Perjalanan orang Kampung ke Jakarta

Setelah 12 tahun bekerja di 2 perusahaan dan hanya bisa kebeli sebuah motor, Puji Syukur kepada TYME akhirnya setelah keluar kerja dan berbisnis sendiri malah bisa beli mobil Ayla dengan rekomendasi warna standar untuk pemula: Silver! Ah senangnya hati ini.. Bangga dong akhirnya bisa beli mobil dari hasil kerja sendiri. Setelah melengkapi persyaratan dan bayar DP-nya ke dealer mobil, buru-burulah saya dan istri memenuhi persyaratan akhir: belajar mobil supaya bisa dapat SIM, ahahaha... Iya beneran, kami beli dulu mobilnya baru belajar nyetir mobil.. Gemesh!!
Akhirnya setelah mobil datang, belajar nyetir mobil pun dilanjutkan. Saya baru ngerti kenapa buat pembeli mobil pertama selalu direkomendasikan warna Silver. Pertama karena kalau kotor nggak terlalu terlihat, lalu catnya paling murah! Catnya? Iya betul.. karena mobil pertama pasti bakal sering nyerempet / nabrak sesuatu. Betul saja, 1 bulan pertama pemakaian, 4 sisi mobil udah ada tanda goresan dan penyok-penyok. Nabrak bemper angkot lah, nyerempet tembok lah, dlll (baca: dan lah lah lainnya)
Waktu pun terus berlalu, dan nyetir pun makin pede sampai akhirnya istri saya bilang, "Kita ke Jakarta yuk? Ada temenku married..". Duh, ini yang bikin kesel.. memang tujuan punya mobil supaya gampang bisa kemana-mana, tapi masalahnya adalah: nggak tau jalan! Belum pernah stir mobil dan masuk jalan tol dan belum pernah yang lain-lainnya. Jadi ini semua pengalaman pertama.. Kesel, ngeri, sekaligus pingin karena memang harus bisa! Dan akhirnya diputuskan, "Oke baiklah, kita berangkat!" Lewat mana jalannya, kita serahkan semua sama GPS! hahaha...
Akhirnya di hari H, sudah makan siang, cek kondisi mobil, mampir ke mini mart beli banyak cemilan dan air mineral (seperti mau piknik 3 hari), isi bensin, pompa ban, tuker uang receh dan tak lupa juga berdoa, berangkatlah kami sekeluarga tujuan Ritz-Carlton Hotel. Masuk lewat tol Pasirkoja, ambil karcis tol dan here we go! Pasang CD MP3, nyanyi2 sepanjang jalan tol biar nggak grogi.. Ternyata sepanjang jalan asik-asik aja tuh, nggak ada kendala sama sekali. Saya dan istri sama-sama pasang GPS di Hape masing-masing, karena takutnya kalau pakai satu hape lalu sinyalnya lemah dan GPS ga jalan, bisa nyasar entah kemana nanti. Tapi ternyata ketakutan dan kekhawatiran yang selama ini nempel di otak ternyata tidak terbukti. GPSnya bekerja dengan baik sekali. . Thank God! Dan akhirnya saat keluar tol (lupa nama tolnya apa.. ga pernah inget nama2 daerah di Jakarta), antrian mobil panjaang banget. Kata istriku, "Kenapa nggak masuk kesitu aja?" sambil menunjuk 1 gerbang tol yang sepi, cuma ada 2 mobil yang antri disana. Oh iya bener juga.. belok lah kita dan melaju ke gerbang yang bertuliskan besar-besar "GTO". Udah pegang karcis dan uangnya, "Mana orangnya, koq ga ada?" Celingak-celinguk cari petugas, ada petugas dari jauh teriak, "Punya kartunya nggak?", "Eh.. kartu apa ya? kami spontan berdiskusi", lalu saya geleng2 kepala. "Mundur!! Ini jalur khusus yang bayarnya pakek Kartu Tol".. Ya ampuun.. ternyata kami salah jalur, mana di belakang udah antri beberapa mobil.. MALUU!! Keliatan banget orang kampung pertama kali masuk ke Ibu Kota.. Memang saat itu kartu e-Toll belum diresmikan - mungkin baru satu atau dua tahun kemudian gerbang tol wajib pakai e-Toll - tapi di beberapa gerbang tol di Jakarta sudah disediakan. Ya kita mana tau? Kita khan orang Bandung? Cari pembenaran. ha.. ahaha
Sampai di Ritz-Carlton, ternyata hotelnya besar sekali ya.. Dan baru tahu kalau ternyata banyak yang married di waktu yang sama di beberapa ballroom sekaligus. Jadi sebelum masuk, harus memastikan dulu yang married ini siapa? Ntar salah masuk lagi kayak gerbang tol, duh..
Baidewei, gaya pernikahan di Jakarta itu juga ternyata berbeda dengan di Bandung. Kalau di Bandung khan biasanya yang nikah duduk di kursi pelaminan, menyaksikan para undangan yang sibuk pilih-pilih makanan lalu menunggu mereka pulang; Kalau di Jakarta yang nikahan justru mereka santai banget, mereka berjalan-jalan sambil menyapa tamu-tamu udangannya. "Ah asik banget ya? Jadi pengen nikah lagi.." selenting si otak dengan senyum sebelnya yang khas..
"YOU CAME.. Aww thank you very much!", Cipika-cipiki, foto-foto, ketawa-ketiwi, yaa.. gitulah ya gaya perempuan kalo ketemuan. Saya sih cukup kasih salam aja dan bilang selamat. Prosedur cowok simpel gitu aja khan ya.. Lalu cari makan. Tipikal gue banget kalo lagi kondangan: ga mau rugi, mana perjalanan jauh pula..!
Setelah jarum jam menunjukkan bahwa perut sudah makin buncit, berarti itulah waktunya bagi kami untuk pamit. Tapi sebelum pamit, kami minta arahan dulu ke yang married jalan pulangnya kemana. Karena teman istriku udah sering bolak-balik Jakarta-Bandung layaknya jalur kamar tidur-WC, dia ga perlu lagi GPS. "Aaah gampang, elo dari sini ke arah A, trus masuk ke B, ambil jalur kiri ya.. trus ke..bla bla bla.. penjelasannya cepet banget sampai2 si otak memotong pendengaran dan bilang, "Ah.. cuman 2 belokan: kanan-kiri, pake GPS pula, Aman!". Hanya penjelasan akhirnya aja yang saya ingat sampai detik ini. "Pokoknya kalau udah masuk tol Cikampek itu gampang, ga bakalan nyasar! Elo liatin aja papan petunjuknya.. trus km 67 nanti siap-siap belok kiri, masuk Tol Cipularang.. udah deh elo ikutin jalan aja terus!". Saya coba menghafal, "Masuk tol Cikampek, km 67 belok kiri ke Cipularang" Oke siap.. Kami menyalakan GPS di Hape masing-masing, lalu perjalanan pulang pun di dimulai.
Teknologi GPS itu memang hebat banget ya? Bisa tau harus kemana, berapa meter lagi kita harus belok, ambil jalur mana. Entah bagaimana kalau nggak ada teknologi ini, paling seumur-umur cuma berputar2 di Bandung aja.. Perjalanan pun lancar sampai akhirnya kita masuk ke jalan tol tujuan Bandung jam 20.30. "Tuh ada tulisan Bandung, berarti udah betul jalurnya", kataku. "GPS nya matiin aja gitu ya? Batere udah mau habis nih", kata istriku, "Lagian tinggal ngikutin jalur aja khan?". Saya lihat batere Hapeku juga tinggal 40%an, karena seharian ini kami berdua menyalakan GPS dan nggak menyangka kalau batere Hape akan cepat habis. Jadi kita sepakat mematikan GPS kami berdua, berhenti di Rest Area untuk memenuhi panggilan alam, isi bensin sampai full lalu berangkat lagi sambil ngobrol ngalor-ngidul dan mendengarkan lagu dari CD MP3 bajakan yang entah sudah berapa kali putaran.
Ternyata tol di malam hari itu penuh dengan Truk dan Bus. Sambil ngobrol bertiga, saya harus extra hati-hati dengan mobil2 besar tapi lincah ini. Saking fokusnya saya menyetir sampai lupa lihat sudah di kilometer berapa kita saat ini sampai pada satu titik saya melihat petunjuk bertuliskan "Cirebon".
"Cirebon? Koq Cirebon ya? Bandungnya kemana?" Sambil tetap fokus menyetir, mata melihat petunjuk kilometer: KM 68! Ya ampun, kelewatan! Bukannya belok kiri masuk ke Cipularang, kita malah lurus ke Tol Cikopo tujuan Cirebon! Saat itu tol Cikopo belum diresmikan, baru saja dibuat sehingga belum ada lampu penerangan. Cepat-cepat istriku menyalakan GPS di posisi batere yang tinggal 25%. "Walah siah, kita baru bisa muter di gerbang tol Palimanan, jaraknya 120km dari sini, bolak balik 240km. Itu baru sampe ke Cipularang, belum sampai ke Bandung!". "Tenang.. tenang..", saya berusaha menenangkan istri, yang sebenarnya sih mencoba menenangkan diri sendiri. "Ntar di Rest Area kita tanya ke orang jarak terdekat balik ke Cipularang lewat mana".
Nyetir mobil di jalan tol yang gelap gulita adalah sesuatu banget! Anakku yang baru kelas 3 SD udah mau nangis aja karena duduk sendirian dalam gelap di jok belakang. Saya coba menenangkan anakku dengan bercerita pengalaman saya waktu kecil yang lucu-lucu sambil berusaha menemukan Rest Area dan mengeluarkan semua cemilan yang ada. Damn! Ternyata Rest Area pun masih gelap gulita, masih setengah jadi.. Duh! Disitu saya menyesal kenapa dari dulu nggak beli power bank! Disitu juga saya meyakinkan diri harus beli charger mobil karena selama ini merasa nggak butuh. Oh iya, harus punya kartu e-Toll juga biar ga malu-maluin lagi. Haha.. Dan saat itu ada satu aja yang saya syukuri bahwa waktu mampir di Rest Area Cikampek, kita sempat isi bensin sampai full. Kalo nggak, mampuslah kita kalau sampai kehabisan bensin di jalan tol yang gelap gulita dengan ditemani Hape yang tanpa batere.
Jadi begitulah.. kami 1 mobil bertiga menembus kegelapan total tol Cikopo sepanjang 120km.. Sepanjang jalan saya berdoa supaya nggak ada hal yang aneh-aneh dan nggak ada yang ghoib-ghoib. Sampai ke gerbang tol Palimanan, bayar dan langsung putar balik menembus kegelapan lagi sepanjang 120km! hahaha.. Betul-betul pengalaman yang nggak akan pernah terlupakan.
GPS cuma dinyalakan sekali-kali karena takut baterenya habis. Itu pun nggak bertahan lama dan sampai akhirnya kedua batere Hape kami betul-betul habis sesaat sebelum akhirnya menemukan arah jalan yang benar ke Cipularang. Hati betul-betul lega setelah akrhinya sudah sampai ke tol Cipularang, padahal dari sana ke Bandung masih lumayan jauh. Tapi secara mental sudah nggak drop lagi karena sudah bisa melihat lampu dan ditemani banyak mobil. Batere anakku juga akhirnya habis dikalahkan oleh kantuknya daripada takutnya.
Seharusnya kami sampai Bandung dari Jakarta itu sekitar jam 22.00, tapi karena "mampir" dulu ke Cirebon, kami baru sampai rumah jam 02.00 subuh. Beberapa hari setelahnya istriku cerita ke temannya dan diketawain habis-habisan! Malam pertama dia dan malam pertama kami sepanjang jalan sama-sama tak terlupakan dan sangat menggoda, tapi godaannya sangat berbeda!
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.