Mungkin Ini yang Namanya Jenuh

Terlalu banyak diantara kita yang lari dari apa yang kita kerjakan sekarang dengan dalih bukan passion. Tapi, apakah kita sebenarnya sudah menemukan passion itu? Atau kita yang memang sudah jenuh?

Mungkin Ini yang Namanya Jenuh
Mungkin memang bukan passionku. Atau aku hanya jenuh?

"..sebab kau terlalu indah dari sekedar kata" tetiba telinga ini menangkap sebaris lirik yang terucap dari sebuah lagu yang diputar dari ruang central control. Lagi riweuh begini kok bisa-bisanya telinga ini. Auk ah.

Hari ini cukup padat. Dapat tugas on duty sejak pagi. Kerjaan utama belum selesai semua. Tim yang datang cuma aku dan satu anggota. Satu lagi sedang libur. OFF day. I love OFF day. Hahahahaha

Anyway, namaku Dea. Tahun ini menandai enam tahun perjalanan karirku di bidang perbankan. Well, hampir enam tahun. Sejak masuk aku ditempatkan di bagian supporting. Back office mereka menyebutnya. Sempat melakoni tugas di divisi lain hampir setahun tapi ujungnya ya balik lagi ke supporting. Aku merasa tidak terlalu kompeten di divisi yang lain. 

Hari ini aku sengaja izin pulang lebih awal. Hmm sebenarnya sudah memenuhi jam kerja sih tapi entah kenapa kok jadi aku harus lapor dulu untuk ngambil hakku sendiri. Sebel. Aku izin karena ada perlu. Begitu alasanku ke atasan. Aku bukannya bohong. Badan ini berasa kurang enak juga. Entah kenapa bawaannya pengen sendiri. Memikirkan hal yang indah-indah. Seindah dapat beasiswa master ke luar negeri. Ngarep. Keluar dari kantor, langit biru masih cukup terang. Ya Tuhan, indah sekali. Bukan aku berlebihan, tapi serius. Aku pas ngantor jarang menikmati pulang sore hari maka sore tadi sungguh istimewa. Batinku bersyukur.

Sepanjang perjalanan aku terus melihat ke lalu lintas sekeliling. Ruwet pikiran akan pekerjaan dan harapan berusaha merasuk kedamaianku sore ini tapi aku tetap fokus. Sesekali ojek online yang aku tumpangi berhenti. Macet. Biasa, jam pulang kantor, semua mau cepat sampai di rumah. Terbayang jurusan yang aku ambil waktu kuliah dulu. Andai aku ambil Sastra Inggris.. mungkin sekarang aku sudah jadi dosen. Teman sebayaku beberapa sudah jadi dosen, malah sudah ada yg doktor. Iri? Hmm tidak sih. Aku tidak gampang iri pada pencapaian seseorang, tapi kalo dibilang aku terpecut, pastinya yes. Aku merasa diriku cukup dekat dengan dunia pendidikan. Kedua orangtuaku pendidik. Salah seorang adikku juga. Entah kenapa dengan pekerjaanku sekarang kok aku malah lain sih? Agak lain memang.. 

Sesampai di rumah kubereskan semua perlengkapanku. Sejam kemudian aku sudah merebahkan diri di kamar. Tak lupa secangkir kopi campur krimer kuletakkan di meja. Rencananya aku mau mengecek beberapa lowongan kerja, siapa tahu nanti perhatianku berpaling pada drama Korea, aku sudah siap dengan minumanku. Hihihi..

Benar saja. Belum satu jam aku berselancar di dunia maya, cuplikan drakor sudah mengganggu perhatianku. Dalam hitungan menit mataku sudah melek dengan adegan keluarga kaya raya yang sedang menerima tamu seorang putri dari keluarga sederhana yang notabene calon istri pilihan sang putra kebanggaan.

Sejenak aku menguap. Sepertinya aku akan tahu jalannya cerita ini. Fokusku teralihkan lagi dengan kejadian siang tadi di kantor. Bisa-bisanya Pak Bos memintaku membuat laporan serumit itu mengandalkan komputer selow dalam waktu kurang dari satu jam. Mungkin dikiranya aku punya kekuatan super. Terngiang kata-kata Yanti, teman seangkatanku pada saat perekrutan. "Perusahaan nih, makin kesini kok makin kesana yak?" Benar juga pikirku.

Kami sudah hampir enam tahun di perusahaan ini tapi belum pernah merasakan yang namanya naik gaji apalagi bonus, seperti rekan lain yang lebih senior. Febi, teman seangkatanku yang lain, menimpali. "Iyah. Bukannya apa-apa nih. Salah satu tolak ukur tumbuh dan berkembangnya suatu usaha ya dari cara perusahaan memberi gaji. Kalo gaji segitu aja dari tahun ke tahun ya berarti bisnis gak tambah besar dong. Kerjaan doang tambah buanyak." Aku dan Yanti hanya melongo saja mendengar opini Febi.

Sudah beberapa tahun ini kami memang merasa 'it's not our passion'. Selain karena ini jauh dari jurusan saat kami kuliah dulu, realita dunia perbankan ternyata 'gilak juga'. Maka jadilah kami trio yang bawaannya saling menyemangati satu dengan yang lain. Oh yah, aku lupa. Walaupun kami satu angkatan perekrutan tapi pekerjaan kami beda divisi dan beda kantor penugasan. Yanti divisi supporting juga tapi lebih ke bagian procurement (pengadaan barang). Febi bagian front office, kontak langsung dengan nasabah.

Beberapa kali sudah aku utarakan pada mereka sepertinya beban kerja ini mulai makin berat tapi yang lebih parah karena aku mulai merasa aku seharusnya ada di tempat lain, di bidang lain, di bidang yang kusukai dan kukuasai. Bukannya aku tidak bersyukur tapi peribahasa yang bilang 'cintailah pekerjaanmu maka pekerjaanmu akan mencintaimu' kayaknya tidak nampol deh ke aku. Begitu biasanya aku menggerutu. Hahahaha. Atau mungkin ini yang namanya jenuh?? (Bersambung)

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.