MIE AYAM AYU

Kita panggil dia Ayu. Gadis awal dua puluhan yang bertubuh mungil. Wajahnya kecil dengan air muka lembut dan ada sedikit guratan ketegasan diantaranya. Bola mata yang lebar dan alis yang hitam tebal serta kulit yang sawo matang merefleksikan kecantikan perempuan jawa yang anggun.
Sebenarnya aku nggak tau siapa nama aslinya dan nggak pernah pula bertanya, karena malam itu adalah malam kali pertama Aku bertemu dengan Ayu. Aku panggil Ayu agar kalian dapat membayangkannya seperti aku membayangkan dia. Cantik.
Aku bertemu Ayu di lapak mie ayam milik Pamannya yang ada di jajaran kios makanan di samping stasiun KRL disekitaran Menteng. Saat itu aku sedang memilih - milih tempat makan malam sebelum pulang naik kereta, dan nggak sengaja mataku melihat sosok Ayu yang saat itu sedang menuci mangkok kotor para pelanggan mie ayam pamannya. Langsung saja aku dekati Ayu dan bilang padanya
"Mba pesen mie ayam ya satu..." pintaku
"Pake bakso atau engga?" Tanyanya sambil menatapku tapi tetap mencuci mangkok
Mata kami saling beradu pandang dan..
"Eh, nnggg.. pa.. pake.." jawabku gelagapan. Duuh bodoooohnya, kenapa Aku gelagapan gini sih... omelku dalam hati.
Ayu tersenyum tipis lalu mengeringkan tangan dan menuju kearah pamannya yang sedang meracik mie ayam.
“Le… Mie ayam siji pake bakso..” ucap Ayu mengeraskan sedikit suara pada Pamannya.
Aku yang keki lalu mencari - cari tempat duduk kosong, ya sebenarnya nggak mencari - cari juga sih. Orang lapak mie ayam Paman Ayu cuma ada 2 buah meja ukuran sedang yang dipasang berhadapan yang kalau penuh harus saling memunggungi.
Aku duduk disisi ujung luar yang mengarah ke jalan raya lalu bergeser ke arah dalam ketika ada dua orang pelanggan yang selesai makan. Kini posisiku menghadap tempat cuci piring dan ayu sedang berdiri memunggungiku.
Aku masih heran, kenapa tadi aku gelagapan saat ditanya Ayu. Bisa - bisanya aku grogi kaya gitu saat berhadapan dengan perempuan yang padahal baru pertama kali ketemu. Aarrghh... Aku menggaruk - garuk rambutku yang nggak gatal.
Lamunanku buyar saat suara itu memanggilku lagi.
"Mas... ini mie ayamnya, silahkan..."
"Oh, iya... makasih Mba" jawabku kini sok cool.
"Masnya mau minum apa?" Ayu bertanya lagi
“Aa.. Air…” tetiba Aku gagap lagi saat mata kami bertatapan
“Iya air apa?” tanya Ayu polos
“eh, ngg.. Air putih aja Mba, atau Air mineral. Dingin ya…” Ya Tuhaan kenapa Aku ini!
“Oh, Iya Mas…” Ayu pun berbalik mengambil pesananku dan segera Kembali meletakannya didekatku.
Aku yang sedang fokus makan mie ayam berusaha mengambil botol air minum itu tanpa melihat dan… dan.. dan kejadian kan adegan yang kayaknya Cuma ada di FTV – FTV itu. Tangan Aku nggak sengaja menyentul jari – jari manisnya Ayu. Aaarrgghh… rasanya Aku pengen teriak.
“Eh, maaf Mba… Ngga sengaja..” aku spontan berucap, Ayu hanya mengangguk kecil sambil tersenyum tipis lalu pergi.
Ngga konsen Aku menghabiskan mie ayam yang ada didepanku. Rasa mie ayam yang gurih itu rasanya semakin enak entah karena aku yang memang lapar atau karena aku bertemu dengan Ayu malam ini.
Sesekali mataku mengikuti Ayu yang melanjutkan mencuci piring dan sendok, mengeringkannya lalu menuju gerobak Mie ayam untuk mengambil botol saos baru dan membagi isinya kedalam botol – botol kecil yang sudah hampir habis.
Makin Aku perhatikan, makin aku deg-degan dibuatnya. Akupun berusaha mengalihkan pandangan supaya matanya tidak memergoki mataku yang dari tadi menatapnya. Akhirnya aku berhasil menghabiskan mie ayam lalu minum air untuk mencuci mulutku dari rasa gurih micin dari minyak dan kuah kaldu.
Sejenak aku memberi ruang perutku untuk mencerna makanan sambil melihat suasana malam di Stasiun yang sudah ada sejak tahun 80-an ini. Sekarang tampilannya makin rapih dan lebih modern meski bangunannya nggak ada yang berubah tapi sekarang staisun ini sudah terintregrasi dengan Transjakarta dan PKL – PKL yang dulu mangkal disekitar stasiun sekarang dibuatkan kios – kios seperti warung Mie Ayam Paman Ayu sehingga terlihat jadi semakin rapih.
Suara deru Kerta listrik membuyarkan lamunanku. Ah, kebiasaaan sekali habis makan pasti mataku mulai mengantuk. Aku pun menguap sambil melihat jam tangan, sepertinya sekarang kereta agak longgar jadi aku bisa dapat kesempatan untuk duduk dan tidur sampai stasiun terakhir. Aku membantin lalu berdiri dan melihat Paman Ayu, memberi kode bahwa aku sudah selesai dan ingin membayar.
“Nduuk… itu Masnya mau bayar. Sana terima…”
Lah kenapa Pamannya menyuruh Ayu, padahal aku sengaja melihatnya supaya dia yang menerima uangku. Aku pun berjalan ke dekat gerobak dan Ayu sudah berdiri didepan laci penyimpanan uang.
“Berapa Mba…?”
“Mie ayam bakso sama air mineral yah… semuanya jadi dua puluh lima ribu..” Ayu mengingat – ingat pesananku dan melemparkan senyum.
Deg… aku pun jadi gugup lagi. Lalu dengan kikuk memegang kantong baju dan celana mencari – cari uang. Aku merogoh kantong celanan sebelah kanan, dan mengeluarkan lipatan uang sepuluh ribuan lalu dengan percaya dirinya memberikannya pada Ayu sambil berkata…
“Kembaliannya ambil aja, Mba…” lalu berusahan tersenyum cool supaya terlihat mempersona sambil berbalik pergi dengan cepat supaya ngga grogi lagi.
Lalu baru beberapa Langkah aku berjalan, tiba – tiba…
“Mas…!” suara Ayu mengejarku
Eh, ada apa nih… kenapa tiba – tiba Ayu memanggilku? Apa senyumanku tadi berhasil membuatnya terpesona lalu Ia ingin tanya namaku? Atau dia langsung mau minta Instagram atau tukeran nomor WA? Aduh… Aduh… kok jadi deg – degan gini sih…
Oke, tenang.. tenang… Tarik napas, jangan grogi. Harus cool… harus cool… jangan panik.
Dengan pede aku membalikan badan dan memasang tampang sok keren banget dan menatap Ayu yang benar mengejarku.
“Iya.. kenapa Mba?” Suaraku sok diganteng – gantengin.
“Mas uangnya kurang lima ribu tadi baru kasih dua puluh ribu…” ucapnya kesal.
“Hah, kurang?!!”
Mukaku pun langsung merah.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.