PENGASAHAN EMPATI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MEMAHAMI BAHASA NONVERBAL

Komunikasi Nonverbal

PENGASAHAN EMPATI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MEMAHAMI BAHASA NONVERBAL

PENGASAHAN EMPATI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENGUASAAN MEMAHAMI BAHASA NONVERBAL

Oleh : Zata Yumni Adania Tarisa Iskandar

Dalam hidup ini, tentu kita pernah merasa kesepian. Kesepian saat berada di lingkungan baru, kesepian saat sedang duduk sendiri, dan rasa kesepian lainnya yang terkadang menghampiri kita. Saat itulah, kita akan membutuhkan kehadiran ‘teman bicara’, bisa berupa orang tua, saudara, sahabat, guru, dan orang-orang disekitar untuk diajak berinteraksi. Dari sinilah kita dapat memahami jika kita ini adalah makhluk sosia yang membutuhkan kehadiran orang lain. Tanpa orang lain, hidup kita akan merasa kosong dan hampa.

Interaksi antar manusia sering dikaitkan dengan komunikasi. Komunikasi sendiri diartikan sebagai penyampaian pesan dari komunikan kepada komunikate. Komunikan adalah orang yang menyampaikan pesan, bisa berupa ucapan, tulisan, simbol, dll. Sedangkan komunikate adalah orang yang menerima pesan.

Komunikasi tidak hanya penyampaian pesan layaknya orang di restoran yang memesan menu. Komunikasi secara langsung, selain memakai bahasa verbal, juga melibatkan bahasa nonverbal. Bahasa ini memang tidak diucapkan namun selalu bisa terbaca dari postur tubuh atau gesture, mimik muka, tatapan mata, intonasi, gerak bibir, dll.

Coba perhatikan kalimat ini: “Tidak apa-apa”. Kata ini bersifat netral, dimana artinya tidak ada masalah, tidak perlu dipusingkan, tidak perlu dipikirkan, atau anggaplah angin lalu. Namun jika kalimat tersebut disertai dengan:

  1. Naiknya intonasi, bisa diartikan orang yang mengucapkan tersebut marah.
  2. Datarnya wajah pembicara, juga bisa diartikan kemarahan. Apalagi pembicara mengepalkan tangan sambil menggeretakkan gigi. Hal ini menambah keyakinan bahwa ia pasti marah.
  3. Sambil tersenyum, pasti si pembicara memang menganggap hal tersebut tidak perlu dipusingkan.
  4. Sambil menundukkan kepala, berarti si pembicara merasa pasrah dengan apa yang terjadi.

Bagaimana jika kalimat tersebut disampaikan secara tertulis?

  1. Jika tanpa embel-embel di belakangnya, si penerima pesan pasti masih merasa ada ganjalan: “Yakin, ini memang tidak mengapa?”
  2. Jika ada tanda seru: wah, si penyampai pesan marah.
  3. Jika ada tanda tanya: Si pembicara masih ada ganjalan, apakah hal ini pantas dianggap sudah selesai?
  4. Jika ada emoticon tertentu, ya pesan yang tersampaikan sesuai dengan emoticon yang menyertainya.

Ternyata komunikasi memang rumit. Komunikate tidak serta merta percaya apa yang diucapkan atau apa yang ditulis oleh komunikan. Namun mereka pasti menilai bahasa nonverbal yang menyertainya. Dahsyatnya, bahasa nonverbal inilah yang banyak dipercaya komunikate dibandingkan dengan bahasa verbal. Maka hati-hatilah dalam berkomunikasi. Selaraskan bahasa verbal dan nonverbal sehingga komunikasi akan lancar dan terasa nyaman.

Misalnya nih, ketika ada seorang remaja laki-laki (komunikan) menggoda remaja perempuan (komunikate), dan Si remaja perempuan merasa tidak nyaman, maka katakan dengan tegas: “Jangan katakan hal itu. Saya tidak suka!” Selain intonasi, Si remaja perempuan juga bisa menatap tajam remaja laki-laki tersebut. Dengan cara ini, remaja laki-laki itu bisa menangkap pesan bahwa remaja putri itu benar-benar tidak suka digoda (baik dengan ucapan maupun perbuatan).

Lain halnya jika ketika digoda, remaja putri mengatakan: “Jangan katakan hal itu. Saya tidak suka!” walaupun disampaikan dengan berteriak, jika bahasa nonverbalnya malah ia tertawa dan mengerlingkan mata, maka pesan verbal yang disampaikan pun malah berbalik makna.

Contoh di atas menguatkan keyakinan bahwa orang lebih percaya bahasa nonverbal dibandingkan dengan bahasa verbal. Namun, tak jarang sebagian orang kurang bisa memahami bahasa non verbal. Mereka yang kurang peka, bersikap acuh tak acuh atau jarang berinteraksi sehingga kurang bisa mengenali bahasa tubuh lawan bicaranya. Selain kurang memahami bahasa nonverbal, mereka juga kurang memahami etika dalam berbicara, yang menyangkut masalah:

  1. Apa saja yang boleh dibicarakan,
  2. Bagaimana sikap yang baik ketika berbicara,
  3. Kapan memulai ataupun berhenti berbicara.
  4. Dll

Ini menjadikan mereka sebagai sosok yang menyebalkan. Orang merasa tidak nyaman ketika berbicara dengannya. Sehingga lambat laun, mereka akan dijauhi orang.

Manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kesehariannya, waktunya dipenuhi oleh komunikasi. Untuk memperlancar proses komunikasi ini, sangat penting bagi kita untuk bisa memahami bahasa non verbal.

Untuk bisa memahami bahasa non verbal, kita bisa melakukan beberapa hal, yaitu antara lain:

  1. Kembangkan empati ketika berkomunikasi dengan orang lain. Empati disini berarti menempatkan posisi kita ke orang lain. Kita berusaha memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan. Jika dalam berkomunikasi, kita ingin didengarkan, dimengerti, dan dihargai, maka terlebih dahulu kita harus memperlakukan orang lain seperti itu.
  2. Membiasakan diri memerhatikan ekspresi orang-orang ketika berada di tempat umum. Ketika kita berada di tempat umum seperti halte bus, kereta api, terminal, ataupun tempat wisata kita bisa membiasakan diri untuk melihat mimik dan gestur dari orang-orang yang kita lihat. Kita bisa mencoba untuk menebak apa hubungan dari mereka, apa yang mereka bicarakan, apa yang mereka rasakan, dan masih banyak lagi. Dengan melakukan hal ini, kita bisa mempermudah diri kita untuk memahami pesan secara non verbal. Kita juga mudah mengendalikan ekspresi dan gestur kita saat berkomunikasi.
  3. Memahami perbedaan budaya. Budaya juga bisa menjadi salah satu aspek yang menyebapkan perbedaan persepsi saat berkomunikasi secara non verbal. Mengapa demikian? Hal ini pernah terjadi di negara Mesir. Ketika itu, program Keluarga Berencana (KB) sedang mengkampanyekan programnya. Namun, untuk memudahkan masyarakat buta huruf disana, mereka mengkampanyekan program KB dengan menggunakan sebuah gambar. Di dalam gambar tersebut dibagi menjadi empat kotak. Kotak yang pertama diisi oleh gambar yang menunjukkan orang yang sedang menggendong seorang anak dipunggungnya. Kotak kedua, diisi dengan orang yang menggendong dua anak dipunggungnya dengan posisi lebih membungkuk. Begitu juga dengan kotak yang ketiga yang terdapat gambar seseorang yang menggendong tiga anak dengan posisi yang lebih membungkuk dari gambar kedua. Dan yang terakhir, ada gambar seseorang yang tersungkur dengan empat anak di punggungnya. Sekilas, gambaran ini seakan mudah dipahami. Dimana hal itu mengisyaratkan semakin banyak anak, semakin besar pula tanggung jawabnya. Namun, iklan ini justru gagal. Hal ini dikarenakan mereka, para orang buta huruf membaca dari arah kanan ke kiri. Mereka bingung mengapa ada gambar orang yang tiba-tiba tersungkur, kemudian berdiri secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, kita juga harus memahami perbedaan budaya ketika berkomunikasi secara non verbal.
  4. Biasakan menjadi pribadi yang terbuka dan bergaul dengan orang-orang sekitar. Dengan membuka diri dengan lingkungan dan bergaul dengan mereka, secara otomatis kita akan lebih peka terhadap orang-orang sekitar kita. Hal ini dikarenakan kita lebih sering melihat wajah-wajah mereka.

Dengan melakukan beberapa hal di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa, selain memahami bahasa verbal, tentu kita juga harus memahami bahasa nonverbal. Dengan memahami bahasa nonverbal, kita bisa lebih menghargai dan dihargai orang lain. Orang lain akan suka diajak berkomunikasi karena mereka menilai kita sebagai pribadi yang pintar megnhargai orang lain dan bisa membawa diri.  

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.