Mengapa Harus Terjadi?
Peserta didik memiliki gaya belajarnya masing-masing; pendidik adalah fasilitator yang siap melayani dengan baik dan benar agar pembelajaran berlangsung menyenangkan.

Sebuah pertanyaan yang harus diberikan jawabannya, sebab apabila tidak maka akan makin bermunculan pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Pertanyaan apa gerangan yang dimaksud? Peristiwanya terjadi di lingkungan kampus, ada sekelompok mahasiswa sedang berkumpul dan entah apa yang sedang didiskusikannya pada awalnya. Namun, yang dapat penulis mengerti dan pahami kira-kira seputar kendala yang dialami selama menempuh studi di kampus.
Mereka yang berkumpul itu ada tujuh orang dari program studi yang sama. Sekalipun bincang-bincang mereka kadang-kadang diselingi gelak tawa, akan tetapi kelihatannya cukup serius, memang penulis tidak mungkin dapat ikut nimbrung bersama mereka karena nanti bisa mengganggu. Beruntung ada dua orang di antaranya yang cukup dekat dengan penulis karena pernah bersama dalam acara kemahasiswaan di awal semester. Ketika lewat ruang kerja penulis, mereka berdua menyempatkan diri untuk mampir dan tak lama kemudian kami bertiga terlibat dalam suatu obrolan yang asyik.
Kesempatan ini penulis gunakan untuk membangun komunikasi yang bersahabat di luar kelas. Setelah obrolan berlangsung kira-kira tiga puluh menit lamanya, bincang-bincang mengarah pada urusan studi. Ternyata yang diobrolkan mereka ber tujuh tadi adalah mengenai kesulitan-kesulitan yang mereka alami ketika menyiapkan/menyusun proposal skripsinya, sebagai tugas akhir yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan studinya. Rupanya ada beberapa mahasiswa yang mengalami perasaan ‘tertekan’ karena harus bolak-baliknya proposal penelitian yang dibuat.
Padahal seingat penulis, mahasiswa tersebut termasuk mahasiswa yang pintar, fast learner dan aktif dalam mengikuti kuliah, termasuk rajin juga dalam mengerjakan tugas-tugasnya, tapi mengapa ketika menyelesaikan tugas akhirnya menjadi begitu lambat? Mengingat tugas dosen antara lain adalah sebagai motivator, maka yang dapat penulis sampaikan adalah: ‘Jangan menyerah, you kan anak pinter!’ lalu penulis bacakan kata-kata Nick Vujicic: ‘Berdoalah pada saat Anda merasa kuatir, mengucap syukur pada saat Anda merasa mengeluh dan terus maju pada saat Anda merasa menyerah’.
Bangkit Dan Wujudkan Mimpimu
Bermimpi di waktu tidur itu biasa, tapi mimpi di waktu sadar artinya dalam keadaan tidak tidur itu baru luar biasa. Setiap orang berhak bermimpi besar, meraih cita-cita setinggi langit. Melayani mahasiswa dengan baik dan benar sudah menjadi kewajiban setiap dosen. Paradigma mahasiswa butuh dosen, demikian juga dosen butuh mahasiswa harus diwujudkan dalam proses belajar, karena tidak mungkin kita disebut dosen apabila tidak ada mahasiswa yang diajar. Sebagai manusia kita saling membutuhkan terlebih dalam hal pembelajaran.
Ada proses yang dijalani/dilakukan bersama antara dosen dan mahasiswa. Oleh karena itu, marilah kita menyadari bahwa dosen: (1) Harus bisa menciptakan rasa senang, hangat, bersahabat dan saling mempercayai di antara pendidik-peserta didik-tenaga kependidikan; (2) Senantiasa siap belajar terus sepanjang hayat; (3) Memotivasi mahasiswa untuk meraih prestasi terbaik; (4) Siap menerima masukan mahasiswa yang berbeda pendapat; (5) Bertindak sebagai fasilitator ketika mahasiswa berdiskusi aktif (intelektual-emosional) dalam pembelajaran; (6) Menciptakan suasana belajar yang kondusif sehingga mahasiswa memiliki kerinduan akan belajar dan tertantang untuk menjelajahi lingkungannya; (7) Bertindak bijak, tidak melulu instruksional, tetapi juga menciptakan kebiasaan untuk berpikir kritis, bertanggung jawab, disiplin, bekerjasama, dan menghormati pendapat orang lain.
Proses belajar itu hendaknya berlangsung fun, yang sering penulis istilahkan dengan ‘ser-san’ (serius tapi santai). Dosen sebagai manajer kelas dituntut sabar dan kesabaran itu penulis ibaratkan bagaikan orang membuat kue lapis, sedikit demi sedikit adonan itu dituangkan sesuai waktunya sehingga menjadi berlapis-lapis dan akhirnya jadilah bentuk kue yang sedap dipandang dan juga sedap disantap. Begitulah proses membentuk anak manuasia, tidak saja bertujuan untuk memandirikan melainkan pendidikan itu untuk mengenal diri sendiri. Sebab kemampuan belajar itu sudah ada di dalam diri manusia, semua itu baru dapat diwujudkan bila manusia itu sekolah/kuliah.
Mengacu pada kata bijak yang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantoro: ‘Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri, tugas pendidik adalah merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu’. Selanjutnya beliau juga mengutarakan pendapatnya bahwa ilmu itu tidak melulu soal angka, tapi bekal dalam hidup dan dengan ilmu kita menuju kemuliaan maka jangan pernah berhenti belajar karena hidup tidak pernah berhenti mengajarkan. Jadi untuk menjawab pertanyaan, mengapa harus terjadi? Mari kita merenung sejenak bahwa dalam dunia pendidikan, dosen hendaknya mampu menemukan dan menyelesaikan setiap persoalan. Dengan perkataan lain, cakap bertindak sebagai Problem Finder and Problem Solver (penemu dan pemecah masalah) yang dihadapi peserta didiknya.
Setiap peserta didik memiliki perilaku khas dan gaya belajar yang berbeda-beda, ada yang kuliahnya cepat tapi lambat mengerjakan skripsinya; ada pula yang sebaliknya. Untuk mengakhiri tulisan ini ijinkan penulis mengajak, mari kita siap berubah ke arah yang lebih baik demi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Jakarta, 16 Maret 2022
Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia – [email protected]
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.