"Bagi donk!"
Ucapan di atas sangat tak asing bagi kuping teman-teman crafter. Demikian juga dengan mereka yang suka dan jago memasak. Dan, tentunya juga, penulis (yang mungkin dianggap) amatir yang baru saja menerbitkan bukunya. Di luar kemaunnya, mereka telah ditodong untuk menyerahkan hasil karyanya secara gratis. Sering-sering, tanpa bisa menolak.
"Kan kita teman". Frasa ini kemudian akan diimbuhkan oleh si tukang minta-minta tadi, yang yakin bahwa mereka sangat berhak penuh untuk dapat gratisan.
Menurut saya pribadi, seharusnya dan sewajarnya jika kita menghargai dan mendukung karya kawan kita. Dengan cara, tidak minta gratisan melainkan dengan membelinya. Ingatlah, bahwa dibalik semua karya itu setidaknya ada tenaga, upaya, kekayaan intelektual, dan juga uang sebagai modal yang dikerahkannya.
"Mahal amat sih!? Nggak bisa diskon?"
Ucapan di atas biasanya akan terdengar apabila si kreator berani mempertahankan posisinya sebagai penjual juga. Ya, maafkan, tapi kalau menurut kita harganya mahal, tak usah dibeli saja. Yang artinya, tak usah minta juga.
Untungnya, tak semua orang bersikap demikian. Cukup banyaklah yang bersedia dengan senang hati membeli hasil karya temannya sesuai dengan harga yang ditentukannya. Dukungan ini tentunya akan sangat disyukuri oleh si kreator. Dapat menjadi pemicu baginya untuk terus berkarya, sampai, siapa tahu, karyanya menjadi mendunia.
Dukungan juga bisa saling diberikan dan diterima oleh sesama kreator. Beberapa kali saya mengikuti bazar craft yang ternyata sepi pengunjung. Apa yang terjadi? Kami menciptakan keseruan tersendiri, dengan cara saling membeli karya sesama peserta bazar. Apalagi bila mereka adalah teman kita. Oh, tapi apabila membeli dari orang yang baru kita kenal, kemungkinan ia segera akan jadi teman kita juga. Pada situasi yang demikian, rasa senang kami dapatkan baik pada saat membeli karya teman, maupun saat karya kita dibeli teman.
Untuk buku, saya juga akan usahakan beli untuk mendukung kreatifitas teman. Kalau ada dana ya, kalau nggak ada ya tahan hati dan dompet dulu hehe...
Bicara soal buku, saya ternyata lebih suka dengan buku cetak. Baik itu buku baru, ataupun buku bekas (saya juga sangat mencintai buku bekas, omomg-omong). Maafkan, mungkin saya jadi sangat tidak mendukung kelestarian lingkungan karena saya begitu mencintai buku yang terbuat dari kertas, sehingga produk e-book cenderung takkan saya beli. Dihujat apapun atau bagaimanapun saya nyengir aja deh...
Suatu hari, seorang teman menerbitkan sejumlah bukunya sekaligus. Karena sebab yang entah apa saya lupa, semuanya terbit sebagai e-book. Kebetulan saya sedang cukup bokek, tapi lebih karena saya pencinta buku dari kertas maka saya memutuskan untuk menunda pembelian sampai terbit yang cetakan—yang menurut si teman akan segera terbit juga.
Tapi, setelah pikir lagi, saya ganti keputusan dan beli satu e-book-nya. Dengan girang, saya lalu laporan ke teman yang adalah si penulisnya. Dengan bangga, saya ucapkan bahwa saya lakukan itu karena saya sangat-sangat-sangat ingin mendukungnya dan karyanya. Tapi, mungkin saya saja yang egois dan selfish ya, merasa bangga dan sok pahlawan karena sudah mencoba mendukung begitu. Karena, ternyata si teman yang penulis itu sepertinya merasa ia tak perlu dukungan saya. Dia bahkan mentertawakan sikap plin-plan saya yang semula tak mau beli e-book tapi ternyata malah beli juga. Meski hanya satu buah.
Debat absurd sempat terjadi antarkami, tentang perlu-atau-tidaknya dukung mendukung karya teman. Mungkin, ego saya terluka karena dukungan tak diterima. Maka, akhirnya saya memutuskan takkan beli lagi buku-buku dia selanjutnya. Baik e-book maupun cetakan. Pembelian satu e-book yang sudah saya lakukan, saya anggap saja sebagai donasi buat si teman. E-book-nya yang sudah saya bayar itu, tak akan saya baca. Dan, sepertinya takkan pernah. Kapok. =^.^=