Penjual Bendera di Depan Rumah Saya

Penjual Bendera di depan Rumah Saya.
Hidup memang tidak cuma berisi soal yg penting dan mendesak, tetapi juga berisi rasa Iba dan tak enak hati. Saya mendapatkan kalimat itu dari sebuah buku, tetapi saya lupa judulnya. Dan itulah yang terjadi hari ini. Melihat seorang tua di siang yang terik dengan mendorong dagangan bendera-bendera, membuat saya jatuh rasa Iba, ini adalah pemandangan yang tak mengenakkan, apalagi ia berhenti tepat di depan rumah saya.
Punggung orang tua ini sudah melengkung. Keriput merajalela di sekujur kulit tubuhnya. Matanya yang buram pasti tersika dengan panas yang terik ini. Dagangannya masih terlihat penuh, pasti belum laku satu pun. Ya, memang semua rumah di kampung saya sudah memasang bendera sejak awal bulan Agustus ini, tak terkecuali saya sendiri. Jadi, hampir tidak mungkin ada yang membeli bendera lagi. Dari pertimbangan ini, menjadi penjual bendera yang telat seperti ini adalah sesuatu yang salah perhitungan.
Saya membayangkan bagaimana bila orang tua ini datang dipaksa oleh keadaan? Nasib yang memaksanya berjualan keliling mendorong gerobak berisi bendera. Karena jika saja nasib baik memihaknya, orang setua ini pasti lebih cocok tinggal di rumah dikelilingi anak dan cucu sambil menghabiskan umur sebagai pensiunan yang manja. Seharusnya kini ia ganti menikmati pelayanan anak-anaknya yang sudah mandiri dan sukses pula. Jika punya permintaan, anak-anaknya akan saling berebut memenuhi. Jika ingin bepergian, cukup memberi perintah dan seluruhnya akan bahagia menjadi pengantarnya. Itulah hari tua yang kita bayangkan.
Saya bukan sedang ingin sok mulia jika kemudian berniat ingin membelinya. Toh harganya murah saja untuk sebuah bendera yang penuh makna. Hanya sekedar ingin meringankan beban Pak tua ini mendorong gerobaknya. Apalagi setiap kebaikan yg kita perbuat hasilnya memang cuma lari ke dalam hati kita sendiri. Saya pernah mendengar jika Kebaikan-kebaikan kecil seperti ini memang menyehatkan hati.
Tetapi untuk membeli sebuah bendera lagi, apa nanti kata istri saya? Ini akan dianggapnya kemubadziran. Setiap selesai Agustusan bendera-bendera itu selalu dicuci dan kemudian disimpan rapi untuk digunakan lagi tahun depan. Selalu begitu hingga bendera di rumah kami selalu terlihat baru.
Dan untuk berdebat dengan istri adalah satu hal yang selalu saya hindari. Sejak awal saya sudah menyadari bahwa saya tidak akan mencari istri untuk saya jadikan lawan debat atau orang yang bisa saya paksa untuk menyukai semua hal yang yang saya suka.
Saya tidak tahu apakah suami istri itu harus selalu cocok dalam segala hal atau harus selalu bertentangan dalam banyak hal. Istri saya selalu rapi baik dalam hal pengeluaran uang atau apapun, sementara saya memang agak teledor. Istri saya menyukai lagu-lagu yang saya tidak menyukainya. Istri saya menyukai makanan yang saya melihatnya saja sudah mual. Istri saya tak mudah jatuh iba pada orang yang baru dikenalnya, dan saya sebaliknya.
Ah, kenapa saya jadi ngelantur?
***
Siang sedang menyengat, tetapi teriknya seperti mereda ketika tiba-tiba Pak RT datang membeli beberapa buah bendera. "Buat dipasang di lapangan tempat lomba besok," katanya. "Bendera-bendera yg sudah lusuh diganti saja dengan yg baru biar lebih cerah warnanya. Demi menyambut ulang tahun Negara, setiap tahun beli bendera baru nggak apa-apa kang!" Katanya.
"Alhamdulillah...,setuju Pak!" Kata saya lega.
Ah, terbebas sudah rasa iba saya pada Pak tua penjual bendera ini. Seandainya saja Pak RT tidak datang dan memborong bendera-bendera itu, pasti saya akan didera rasa bersalah sepanjang hari ini. Membiarkan seorang tua renta yang sedang berjuang demi keluarganya tanpa kontribusi apapun. Dan sekarang, Pak tua ini pasti akan pulang dengan senyum mengembang dan hati yang gembira, seperti tentara yang sudah menang perang.
Dengan modal kegembiraan yang sama, saya dan Pak RT kemudian berbincang sambil menikmati kopi dari teras rumah. Suara istri saya dari dapur seketika mengagetkan kami. Ia membawa semangkuk sayur pare ke meja makan dan mempersilahkan kami makan.
Sayur pare? Astaga, bagi saya pare bukanlah sayur tapi siksaan!
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.