Opor Ayam Ibu
![Opor Ayam Ibu](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_5eca633e37b86.jpg)
Hidungku kembang kempis, aroma ini sangat aku kenal, dia datang setahun sekali saat menjelang lebaran. Jika aroma sudah sedemikian kuat, tandanya sudah hampir matang.
Dan aku masih di sini habiskan waktu.
Ibu pernah bilang, anak perawan diam saja. Kalau sudah ikut di dapur hanya buat dapur ibu makin berantakan aja.
“Bu, anakmu ini nanti tidak perawan lo.”
“Lah iya kan nanti, sekarang masih perawan kan ndo?”
“Gusti…..masih lah bu, bukan perkara aku masih atau nda perawan ibu.”
“Lantas perkara apa?”
“Perkara berantakin dapur ibu.”
Kubiarkan ibu di dapur,kuteruskan membaca. Kebetulan ada satu buku yang di titipkan Hario untukku. Katanya kalau kangen baca saja bukunya, dia ada di setiap halamannya.
“Kamu ngapain sih Sekar, buku sampai nungging begitu. Pantatnya rusak?”
“Engga..”
“Lah terus kamu cari apa? Uang nyelip?”
“Cari Hario bu.”
Ibu toyor kepalaku.
“Ih ibu nda sopan. Kepala anaknya kok ya di toyor.”
“Lagian cari pacar di dalam buku. Memang Hario itu sejenis binatang reptil yang bisa menipis badannya?”
“Dih, emang iya Bu kalau binatang reptil bisa menipis badannya mengikut benda yang ditempelinnya.”
“Mana ibu paham, tanya bapakmu, lebih paham kayaknya. Bapakmu kan bekas binatang reptil.”
Hahaha, itulah ibu. Kalau bicara kadang sangat asal jeplak saja. Kalau tidak paham dan kenal betul pasti akan mengira ibu tidak waras. Gara-gara bapak suka senyum sembarangan ke setiap orang, dikira bapak buaya. Padahal kan iya. Eh…
Kangenku tidak berubah, yang ada malah berbalik sebal karena sudah seminggu tidak ada kabar dari Hario.
Kuputuskan menutup buku. Biar bayangan Hario ikut tertutup bersamaan dengan halaman yang sudah enggan kubuka.
Bergegas kutemui sumber bau yang mengusik, dari tadi berani sekali dia tepuk-tepuk lubang hidungku. Bau khas aroma yang ibu buat sungguh sangat menggugah selera.
Ibuku memang luar biasa, karena anak-anaknya jauh dan memang sangat jarang bisa berkumpul bersama maka moment seperti ini dimanfaatkan betul sama ibu.
Kata ibu, memasak itu nda perlu kuliah, nda perlu belajar karena akan percuma. Semakin kamu biasakan memasak maka suatu saat kamu akan paham bagaimana caranya memasak yang benar.
Terserah deh sama ibu. Hidungku sudah makin membesar karena bau yang menusuk hidung semakin dalam. Penasaranku makin besar , apakah lidah ibu masih baik untuk memasak masakan terbaik sedunia?.
Kujelajahi taman belakang yang sudah ibu siapkan, tempat ini sengaja ibu siapkan karena hanya aku satu-satunya anak ibu yang bila mudik akan habiskan waktu membaca buku, otak-atik handphone, habiskan kue lebaran ibu dan menunggu kabar dari Hario. Lelaki istimewaku.
Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, aku belum dzhuhur dan saudaraku yang lain belum sampai rumah ibu. Selama pandemi Corona ini, jarang kami bertemu. Hanya tinggal aku yang kebetulan ada pekerjaan di Bandung, hingga saat instruksi WFH diberikan, aku sudah bersama ibu, ada ibu dan ada pahlawan yang suka ibu nyinyirin yaitu Bapak.
Berdiri lalu duduk lagi, berdiri lalu….
Ya sudah hidungku makin tak sabar dengan aroma yang makin kukenal.
Bau harum dari dapur menggelitik bulu-bulu hidungku. Bibir dan hatiku main tebak-tebakan, wangi apakah ini?
Tepat, wangi opor ayam. Jarak 10 meter aroma ini semakin tajam. Opor ayam buatan ibu memang tiada duanya. Opor ayam pula yang membuat suasana lebaran di keluarga kami semakin kental.
Dapur pengap oleh aroma yang saling beradu yang berasal dari aroma jahe, lengkuas, daun jeruk, santan dan tentunya aroma daging ayam yang mengeluarkan minyaknya.
Uhhhh, lidahku sudah menari-nari dari tadi, air ludah sudah menetes. Parah ibu, bisa-bisa aku tak tahan menahan lapar hingga bedug magrib tiba.
Kali ini bukan saja hidung yang terusik, tapi juga mata. Tak terasa air mata mengalir deras.
Di sana, di dapur sana rupanya bukan ibu. Pantas saja ada aroma yang tidak hadir, aroma bawang goreng.
Ibu tak pernah lupa menabur bawang goreng di atas opor ayam yang akan disaji di meja.
Puluhan biji bawang merah bapak cincang sampai menangis-nangis. Katanya tanpa bawang goreng, opor ayam tak akan sedap dihidang dan disantap. Biasanya sambil menggoreng bawang, ibu akan bercerita tentang kehidupan si bawang goreng.
“Sekar, bawang ini menyebalkan, dikupas bikin nangis, ditangan bikin bau tapi ketika sudah digoreng dan disaji akan hilangkan keburukannya. Semua memuji nikmatnya bawang goreng ini. Itu pula kehidupan. Jangan pernah takut untuk dinilai buruk. Kamu, yang tahu betapa hebatnya kamu hari ini dan suatu saat.”
Baik Bu, aku paham. Aku datang besok ya Bu. Akan kupakai baju terbaik yang kau siapkan untukku, akan kubawa bunga kesukaanmu dan akan kubawa jutaan doa untukmu.
Aku kangen bu…..
#Bandung 24 Mei
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.