Komunikasi Adalah Jembatan Emas

Menurut perkiraan arkeolog, manusia sudah hadir ratusan ribu bahkan jutaan tahun lalu di muka bumi ini. Namun demikian, kita masih saja makhluk yang bermasalah dengan komunikasi. Tak jarang dari komunikasi yang salah berujung pada percekcokan rumah tangga, hingga meletuskan senjata yang berujung pada perang dunia.

Komunikasi Adalah Jembatan Emas

Menurut perkiraan arkeolog, manusia sudah hadir ratusan bahkan jutaan tahun lalu di muka bumi ini. Namun demikian, kita masih saja makhluk yang bermasalah dengan komunikasi. Tak jarang dari komunikasi yang salah berujung pada percekcokan rumah tangga, hingga meletuskan senjata yang berujung pada perang dunia.

Makhluk hidup dikaruniai Tuhan dengan kemampun berkomunikasi. Dus, komunikasi bukan hanya spesial milik manusia. Hanya saja pengetahuan kita masih terbatas perihal komunikasi yang dilakukan oleh makhluk di luar manusia, sebut saja misalnya dunia hewan atau binatang. Komunikasi di dunia binatang bukannya tidak menarik untuk diteliti, namun tentu saja, sebelum kita membicarakan dunia binatang, komunikasi di bumi manusia pun sangat, bahkan tak kalah rumit dan menariknya.

Kalau boleh sedikit menganalogikan, penulis membandingkan komunikasi dengan kemerdekaan. Penulis lalu teringat Bung Karno. Pada suatu kali Bung karno pernah menyatakan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas. Di seberang jembatan emas tersebut jalan pecah dua. Jalan satu adalah sama rata, sama rasa yang mengantarkan kita pada kesejahteraan. Sementara jalan kedua, adalah sama ratap, sama tangis. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk, pekerjaan kita belum selesai ! Begitulah menurut Bung Karno.

Begitu pula dengan komunikasi. Komunikasi adalah jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu, komunikasi pecah dua. Komunikasi yang baik akan menghasilkan efek serta dampak yang baik pula. Sementara komunikasi yang buruk akan menghasilkan miskomunikasi, misinformasi dan berujung pada konflik. Selagi masih ada komunikasi yang salah, yang buruk, maka pekerjaan kita belum selesai ! Begitulah menurut para pakar komunikasi.

Komunikasi memiliki beragam definisi. Tulisan ini tidak hendak mendefinisikan komunikasi. Sebabnya, anda dapat mencarinya sendiri. Buku serta literatur yang membahas ilmu komunikasi begitu melimpah, begitu pula kampus-kampus fakultas komunikasi ada di setiap perguruan tinggi di kota-kota besar di tanah air ini. Masalahnya, tetap saja komunikasi masih menjadi momok. Sering kita mendengar konflik terjadi karena kemacetan komunikasi. Jadi, apa saja yang sudah kita perbuat untuk memperbaiki komunikasi kita selama ini ?

Tapi baiklah, secara sederhana komunikasi adalah penyampaian pesan dari komunikator atau si pembawa pesan kepada komunikan si penerima pesan. Tujuan komunikasi itu sendiri agar pesan tersebut tersampaikan seratus persen kepada si penerimanya. Harapannya, si penerima pesan mendapatkan efek atau dampak seperti yang diingkan oleh si pembawa pesan.

Kenyataannya ? Di sinilah masalahnya terletak. Pesan yang disampaikan belum tentu diterima secara utuh. Dengan kata lain, dalam prosesnya, tidak semua komunikasi berjalan lancar. Mungkin penyampaian bahasa si komunikator tidak sopan, gagap, sepotong-sepotong sehingga komunikasi tidak berjalan semestinya. Belum lagi kalau kita membicarakan kredibilitas sang komunikator. Atribut, pangkat, dan derajat tak jarang menjadi pertimbangan. Jika sang penyampai pesan adalah si miskin yang tinggal di rumah kumuh bantaran sungai, mana mungkin pesan yang disampaikan akan masuk ke telinga-telinga konglomerat yang akan menggusur rumah-rumah mereka ?

Akibat buruknya komunikasi, informasi yang hendak disampaikan kemudian menjadi misinformasi yang pada gilirannya menjadi miskomunikasi. Jika terjadi miskomunikasi, niat si komunikator untuk memberi tahu si komunikan menjadi –meminjam istilah Didi Kempot- ambyar !

Maka kemudian, komunikasi dikatakan efektif jika antara komunikator dengan komunikan terjadi apa yang disebut dalam bahasa latin sebagai “communis”, yang artinya umum atau bersama. Inilah asal kata komunikasi. Intinya, komunikasi dilakukan agar terjalin kebersamaan atau membangun kebersamaan.

Kita mungkin sering mendengar iklan yang tertempel di billboard atau di media televisi yang bunyinya mirip seperti ini, “pakailah pemutih wajah merek anu selama 3 minggu berturut-turut, maka lihatlah hasilnya, wajah anda akan lebih putih dari sebelumnya.” Begitulah bunyi iklan bukan ? Selalu menyebut mereknya sebagai kecap nomor satu. Tapi bukan itu yang ingin penulis garis bawahi. Sering –tanpa kita sadari- diiklan-iklan tersebut tersembunyi kata atau kalimat kecil yang tidak mudah terbaca. Kata-kata tersebut berbunyi, “syarat dan ketentuan berlaku.”

Nah, begitu pula dengan komunikasi ! Banyak orang atau pakar yang berkata, komunikasi kuncinya ! Komunikasi adalah solusi ! Komunikasi adalah jalan keluar ! Semuanya terdengar renyah dan mudah. Tapi mereka lupa dengan “syarat dan ketentuan yang berlaku.” Komunikasi seperti apa yang menjadi kunci ? Komunikasi seperti apa yang menjadi solusi ? Komunikasi apa yang dapat menjadi jalan keluar ? Jadi, komunikasi dapat menjadi apapun yang kita inginkan apabila syarat dan ketentuan yang berlaku tersebut sudah terpenuhi.

Penulis bukan ahli komunikasi, meskipun “kebetulan” pernah duduk di bangku kuliah dan lulus menjadi sarjana ilmu komunikasi dari sebuah perguruan tinggi di kota Bandung. Penulis tidak akan mengaku sebagai ahli, karena faktanya, dalam kehidupan sehari-hari penulis tak jarang menemukan masalah yang diawali oleh kemacetan dalam berkomunikasi.

Dus, komunikasi atau berkomunikasi bukanlah persoalan mudah. Rumah tangga hancur karena komunikasi yang buruk, negara hancur karena komunikasi pemimpin dengan rakyatnya yang berjarak. Sang pemimpin berada di menara gading, sementara rakyat di bawah tidak mengerti akan komunikasi yang disampaikan pemimpinnya. Begitu pula hubungan antar negara rusak bahkan menjurus pada perang karena komunikasi dan saling ejek di antara mereka.

Namun jangan pesimis. Komunikasi pun memiliki daya penyembuh. Komunikasi memiliki daya perekat. Hubungan suami istri yang renggang dapat diperbaiki oleh komunikasi.  Hubungan yang renggang antara pemimpin dengan rakyatnya dapat diselesaikan jika pemimpin rajin “blusukan” mendengar langsung masalah apa yang dihadapi rakyatnya. Hubungan antar negara dapat dijalin dengan lebih baik, jika masing-masing pihak legowo dan mau berkomunikasi atau berdialog untuk meredakan ketegangan yang mereka hadapi.

Dengan demikian, komunikasi yang memiliki daya penyembuh dan perekat secara bersamaan adalah komunikasi yang berlangsung efektif. Bukan sekadar keren-kerenan, kali ini penulis mengunggah sebuah pernyataan dari ahlinya. Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp, komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi.

Semua orang memiliki waktu yang sama, yakni 24 jam sehari, tidak peduli, apakah si fulan sebagai raja atau sebaliknya rakyat jelata. Faktanya, sebagian besar waktu bangun kita habiskan untuk berkomunikasi. Sehingga, menurut Stephen Covey, komunikasi merupakan keterampilan yang paling penting dalam hidup ini.

Dalam bukunya yang sudah terkenal ke mana-mana, yakni “The 7 Habits of Highly Effective People” lebih lanjut Stephen R. Covey membahas perihal komunikasi. Satu hal yang sangat mengena adalah prinsip tentang “berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti.” Covey mengatakan bahwa prinsip ini adalah kunci untuk komunikasi antarpribadi yang efektif.

Penyebutan Covey terhadap prinsip tersebut sebagai kunci untuk berkomunikasi yang efektif tidaklah berlebihan. Bahkan, penulis percaya, prinsip ini jika diterapkan dalam setiap level masyarakat maka akan menciptakan keharmonisan dan perdamaian.

Jika Covey menyebutnya sebagai “kunci” maka menurut penulis, prinsip “berusaha mengerti terlebih dahhulu, baru dimengerti” adalah pondasi atau dasar komunikasi. Sebuah komunikasi yang berhasil atau efektif berangkat dari titik ini. Sayangnya, kita seringkali tidak berusaha mengerti orang lain. Yang sering dikedepankan justru adalah ego, sehingga kita hampir tak pernah mendengarkan orang lain.

Berbicara mengenai mendengarkan, Covey mengatakan bahwa kita menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk belajar bagaimana membaca dan menulis, bertahun-tahun belajar bagaimana berbicara. Tetapi, bagaimana dengan mendengarkan? Pelatihan atau pendidikan apa yang sudah kita dapatkan yang memungkinkan kita mendengarkan sehingga kita benar-benar mengerti orang lain secara mendalam dari kerangka acuan individu itu sendiri ? (1997:235-236).

Lebih jauh, Covey mengungkapkan bahwa “berusaha mengerti terlebih dahulu” memerlukan perubahan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya lebih dahulu meminta atau merajuk untuk dimengerti. Kritikan Covey  untuk kita semua –tak terkecuali penulis- adalah, “kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti; mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab.”

Dalam tulisan yang terbatas ini, penulis tidak akan berusaha bertele-tele, atau memenuhinya dengan teori-teori yang canggih. Tulisan ini dimaksudkan hanya sebagai pengantar, dan mudah-mudahan bisa menjadi pemantik, sehingga bagi yang berminat lebih jauh, silakan untuk membaca referensi lebih lanjut, misalnya dari buku karya Stephen Covey yang penulis kutipkan secuil saja di sini.

Akhir kata, komunikasi betapapun seakan-akan nampak sebagai praktik yang mudah dilakukan, faktanya, di lapangan kita masih saja menemukan orang-orang yang mengalami kebuntuan dalam bidang ini. Dengan demikian, jangan pernah mengabaikan komunikasi ! Komunikasi adalah keterampilan, jadi berlatihlah untuk menghasilkan komunikasi yang efektif atau komunikasi yang empatik dalam istilah Covey. Hendaklah kita mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia. Kecerobohan umat manusia salah satunya karena terjerumus pada praktik-praktik komunikasi yang buruk. Penyair Jerman Goethe, pernah menulis, “Orang yang tidak mengambil pelajaran dari masa tiga ribu tahun, hidup dalam kebodohan."

 

Referensi :

Covey, Stephen.R.1997. “The 7 Habits of Highly Effective People.” Binarupa Aksara : Jakarta.

Ilustrasi :

https://www.pexels.com/id-id/foto/kota-orang-kacamata-hitam-wanita-4613880/

 

 

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.