Serbuk Nutrisari

Serbuk Nutrisari

Masa kecilku sangat dekat dengan bapakku. Bapakku seorang guru. Sepulang mengajar, bapak punya banyak waktu luang untuk bersamaku. Begitulah sehingga aku merasa lebih dekat dengan Bapak dibandingan dengan Ibu. Sebenarnya bapak termasuk tipe orang yang pendiam, tidak terlalu banyak bicara. Namun jika sedang denganku, beliau bisa menghabiskan waktu yang lama untuk mengobrol hal-hal yang bernada nasihat. 

Namun setelah dewasa, bekerja, merantau dan berkeluarga, rasanya berbeda. Jauh dari orangtua hanya bisa mengandalkan telpon dan video call untuk berkabar. Jika kangen Ibu, rasanya gampang saja bilang "Ibu, kangen, kapan-kapan kalo lagi nggak repot ke sini ya Bu" atau sekedar bilang "Kangen deh sama Ibu".

Sedangkan rasa kangen sama Bapak terasa aneh untuk diungkapkan apalagi mengingat karaker Bapakku yang pendiam. Bisa dibilang, kalo lagi di telpon Bapak itu nggak asyik lah. Saat ditelepon atau vidio call paling hanya sekedar "Bapak sehat pak?", "Bapak sudah makan malam belum pak?" dan kalimat tanya yang lain.

Pernah suatu ketika aku masih SD, diajak bapak belanja ke sebuah warung. Aku melihat warung itu menjual nutrisari. Nutrisari bungkusnya warna oren bergambar jeruk. Duh, sepertinya nikmat sekali ya nutrisari. Akhirnya aku minta dibelikan nutrisari dan bapak membelikannya.

Di warung itu juga kemasan nutrisari kubuka dan kutuang serbuknya ke tangan lalu kujilat.

Bapak melihatnya lalu heran, "Itu nutrisari ya harusnya diseduh pake air es biar enak..bukanya dijilatin serbuknya gitu". Namanya juga anak-anak, aku tetap asyik aja melanjutkan makan serbuk nutrisari.

"Enak ini pak, asem asem gitu tapi seger"

Bapak cuma membiarkan, mungkin pikirnya biarin ajalah lagian yang dimakan serbuk nutrisari bukan serbuk aneh-aneh, misalnya serbuk semen atau serbuk besi, wkkk.

Belum lama ini, di usiaku yang udah 30an, ngelihat nutrisari di warung kok pengen nyobain lagi ya. Sebagai ekspresi kangen pada bapak yang sulit tersampaikan, aku beli lah nutrisari. Sesampai rumah kuulang lagi kejadian makan serbuk nutrisari itu. Ku buka kemasannya, tuang serbuknya ke tangan, lalu jilat serbuknya. Kayaknya bener kata bapak waktu itu, nutrisari enaknya diseduh air es. Dijilat gini kurang enak.

Tapi tunggu, aku cuma pengen mengulang sensasi kangen bapak, coba kujilat lagi, tuang ke tangan, jilat lagi, begitu berulang.

Kali ini rasanya bukan asem seger. Kali ini rasanya ada sedikit asin.

Oh, serbuk nutrisari di mulut sudah terseduh oleh tetesan air mata.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.