BRAHMA DAN KASUSNYA: TRUK TANPA PENUMPANG

"Sebuah truk pengangkut hasil panen ditemukan di sebuah jalanan berbatu, jauh dari jalan utama. Supir dan kernet, hilang!"

BRAHMA DAN KASUSNYA: TRUK TANPA PENUMPANG
Sebuah truk di daerah perkebunan Lampung

Tak ada yang tahu bagaimana ceritanya truk pengangkut hasil kebun warga desa Batu Jajar itu bisa berakhir disini, jalanan sepi dekat hutan, 10 kilometer dari jalan utama. Ditemukan dalam kondisi masih menyala, tanpa supir maupun kernetnya. Truk jenis Colt Diesel Double ini baru empat hari lalu mengangkut hasil panen singkong seberat 3,9 ton.

"Lapor, Pak. Sinyo nama supirnya, 52 tahun, kata bosnya sudah delapan tahun bekerja jadi supir ekspedisi, Pak." Pandi membaca beberapa kertas laporan yang ada di tangannya. Reserse muda ini berdiri di samping seniornya, Brahma. Brahma bertubuh gempal, wajahnya persegi, hidungnya bengkok, tahi lalat di pelipis mata kirinya, dua garis luka sayat ada di dagu kanannya menambah keseraman tatapannya, rambutnya cepak ala military cut dan usianya sekitar 50-anTangan Brahma memutar-mutar cerutu di tangannya, sesekali menghisapnya. Ia masih mendengar penjelasannya juniornya sambil melongok ke bawah kolong truk. "Kalo kernetnya?".

Pandi segera sibuk membalik-balik kertas di tangannya. Pandi ini berwajah tampan, tubuhnya sedang, tinggi di atas rata-rata, wajah berbentuk hati, alis hitam tebal, rambutnya bergaya French Crop, matanya mungil, bibir tipis dengan wajah lugu yang memperjelas tampilannya sebagai junior. Usianya sendiri baru 27 tahun. "3 tahun, Pak." jawabnya sambil menutup kembali kertas tersebut. "Namanya?" tanya Brahma. Pandi panik, dia membalik-balikkan lagi tumpukan kertas di tangannya, mencoba mengingat di halaman berapa ia tadi membaca keterangan soal kernet tersebut.

Brahma berjalan menuju pintu supir yang telah terbuka, Pandi mengikuti sambil terus melihat-lihat kertas tersebut. Beberapa anggota kepolisian telah menutup area tersebut dengan garis kuning, mereka meminta warga yang berkumpul untuk mundur. Rupanya berita temuan truk tersebut telah tersebar di sekitar wilayah tersebut. Wartawan juga telah datang namun masih ditahan agar tidak mengganggu proses penyelidikan.

Brahma melongok ke arah kursi supir yang agak tinggi, kakinya agak diangkat. Ia tak berani naik ke atasnya, takut mengkontaminasi area tersebut sebelum petugas lain mengambil sample atau sidik jari. Truk ini memang seharusnya sampai di tujuan dua hari lalu tapi lost contact dan ditemukan oleh seorang petani saat sedang melintasi jalanan yang terkenal sepi ini, jalan tempat setan tidur kalo istilah warga sekitar.

"Namanya Tobias, umur 18 tahun, Pak." 

Brahma menoleh ke juniornya yang jauh lebih tinggi darinya, Pandi agak salah tingkah dilihat seniornya, ia segera melihat ke dalam truk tanpa harus mengangkat kaki seperti seniornya tersebut. "18 tahun?". Brahma tahu para supir biasanya memperkerjakan kernet yang usianya lebih muda tapi tak terpaut jauh seperti ini sebab mereka juga butuh teman ngobrol di sepanjang perjalanan. Perbedaan usia sebesar ini biasanya cukup dihindari karena akan menyulitkan untuk melakukan komunikasi. Brahma diam sejenak, melihat ke arah ban depan, menyusuri jejak ban tersebut ke ban belakang sampai ke arah belakang truk.

Ia berjalan menuju bagian belakang truk, dilihatnya jejak ban truk tersebut masih segar di tanah berlumpur yang telah mengering. Brahma mulai berjalan menyusuri jejak ban tersebut, Pandi mengikutinya, air mukanya menyiratkan beragam tanda tanya. Meski kadang kurang memahami apa yang dilakukan seniornya tersebut namun sebagai junior, ia hanya bisa diam mengikuti.

Brahma berhenti. Melihat pola jejak-jejak tersebut, Brahma merasa aneh, supir truk berpengalaman tidak akan membawa truk kesana-kemari dengan pola zig-zag sementara jalanan tersebut masih bisa dilalui dengan berjalan lurus mengikuti jalur yang ada. Ia membayangkan bahwa truk itu seperti berjalan cepat tapi ngepot kesana-kemari, tidak lurus, seolah sang supir panik atau supirnya tidak ahli menyetir. Dikejar perampokkah? Terburu-buru hendak melarikan truk ini ke suatu tempat? Nyasar?. Pikiran Brahma berteori kesana-sini. 

"Coba telepon bosnya, tanyakan apakah Tobias bisa menyetir mobil truk juga atau tidak?"

"Siap, Pak."

Pandi menjauh sedikit, Brahma berdiri sekitar 10 meter dari truk, mengamati bekas jejak ban yang ditinggalkannya lalu menoleh ke arah truk. Dilihatnya bagian belakang truk tersebut, terpal yang biasanya digunakan untuk menutupi singkong-singkong tersebut sudah tidak ada di atasnya, hanya menyisakan tali-talinya. Atau memang truk ini tanpa terpal penutup?

Di pintu belakang truk tergambar lukisan pemandangan desa dengan beberapa rumah yang berada di bawah sebuah bangunan, kuil tua sepertinya. Brahma cukup tau ini karena ia berasal dari wilayah yang dipenuhi kuil-kuil Hindu semacam itu meski ini agak berbeda dari kuil yang biasanya ia lihat. Lukisan tersebut sudah agak pudar. Sedang di bagian kiri atas, terdapat huruf-huruf sansekerta yang dibawahnya tertulis sebuah kata, jaghana. Brahma membuka HP-nya, diketiknya sesuatu seperti mencari makna tulisan tersebut. 

Pandi mendekatinya, "Lapor, Pak. Tobias belum bisa menyetir, Pak.".

Bola mata Brahma melebar saat mendengar hal itu, ia buang cerutunya dan berlari menuju pintu belakang truk.

"Cepat, buka pintu ini!"

Pandi tampak kebingungan, anggota kepolisian lain mendatangi mereka.

"Ijin, Pak. Apa tidak menunggu tim labfor, Pak?"

"Tenang, saya tahu apa yang saya lakukan, cepat!".

Mereka membantu Pandi membuka bagian belakang truk. Gerendel pengancing bak belakang ditarik dan begiitu pintu belakang diturunkan mereka berlarian kesamping menghindari hamburan singkong-singkong yang menggelinding berjatuhan. Debu berterbangan, terdengar suara batuk disana-sini, cuaca hari itu memang agak terik khas daerah Lampung.

Tangan kanan Brahma menutupi hidungnya dengan saputangan, sementara tangan kirinya menghalau debu-debu tersebut. Setelah reda kepulan debu tersebut, Brahma mendekat ke bagian belakang truk, para polisi lainnya termasuk Pandi, mengikuti. Dari tumpukan singkong yang masih berada di bagian belakang truk, menyembul ujung jari kaki manusia. Kukunya kehitaman dan keriput. Sontak mereka kaget, dua orang polisi segera naik dan bahu-membahu menyingkirkan singkong-singkong tersebut secara estafet dengan polisi-polisi di bawahnya.

Brahma hanya melihat saja dari bawah, Pandi yang hendak maju membantu, ditahannya. Brahma menggeleng, Pandi mengangguk lalu mundur dan kembali berdiri di samping Brahma. Mereka menunggu.

"Jika benar tebakanku, itu adalah mayat.."

"Supirnya! Ini supirnya!" teriak salah satu anggota polisi. "Tapi, Pak.. ini," polisi itu melihat ke arah mayat lalu menoleh ke arah Brahma. Brahma segera berjalan mendekat, Pandi mengikuti dan membantunya naik ke atas truk. Sesampainya di atas truk, Brahma melihat bahwa dari pakaiannya dan rupanya memang masih dikenali bahwa itu adalah sang supir alias Sinyo tapi yang aneh, seperti dugaannya.. tubuhnya mengering.

Pandi melompat dan berdiri di bagian belakang truk, segera ia terkaget melihat mayat tersebut. Bagaimana mungkin mayat yang kemungkinan baru meninggal satu atau dua hari lalu ini sudah dalam kondisi mengering, tidak ada jejak bercak darah, tidak membusuk apalagi membengkak. Benar-benar kering dengan kulit membalut tulang saja, tanpa bau apapun, gila!

Sejam kemudian, Brahma kembali asik menghisap cerutunya sambil duduk-duduk di bawah batang pohon yang telah tumbang. Mayat Sinyo telah diturunkan dari atas truk. Pandi menghampiri.

"Lapor, Pak. AKP Bambang telah datang, Pak."

Brahma melirik, dari jauh dilihatnya Sang Kapten sedang diserbu para wartawan dan warga, beberapa petugas labfor dan sidik jari juga sudah datang. 

"Kasus ini, tidak bisa ditangani oleh kepolisian saja." ucap Brahma, "Apa yang dialami oleh Sinyo dan Tobias adalah sesuatu yang sulit dijelaskan secara nalar.". Pandi diam seolah mengamini hal itu, dia sendiri juga masih kebingungan dengan kasus ini. Mayat tertumpuk di dalam singkong, truk berada berkilo-kilo dari jalan utama, kernet menghilang dan yang paling aneh, mayat mengering secara cepat. Ini ngga masuk di akal ataupun ilmu-ilmu yang dipelajarinya semasa ia bersekolah di akademi kepolisian dahulu.

"Tadi aku sudah mengambil foto bagian belakang truk, sudah kukirim ke dirimu, coba cari tahu makna lukisan di belakangnya dan kaitannya dengan huruf sansekerta yang ada di lukisan tersebut, besok saya tunggu laporannya." Brahma menekan cerutu ke batang pohon, mematikan apinya.

"Siap, Pak! Bapak tidak menemui AKP dulu?" 

Brahma melirik lagi ke arah Kapten Bambang yang masih dikerumuni wartawan dan warga, lalu ia berdiri sembari menepuk-nepuk debu yang menempel di baju dan celananya.

"Aku harus memberi makan kucing-kucingku."

Brahma berjalan pergi. Pandi tak kaget dengan perilaku aneh seniornya ini, ia memang istimewa di angkatannya meski sulit dipahami. Cara kerjanya terbilang nyentrik, itu sebabnya ia tak sembarang bekerjasama dengan orang lain. Bagi Pandi, kebanggaan sekaligus tantangan bekerja dengan seniornya tersebut. Kini ia harus cari-cari alasan lagi bila Kapten menanyakan keberadaan Brahma.

"Pandi!"

Pandi terkaget, ia menoleh ke arah suara tersebut, ternyata Brahma.

"Ya, Pak."

"In omnia paratus!"

Brahma melambai lalu kembali berjalan ke mobil Jimny hijau army-nya, Pandi balas melambai.

"Bersiap untuk apapun yang terjadi." gumam Pandi sembari mengangguk pelan.

 -------------------------------------------

Jakarta, 25 Juni 2023 (Yohanes Gatot Subroto)

Terima kasih sudah membaca.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.