Nasi Padang di Langit

Cerita Perth

Nasi Padang di Langit
 
Penerbangan langsung kami dari Jakarta ke Perth, memakan waktu selama sekitar 5 jam. Dari Jakarta pesawat berangkat pada pukul 19.30. Tiba di Perth pukul 00.45 pada hari berikutnya.
 
Secara logika, adalah biasa bila kita makan dahulu sebelum sebuah keberangkatan. Di perjalanan nanti silakan tidur saja. Tapi, dengan udara dingin yang menyambut kami di Perth, ternyata bagus juga untuk mendarat tidak dengan perut kosong. Demikian menurut saya. Kalau tidak, bisa-bisa aku masuk angin.
 
Sementara ini, masuk angin adalah penyakit yang paling saya takuti. Tentu sangat tak nyaman rasanya bila baru di awal perjalanan di negeri orang saja sudah harus diisi dengan kondisi tak sehat. Pergi niatnya untuk liburan dan bersenang-senang, tapi koq ya malah sengsara. Makan memang penting!
 
Makanan dalam penerbangan yang dipilihkan untuk kami—tiga teman seperjalanan—ternyata berbeda-beda. Tak ada alasan khusus kenapa begitu sih, variasi saja.
 
"Kalau mau gantí makanannya, boleh ya. Bisa dilakukan sendiri koq," kata Ami sang nyonya rumah Perth kami.
 
Tak ada perbedaan harga antarmakanan tersebut rupanya. Jadi, setelah dipesan bisa diganti-ganti sesuai keinginan dan selera. Tapi, tak satu pun dari kami mengubahnya. Bahwa sudah dipilihkan saja kami sudah sangat bersyukur. Malahan enak, tidah harus mikir lagi. Tinggal terima jadi.
 
Wida, sepupu paternal Ami, mendapat Braised Vegetables and Mushroom Rice Bowl. Terjemahan kasarnya kurang lebih: nasi dengan osengan sayur dan jamur di mangkok--yang terakhir nggak perlu diterangkan sih sebenarnya ya.
 
"Hehe, itu karena Raza kurang luas pengetahuannya tentang makanan Asia. Jadi, dipilih sekenanya saja," kata Ami.
 
Raza adalah suami Ami, yang selalu mengatur dan mengurus perjalanan kami.
 
Saat dalam penerbangan, iseng kubuka katalog belanja di pesawat. Ternyata, bukan Raza yang terbatas pengetahuannya tentang makanan Asia, tapi memang makanan yang disediakan terbatas jenisnya. Makanan-makanan itu ternyata bisa juga dipesan secara dadakan. Tak harus pesan di muka seperti yang punya kami. Meski kami jadi lebih santai karena sudah pre-order.
 
Kak Drup, kakak kandung Ami, dipesankan Pak Nasser's Nasi Lemak. Ini jenis makanan khas Malaysia, yang sebenarnya populer juga di Indonesia. Orang Indonesia menyebutnya nasi uduk.
 
Semntara itu, aku mendapat Nasi Padang Uda Ratman hahahahaha.... Buatku, seru-seru saja bahwa dalam perjalanan menuju ke benua Australia, makananku adalah masakan Padang. Masakan asli tanah airku, kampung halaman Ayahku. Hal ini merupakan keunikan tersendiri, demikian menurut pendapatku. Jadi, tak ada alasan untuk menggantinya dengan makanan jenis lain.
 
Paket Nasi Padang-ku persis sama seperti nasi Padang biasa yang kita kenal. Baik bentuk maupun rasanya. Pedasnya yang lumayan kurang sih, tapi saat itu aku sedang dalam situasi yang harus ekstra hati-hati dan waspada terhadap makanan pedas. Jadi, tak ada protesku yang keluar.
 
Nasi Padang Uda Ratman ini tidak dirames dan dibungkus rapat, yang bisa membuat nasi dan lauk pauk semua menggumpal menjadi satu. Melainkan, hadir terpisah-pisah. Seperti nasi kotak yang juga akrab dengan kita.
 
Paket nasi Padangku ini terdiri dari nasi—yang untungnya tak seperti nasi bungkus, di mana jumlahnya gila-gilaan.  Lalu; ada rendang, rebusan daun singkong, sambal hijau, dan balado teri. Secara menu ini merupakan standar paket nasi Padang sederhana. Sebagaimana si nasi, takaran lauk pauk untungnya kecil-kecil saja. Sangat pas. Sehingga, semua bisa kuhabiskan tanpa sisa. Dengan demkian, aku tak perlu merasa bersalah kepada Dewi Sri.
 
Oya, ada krupuk udang mini dalam paket terpisah. Yang satu ini aku makan terpisah juga. Agak aneh buatku apa bila makan nasi Padang memakai kerupuk udang. Kalau itu kerupuk kulit, nah, baru cocok!
 
Makan untuk perjalanan atau penerbangan pulang, Raza memilihkan menu yang sama persis dengan keberangkatan kami—dan kami tak ada niat juga untuk mengubah atau menggantinya. Berhubung pesawat lepas landas dari Perth pukul 01.40—tiba di Cengkareng 05.25; timing memakannya jadi bagaikan sahur saja rasanya.
 
Saat pesawat lepas landas, aku sudah mengantuk berat. Tapi, karena masih ada keharusan untuk menunggu si nasi Padang dihidangkan, kantuk kutahan. Ah, sebenarnya yang membuat mataku tetap melek adalah antisipasi yang penuh semangat akan kehadiran si nasi Padang itu!
 
Nasi Padang Uda Ratman pun akhirnya muncul juga. Isinya sama persis dengan yang kumakan saat keberangkatan. Termasuk sepaket kecil kerupuk udang. Hihi…, sambil makan dengan semangat meski terkantu-kantuk, aku berpikir memangnya ada ya cabang warung Uda Ratman di Perth. Hahaha..., tak usah dibahaslah soal ini.
 
Selesai makan, tanpa menunggu wadah nasi Padang-ku diangkat pramugari, aku langsung tidur. Baru bangun saat menjelang pesawat mendarat di Bandara Sukarno Hatta Cengkareng.
 
Seru juga kalau dipikir lagi. Saat berangkat, nasi Padang yang kumakan bagaikan penanda tentang perpisahan sementara antara aku dan nasi Padang, yang termasuk makanan keseharianku. Pulangnya, nasi Padang kali ini seumpama sebentuk sambutan hangat untukku. Sebagai ucapan selamat datang kembali ke kehidupan sehari-hari ku. Kehidupan yang akrab dengan nasi Padang.   =^.^=
 
 
 
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.