PERJALANAN MIMPI (Always Grateful And Thankful)

"Ajarilah kami, menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana"

PERJALANAN MIMPI (Always Grateful And Thankful)
Memerdekakan mimpi, Central, Amsterdam 2015

Adakah yang masih ingat, nasihat orang tua atau guru saat kita masih kecil, "Gantungkan cita-citamu setinggi langit". Apakah anda seperti saya, punya cita-cita setinggi langit?, ayo coba diingat apa cita-citamu saat kecil? Kalau saya sejak kecil saya sudah tahu dan memilih, cita-cita saya menjadi ibu dokter dan pergi berkeliling dunia. Saya bahkan sudah bertekad, apapun yang terjadi, sebelum mati, saya pasti akan pergi ke Belanda-Amsterdam (dan negara-negara lainnya). Yes, Belanda tujuan utama saya, saya harus kesana suatu hari tidak hanya tahu dari berita dan belajar dari buku IPS saja. 

Orang tua, saudara, dan teman dekat saya semua tahu mengenai cita-cita saya, karena hanya itu yang mereka dengar, tidak pernah berubah. Saya sering digodain waktu kecil dan mungkin dianggap aneh, karena jarang ada anak kecil seperti saya, biasanya cita-cita mereka cuma satu dan berubah realistis seiring waktu. Tapi hal itu tidak pernah mengganggu, dan saya selalu senang kalau diajak mengobrol mengenai rencana masa depan, walaupun ujung-ujungnya saya selalu digodain.

Apakah anda merasa yakin bahwa cita-cita itu akan jadi nyata? Ya, saya selalu merasa yakin, bahwa cita-cita saya akan tercapai, karena masuk akal, dapat diraih, dapat terukur dengan kemampuan saya dan tentu saja nyata, bagaimana denganmu?. Masa sekolah saya diisi dengan kegiatan wajib sekolah dan membantu orang tua, bagaimana caranya memastikan cita-cita saya bisa tercapai? Saya berusaha untuk belajar setiap ada kesempatan, di sela-sela kegiatan membantu orang tua dan tentu saja memilih jurusan yang sesuai, saya mantap memilih masuk jurusan A2 (Biologi) saat naik kelas 2 SMA.

Pernahkah merasa ragu cita-cita itu takkan pernah jadi kenyataan?. Tentu saja, yang pertama pada tahun 1993 saat mengikuti UMPTN di Universitas Udayana, ternyata saya tidak lulus di Fakultas Kedokteran yang merupakan pilihan utama, malah diterima Fakultas Hukum. Masuk PTS di Surabaya atau kota lain mungkin bisa, tetapi tidak mungkin memberatkan beban orang tua lagi, karena tahun itu saya dan kakak saya sama-sama akan masuk PT, dan kakak saya kuliah di PTS. Fix cita-cita saya menjadi dokter tidak mungkin tercapai. 

Setelah lulus kuliah, saya bekerja di beberapa tempat yang tidak ada hubungannya dengan hukum dan akhirnya setelah menikah dengan berat hati  memutuskan tidak bekerja lagi. Ooops kalau saya menikah dengan seorang dokter, walaupun tidak menjadi dokter, saya masih bisa jadi ibu dokter, hahaha. No, tidak terjadi karena kenyataannya saya menikah dengan seorang Arkeolog. Pada saat itulah saya merasa bahwa, cita-cita saya sejak kecil itu hanya tinggal impian, tidak mungkin saya bisa jadi ibu dokter kan?

Dan yang kedua, mengenai cita-cita keliling dunia, karena sebagai ibu rumah tangga saya tidak mempunyai penghasilan, selain dari suami rasanya tidak mungkin menambah beban suami untuk membiayai perjalanan cita-cita kecil, kalaupun suami tidak keberatan, bagaimana biayanya? Bagaimana dengan kebutuhan rumah tangga dan lainnya. Saya sempat berpikir lupakan saja, lebih baik jalani hidup apa adanya; sedih memang dan saya memutuskan tidak akan mengungkitnya, walau tak pernah saya bicarakan lagi saya masih menyelipkannya dalam doa-doa saya.

Ternyata yang namanya pucuk dicinta, ulam tiba bukan sekedar peribahasa, semesta mendukung dengan caranya, pada bulan Juni 2010, saya diajak menemani tante dan om, ke Kuala lumpur dan semua biaya serta akomodasi (termasuk pembuatan passport dan uang saku) ditanggung. Saat meminta ijin keluarga, tidak seperti kekhawatiran saya semua berjalan mulus, suami dan anak tidak keberatan bahkan mendukung, dan lebih menenangkan lagi mama saya kebetulan di Denpasar langsung mengambil alih urusan anak. Kami berangkat pada bulan Agustus 2010, sesuai harapan, semua urusan lancar dan dimudahkan.

Perjalanan pertama, disusul perjalanan-perjalanan berikutnya, yang membuka hati dan mata saya bahwa tidak ada yang mustahil, ketika kita mau menyerahkan semuanya kepada Tuhan, jalan akan terlihat, percaya saja. Saat saya berulang tahun 2014, saya mendapat surprise tiket return Denpasar - Frankfurt - Denpasar dari adik dan ipar saya, mau pingsan rasanya saat membuka amplop berisi tiket bertuliskan nama saya. Hanya syukur dan terima kasih yang masih bisa saya panjatkan dalam hati, kepada Tuhan, suara saya sampai hilang saat memastikan ini semua bukan mimpi, Amsterdam, i'm coming...

Tak disangka, saat saya ke konsulat untuk pengecekan kelengkapan dokumen sebelum berangkat ke Jakarta untuk pengurusan visa, ternyata ada perubahan kebijaksanaan, saya diinfo tidak perlu mengurus ke Embassy di Jakarta, tapi boleh mengurusnya di Konsulat Jerman, di Denpasar. Kemudahan ini seperti bonus tambahan, prosesnya sangat mudah dan cepat, dibantu staff yang sangat ramah saya langsung diwawancarai. Visa perdana saya di approve 2 minggu kemudian, bisa dibayangkan betapa bahagianya, karena seingat saya visa adik saya yang pertama sempat di tolak dan baru di approve pada pengajuan kedua.

Perjalanan ke Eropa bulan Juli - Agustus 2015, dimulai dari Denpasar, Kuala Lumpur, Franfurt; selain ke Jerman, kami mampir ke Belanda, yang tentu saja dengan tujuan utama Amsterdam dan kemudian melanjutkan ke Swiss. Satu hal yang tidak putus saya panjatkan adalah doa Syukur dan terima kasih, saya masih diberi kesempatan hidup dan menyadari betapa baiknya Tuhan kepada saya. Pasti, teman-teman tidak percaya kalau saya cerita, semua perjalanan saya ke luar negeri hampir setiap tahun, kadang dalam setahun bisa lebih dari sekali, adalah perjalanan gratis, semua tiket dan akomodasi gratis. Saya membayar semua itu hanya dengan ucapan terima kasih. 

Perjalanan demi perjalanan mengajarkan saya, tidak ada alasan untuk membunuh mimpi, hiduplah di alam nyata dan tetaplah bermimpi, jangan meremehkan kekuatan doa, tetaplah percaya. Saya bukan orang yang selalu optimis dan positif, perasaan negatif dan pesimis sering mampir di pikiran saya, tapi saya belajar untuk diam memberi waktu kepada diri sendiri untuk berpikir hal-hal baik dan memahami. Hidup saya tidak selalu mulus dan mudah, dengan belajar memaafkan dan bersyukur, beban hidup terasa lebih ringan dan bahagia; saya juga belajar mencintai diri sendiri dan orang lain sehingga bisa menerima keadaan apa adanya. Tidak lupa untuk belajar berterima kasih pada waktu dan hidup sehingga mengurangi keluhan dan lebih enjoy. Joke adik saya adalah, "Hanya satu orang aneh di dunia ini dan itu kamu", dan seperti biasa saya membalas, "Hanya satu orang normal di dunia ini dan itu kamu". 

Saya mempunyai tiga orang anak, saya memberi kebebasan kepada mereka untuk memilih cita-citanya dan mendorong mereka untuk percaya pada kemampuan diri dan belajar dari siapa saja dan apa saja. Terbersit pikiran, kalau anak saya ada yang menjadi dokter, hahaha...

 

"A journey of a thousand miles must begin with a single step"- Lao Tzu

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.