Harapan Yang Tak Ternilai
PART 1

HARAPAN YANG TAK TERNILAI
"Na, gimana kabar kamu?"
"Alhamdulillah baik, kamu apa kabarnya juga?"
"Alhamdulillah sehat walafiat, hehehe"
Hari ini aku bertemu teman ku, lebih tepatnya teman dekatku ketika SMP dulu. Sudah lebih dari 6 3 tahun kami tidak bertemu. Katanya dia telah menganggapku seperti sepupunya sendiri karena begitu dekatnya kami dulu. Kalian tau, aku dulu mengenalnya karena dia selalu meminta tolong kepadaku untuk membantunya memahami pelajaran terutama matematika, walaupun sejujurnya aku tidak terlalu mahir tapi setidaknya aku memampukan diriku untuk mengajarinya apa yang kuketahui. Dari situ kami mulai dekat. Oh iya, aku lupa memperkenalkan diriku dan juga temanku itu. Panggil saja namaku Regina, temanku atau sahabatku itu bernama Salma. Kami sudah hampir 3 tahun bersahabat, aku kenal dia dan keluarganya dan dia mengenal sedikit tentangku dan keluargaku. Kok bisa begitu? Yah, aku dulu seorang introvert yang mau terbuka pada sesuatu yang menurutku harus di ungkapkan dan menutup semua hal yang harusnya ditutup sebagai privasi, menurutku walaupun bersahabat atau bersaudara antara adik dan kakak pun pastinya kita harus punya yang namanya privasi baik itu tentang kekurangan maupun masalah yang kita hadapi, terlebih lagi menurutku tidak ada manusia yang sempurna apalagi mampu di percaya dengan harapan 100% karena jika dengan harapan segitu kita kasih ke manusia, lalu bagaimana harapan kita ke Allah SWT sang Maha Pencipta? Jadi, aku mengurangi pengharapan 100% tersebut terhadap manusia dan memaksimalkan 1000% ke pada sang Maha Kuasa, sebelumnya hal ini belum terbiasa ku terapkan namun seiring banyaknya pengharapan palsu, harapan yang mengecewakan dan pengkhianatan pada harapan itu sendiri yang hal tersebut membuatku semakin yakin untuk menjaga privasi hidupku dan selalu berdoa kepada Allah SWT untuk tetap menjaga aib dan rahasiaku hingga aku mati nanti.
Okey, kembali lagi ke topik kenapa aku mengenal dia dan keluarga namun dia sedikit mengenalku dan keluarga. Salma dulunya adalah anak ekstrovert yang punya segudang kenalan yang jauh lebih banyak kuantitasnya dibandingkan aku, yah bagaimana tidak banyak jika dia adalah tipe yang ramah, sopan santun, cantik dan kaya. Hmm, sempurna bukan? tapi di balik hal-hal baik yang telah ia miliki, ia masih tetap saja iri dengan apa yang kumiliki. Okey guys, disini sikap irinya aku masih tidak mengerti dari sisi mana dia iri kepada diriku padahal aku tidak terlalu terbuka tentang diriku dan aneh nya apa hal yang ku punya sehingga ia iri terhadapku. Catatan untuk "iri" disini yang di maksud adalah sisi positif ya, anggap saja begittu karena aku sebagai penangkap respon dari dia hanya bisa mencerna sebagai hal positif, masalah hati nya seperti apa aku tidak tau dan nggak mau terlalu mengorek terlalu dalam karena aku tetap mau menjaga privasinya dan dia menjaga privasiku. Dia mengatakan kalau andai dia terlahir di posisiku, dia bakal sangat bersyukur sekali walaupun dia tau kondisi keluargaku yang sederhana dan hanya memiliki sesuatu seadanya dan secukupnya. Menurutnya kehidupan yang ku jalani penuh dengan harapan yang cerah dan tak bisa dipungkiri bahwa aku adalah bintang di kelasku. Aku sebagai pendengar semua curahan hatinya mengenai ketidakbahagianya dia dengan kehidupannya hanya bisa diam dan sedikit menanggapi karena aku bukan sosok yang sesempurna dia gambarkan dan kondisinya juga tidak sekacau atau sesusah yang ia rasakan.
Suatu saat, dia pernah bilang seperti ini ke diriku,
"Coba aja aku bisa tukar posisi dengan mu, kamu di tempatku saat ini dan aku di tempatmu saat ini, pasti aku bisa ngerasain yang namanya punya kakak yang selalu nasehatin, punya adik yang bisa diajak main atau curhat, punya orangtua yang selalu ada dirumah dan bisa diajak curhat masalah pribadi. Hmm, andai aku bisa seperti itu, aku terlalu lelah dengan ini semua."
"Sal, emang kamu mau merasakan kerasnya hidup seperti aku? Emang kamu yakin mampu naklukin semua yang menghadang saat hidupmu benar-benar merasa sudah tak punya harapan? Terus, apa kamu sanggup menerima nasehat di saat kamu nggak butuh nasehat dari saudaramu melainkan lebh membutuhkan pendengar? Coba deh kamu pikirin lagi apa yang baru kamu ucapkan itu, aku terlahir dengan keadaan seperti ini karena Allah SWT tau kalau aku bisa tegar dan mampu menghadapi hidup sesulit ini dan kamu terlahir seperti ini karena kamu memang pantas dan cocok menghadapi ujian hidup seperti ini. Jadi, intinya coba deh dipikirkan lagi apa yang kamu ucapkan sebelum Allah SWT marah karena kamu ngeluh atas takdirmu ini."
Salma hanya mengangguk dengan wajah merasa sedih dan tidak mau berkata-kata lagi. Mungkin dia sadar apa yang aku ucapkan itu ada benarnya.
Hari-hari di SMP kulewati dengan banyak drama sedih, tawa, kebersamaan, takjub dan syukur. Hingga di penghujung pendidikan ku di SMP itu aku mengalami kejadian tak terduga dan benar-benar tak habis terpikirkan oleh hati dan akal sehatku. Salma seorang teman, sahabat bahkan yang katanya telah menganggapku sebagai sepupunya mengkhianatiku. Kejadiannya sangat sepele namun dampaknya merubah hidupku sepenuhnya. Saat itu, seperti biasa aku dan dia pada jam istirahat bersama-sama membeli kue dan jajanan yang akan kami makan untuk mengisi kelaparan perut kami, kebetulan saat itu uang yang ku bawa berjumlah sama dengan uang yang dibawanya yaitu 10 ribu dan kebetulan juga aku dan dia punya sisa uang yang sama yaitu 6 ribu karena harga jajan yang kami beli tak berbeda jauh. Yah kalau dibayangkan memang masa-masa masih kekanakan hingga jajan pun maunya samaan terus. Kemudian setelah jam istirahat selesai, kami kembali masuk ke kelas kami kebetulan kami sekelas di tahun ketiga ini. Sesaat kemudian Salma bertanya uangnya kepadaku, aku seketika cukup kaget karena aku tidak tau menahu dia meletakkan atau mengantongi uangnya dimana alhasil aku menjawab tidak tau dan merekomendasikannya untuk mencari di semua saku seragamnya dan semua kantong di tas yang kemungkinan bisa saja dia tanpa sengaja meletakkannya disana. Setelah diperiksa ternyata tidak ada dan aku kembali menyarankan nya untuk mengingat kembali kejadian sebelum uangnya hilang, ia hanya menjawab aku tadi bareng kamu terus kok lalu dia menyuruhku memeriksa kantong seragam dan tas ku dengan berfikir mungkin terselip di barang punya ku. Aku yang tidak berpikiran negatif dan kritis saat itu hanya mengikuti sarannya dan mengecek seluruh barangku, kantong tas hingga kantong seragamku. Kalau dipikir-pikir lagi, nggak akan mungkin bisa terselip sampe ke kantong tas milik ku bahkan ke saku seragamku, memangnya aku yah yang ngambil uangnya padahalkan aku saja tidak tau sisa uangnya pecahan berapaan dan dia simpen dimana lalu dimana letaknya kecurigaan itu. Setelah memeriksa seluruh barangku dan tidak juga menemukan uang miliknya, dia berpikir lagi mencari uangnya yang hilang itu kemana-mana tanpa mengajak ku untuk membantu mencarinya juga.
Ketika itu, aku tidak berfikir hal aneh tentang ini karena aku rasa mungkin dia memang bener-bener gak mau kehilangan uangnya itu yang padahal ia seorang dari keluarga kaya jadi nggak mungkin uang dengan jumlah segitu sanggup membuatnya pusing mencarinya seperti ini, toh dia bisa aja mengikhlaskannya seperti sebelum-sebelumnya dia lakukan ketika barang miliknya hilang. Lanjut cerita, hal aneh dan hal baru kutemukan dari dirinya saat ini, dia meminta bantuan dengan teman-temannya yang banyak tadi untuk ikut mencari uangnya yang nggak seberapa banyak itu hingga dia menyimpulkan bahwa uangnya dicuri oleh orang, kemudian dia diberi masukan oleh salah satu temannya untuk ikut pergi ke rumah paman temannya itu yang notabene seorang "orang pintar" katanya. Salma yang pengen nemuin siapa pelaku pencurian uangnya itu tanpa pikir panjang pun ikut temannya tadi pergi ke rumah paman temannya. Singkat cerita aku yang tidak tau klaim hilangnya uang Salma itu adalah pencurian pun hanya menjalankan aktivitasku seperti biasa karena aku menyangka bahwa Salma pergi di jam istirahat kedua ke rumah temannya dengan alasan urusan pribadi. Sesampai kembalinya Salma ke kelas, dia langsung memasang muka dingin dan sinis kepadaku, aku yang tidak tau apa yang terjadi hanya bertanya kenapa dan bagaimana dengan uangnya yang hilang. Dengan cepat Salma mengambil tasnya dari bangkunya dan langsung pindah ke tempat duduk paling belakang, yah aku dan Salma duduk sebangku, di kelasku kami duduk di kursi nomor 2 dari depan dan Salma bisa pindah kursi ke belakang karena memang di kelasku kursi banyak yang kosong karena jumlah kursi melebihi jumlah anak di kelas. Setelah pindah, Salma langsung bercerita dengan teman-temannya tentang apa yang ia dapatkan setelah pulang dari rumah pamannya temannya itu sambil melihat sini kepadaku.
Deg, jantungku dan hatiku sakit saat itu karena tatapan sinisnya kepada ku dan keengganan dia menceritakan apa yang terjadi kepada ku. Saat itu, aku merasa dia menjadi sosok yang sama ketika bermusuhan dengan seseorang, dia akan menceritakan semua aib orang tersebut dan menggunakan aliansi dan kuantitas temannya untuk menjauhi orang yang dia musuhi. Serem dan jahat banget kan ya?! Jujur, aku dulu menjadi pendengar setianya saat ia menceritakan semua aib musuhnya kepadaku dan teman-teman yang lain dengan posisi musuhnya itu yang paling bersalah dan pelaku utama sedangkan dia yang paling benar dan menjadi korban. Saat ini aku merasakan posisi menjadi musuhnya itu, dan jujur ini sangat-sangat menyakitkan hati dan bisa juga disebut bullying. Ini pertama kalinya dan satu-satunya dalam hidupku di bully oleh yang ngakunya sahabatku sendiri. Miris bukan? Aku yang nggak pernah dibully sejak SD hingga saat ini telah dewasa baru tersadar kalau dulu itu aku korban bully orang terdekatku.
Kelanjutannya kalian mau tebak seperti apa? Jika kalian menebak orang-orang yang menjadi temannya dan yang mendengar semua hasutan lisannya ikut-ikutan menjauhi ku itu benar sekali termasuk temanku sendiri yang selalu bertanya pelajaran dan main denganku pun ikut menjauhiku dengan sikap jijik melihat ku, saat itu aku merasa sangat sedih dan down seketika tapi Allah SWT Maha Baik, Dia tidak mengizinkan semua orang menjauhiku terbukti teman-temanku yang nggak dekat dengan Salma tidak ikut terkontaminasi dengan hasutan buruknya. Hari-hariku yang bisa di bilang tahun terakhirku di SMP diisi dengan bullying seperti ini dan aku yang masih belum berfikir negatif dan kritis justru menyalahkan diriku sendiri karena tidak tau alasan Salma menghasut semua teman sekelasku untuk menjauhiku hingga pada akhirnya kau memberanikan diri bertanya ke Salma ada apa dengannya dan apa yang telah ku perbuat dengan nya hingga dia seperti ini. Salma dengan wajah sinisnya berbicara dengan nada emosi kepadaku.
"Kamu kan Regina yang ngambil uangku itu, jumlahnya 6 ribu loh, di kantong kamu saat itu juga ada 6 ribu, ngaku aja deh kamu yang ngambil kan?!
Deg, aku mendengar tuduhan kasarnya kepadaku membuatku merasa sedih dan mataku seketika berkaca-kaca.
"Ya Allah Sal, itu uang 6 ribu milik ku kan kamu lihat sendiri kalau aku punya uang 10 ribu dan sisa uangnya 6 ribu, kamu juga punya uang dengan jumlah sama tapi kamu bisa nuduh kayak gini, aku nggak sama sekali tau keberadaan uang kamu dimana, pecahan berapa aja bahkan aku nggak tau kamu ngeletakin uangnya dimana. Kamu nyimpulin dari mana?"
"Aku ke pamannya Oliv, dia orang pintar dan dia bilang uang aku dicuri sama teman dekatku sendiri. Ciri-cirinya dia setinggi aku, kulitnya hitam manis, selalu kemana-mana sama aku, pakai kacamata dan deket banget dengan aku. Itu semua ciri-ciri kamu kan! Udah deh ngaku aja kamu yang nyuri uang itu dan aku minta kamu kembalikan uangnya.Dan aku juga udah nyumpahin ke yang nyuri uang aku supaya dia sakit selama seminggu biar terbukti siapa yang nyuri."
Dia melenggang pergi dari hadapanku bersama temannya kembali ke kursi paling belakang dan mulai berbicara sambil menatap sinis kepadaku di barengi teman-temannya juga ikut melihat sinis kepadaku.Aku yang berhati lemah ini hanya bisa menahan amarah atas perlakuannya ini dengan ku dan aku nggak menyangka dia sejahat ini seperti bukan Salma yang dulu ku kenal lebih tepatnya aku tidak mengenali topeng yang dulu dia pakai saat bersamaku. Tapi walaupun begitu, aku nggak mau menaruh dendam dengannya karena dia dan keluarganya dulu begitu baik kepadaku. Aku juga tidak mau membenarkan ungkapan "Satu kesalahan yang kita perbuat akan merusak dan menghilangkan semua kebaikan yang ada di diri kita pada pandangan orang lain" ,aku gak mau jadi korban ungkapan jahat dan tidak berperikemanusiaan itu karena aku tidak mau hal itu juga terjadi di diriku, biarlah orang lain seperti itu asalkan jangan aku.
Kelanjutannya di PART 2
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.