditanam musim hujan, tidak perlu repot menyiram. Aku dulu menanam saat musim kemarau, jadi tiap sore kusiram air sedikit. Yang justru repot itu saat dahan dan daun sudah subur. Dahan pohon cenderung tumbuh menjulang tinggi ke atas. Merepotkan bagi yang hendak memetik daun. Jadi sebaiknya dahan rutin dipangkas, alias dipanen daunnya.
Memang, bagi sebagian masyarakat, daun kelor dipandang punya keajaiban lain. Ada yang menyebutnya sebagai daun untuk memandikan jenasah. Ada yang percaya bahwa susuk dan ilmu-ilmu yang dimiliki seseorang bakalan rontok jika kena daun ini. Ada yang bilang pohon ini penolak ilmu hitam. Bahkan ada yang mengingatkan, untuk tidak memanjat pohon ini supaya tidak celaka. Yang terakhir ini mungkin logis, karena pohon ini tergolong rapuh dan mudah patah. Bahkan koloni rayap kulihat berkali-kali rame-rame mengunyah batang pohon kelor di halaman depan. Rayap-rayap ini mungkin tahu juga kalo kelor termasuk superfood.
Peribahasa jadul bilang dunia tak selebar daun kelor. Mungkin justru sebaliknya, dunia itu memang selebar daun kelor. Buktinya, satu kena virus Corona, seluruh dunia jadi terancam.
Nah, daun kelor asli (yang bukan peribahasa), diseduh dan diminum, yuk? Biar kita jauh-jauh dari virus Corona. Tentu saja, daun kelor bukan satu-satunya untuk bahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pilihlah ramuan yang berkenan di hati. Apakah itu jahe merah? Kunyit? Atau pegagan? Yuk, pokoknya jauhi Corona! (rase)
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.