BLUE BERRY VS ASAM GUNUNG

Sekonyong-konyong buah ini ada di hadapanku, buah berry. Kalau dari bentuknya mungkin blue berry, mungkin red berry mungkin juga black berry atau bisa jadi murbey. Aku gak tau pasti, yang pasti di kampungku gak ada buah jenis ini.
Di kampungku, buah kersen saja disebut anggur, saking gak pernah kami liat gimana penampakan pohon anggur itu. Kampungku adalah sebuah desa di hamparan Pulau Sumbawa nan luas dan panas. Tepatnya di Desa Toda, Kecamatan Mada Pangga, Kab Bima. Dengan kecanggihan teknologi, sekarang kampungku sudah ada peta, di GoogleMap tepatnya.
Dari zaman "Penak Zamanku" sampai Zaman "Kerja Kerja Kerja" kampungku ini kalem tak bersuara. Bak murid baru yang minder dalam kelas, dia sepi dan hening. Walau begitu, dia adalah kampung kelahiranku, kelahiran ibuku, kelahiran bapakku, kelahiran kakekku, kelahiran nenekku. Mungkin juga kelahiran buyutku.
Buah yang bisa tumbuh berkembang, beranak pinak di kampungku ini sangat beragam, dari buah sirsak, kedondong, pepaya, bidara, pisang, ubi kayu (kalau itu termasuk buah), buah kapuk (walau tak bisa dimakan, tapi pohonnya berbuah) dan mangga. Dari semua jenis buah yang tumbuh ada satu buah yang paling tersohor, paling terkenal, paling perkasa diantara para buah, dia adalah buah asam.
Dalam kamus buah di kampungku, tak ada buah yang bernama berry. Buah itu terlalu indah dan terlalu mewah untuk orang udik seperti kami. Jangankan buah berry, buah semangka, melon, salak, rambutan, apel, manggis dan sekutu-sekutunya tak sudi tumbuh di kampungku. Alasannya karna matahari buka cabang di tiap sudut desa, sering lagi dia bikin program diskon tambahan sinar hingga 50% lebih banyak. Tak heran, kampungku ini seperti punya matahari kembar.
Dalam kondisi itu, hanya buah asam yang berkenan berbuah sepanjang musim di kampungku ini. Jadilah dia buah kebanggaan rakyat. Cita rasa asamnya yang khas mencerminkan sendi kehidupan masyarakat, mencerminkan ketangguhan, kesetiaan dan loyalitas, seperti loyalitas bapakku terhadap ordebaru, yang merindukan "penak zamanku".
Buah asam yang tumbuh di kampungku bukan sembarang asam. Jangan kau bayangkan rasanya, nanti liurmu menetes deras bak air terjun Niagara.
Bagi kami orang kampung, pohon asam adalah lambang ketangguhan. Kau tengok pohon-pohon yang tumbuh di atas gunung tandus kampung kami itu, yang mampu berdiri tegak bak tiang bendera kantor camat hanya pohon asam.
Pohon asam mampu berdiri gagah & megah di suhu maksimum ekstrim 39 derajat, suhu terpanas di Nusa Tenggara. Suhu bulan Juli, di mana mata hari sedang diskon lebaran, up to 75%.
Buah asam terbagi dua, asam muda yang masih keras dan asam tua yang sudah matang.
Pernahkah kamu mencicipi asam muda?
Aku ceritakan sedikit tentang asam muda ini. Warnanya hijau, seperti warna kayu muda. Jika kau petik, lalu kau gigit, aku haqqul yaqqin gigimu akan ngilu, mulutmu dipenuhi rasa asam yang getir, lidahmu kaku seperti kaki pelari maraton amatir yang sedang dilanda keram jahanam.
Tapi kawan, jika kau tumbuk halus bersama cabe rawit, bawang merah, garam, kemangi, dan ajinomoto, lalu kau kawinkan dengan nasi panas disaksikan sayur bening, aku jamin pasti nafsu makanmu meroket, growth 173% dari baseline. Bak grafik covid-19, nafsu makanmu melonjak drastis.
Beda lagi cerita tentang asam tua, asam yang sudah ranum, asam yang sudah matang, asam yang banyak makan asam garam. Asam ini banyak dicari oleh ibu-ibu rumah tangga, tipikal asam penggoda macan ternak (mama cantik antar anak), asam tua-tua keladi. Tanpa asam ini, mungkin rumah tangga pengantin muda, pengantin dewasa dan pengantin sepuh di kampungku bisa goyah, kena talak tiga. Asam ini jasanya besar dalam merekatkan hubungan suami, istri, anak, mertua, menantu, dan handai tolan.
Betapa tidak, asam ini bahan dasar dan wajib ada untuk memproduksi ramuan sakti. Ramuan yang membuat para pemegang kartu miskin, kartu prakerja, kartu pelajar, kartu mahasiswa, kartu perpustakaan daerah jadi kenyang bukan kepalang. Ramuan ini bernama Oi Mangge.
Ada SOP wajib agar ramuan ini berfungsi maksimal dan optimal. Standard operating procedure-nya seperti ini: asam tua dilarutkan dalam hair hangat sampai hanyut, lalu tenggelam. Garam dimasukan secukupnya, aduk sampai tak terlihat rimbanya. Campurkan irisan bawang merah, irisan cabe rawit, irisan kemangi. Aduk rata hingga wangi. Ceburkan ikan teri yang sudah digoreng kering agar berenang dan beranak pinak dalam kuah asam. Terakhir taburkan ajinomoto, dengan gaya khas Gordon Ramsay.
Rasanya? Jangan kau tanya, sekali nasimu disiram kuah ini, tak kau sadari bakulmu kosong dalam sekejap. Begitulah kesaktian ramuan ajaib ini, sampai-samapi rakyat miskin di kampungku tak pernah demo meminta bantuan dinas sosial. Keluarga miskin tak pernah mengeluh kelaparan. Keluarga miskin puas dengan kinerja pemerintah walau hanya membagikan raskin, beras miskin. Semua itu karna ramuan sakti yang membangkitkan selera makan, nafsu membara pemakan nasi.
Asal jatah raskin tidak dikurangi, kehidupan di kampung ini aman sentosa.
Hail Asam Gunung.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.