Lupa Sama Anak Sendiri

Aku memanggilnya Pakde Balok.
Nama aslinya Hadi Suryobawono. Kata ibu, mungkin karena karakternya yang keras seperti balok kayu tahan panas dan hujan seperti kayu kapal, semua keluarga memanggilnya begitu.
Ia adalah suami dari Bude Ginawati, kakak kandung ibuku. Umurnya sekitar 53 tahun. Dengan perawakan tinggi besar, kulit bersih, penampilan necis, kumis tebal, mata sering kemerahan, suara kencang 'alkalin', gampang marah, bossy, bawel, dan agak genit, sangat cocok dengan jabatannya saat itu sebagai orang penting di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Hari kedua menginap di rumahnya, aku masih mengkeret takut, nggak berani menatap wajahnya. Tapi tidak dengan Putra, adikku yang masih berumur 5 tahun. Mukanya santai aja walau kepalanya sering diuyel-uyel' atau sering dipanggil dengan suara khas Pakde Balok yang menggelegar.
Pagi itu sambil menunggu sarapan siap, Pakde Balok duduk di sofa dengan menggendong Mbak Dira, anak perempuan semata wayangnya, menyusul aku dan adikku yang lebih dulu duduk di sana menonton film kartun.
"Tak ting tung ting tak ting tung..... Tak ting tung ting tak ting tung.....," aku melirik Pakde Balok yang bermain dengan anaknya.
Mungkin karena terganggu, adikku reflek mengencangkan volume tifi.
"Tak ting tung ting tak ting tung..... anake sopo iki ..... tak ting tung ting tak ting tung..... anaknya siapa ini....," suara Pakde Balok kembali menyaingi film kartun sambil mengangkat tinggi Mbak Dira ke arah atas wajah sangarnya.
Tapi, Mbak Dira malah nangis kencang.
"Pakde ini aneh. Masak lupa sama anak sendiri. Makanya Mbak Dira nangis," celetuk Putra tanpa memalingkan wajahnya dari tifi.
HUUUUAHAHAHAHAHAHA...
HUUUUAHAHAHAHAHAHA...
Mendengar komentar spontan adikku, Pakde Balok pun langsung tertawa terbahahak-bahak sampai gigi palsunya lompat menggelinding ke lantai.
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA
Kali ini aku yang ketawa, lupa rasa takutku padanya.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.