BELAJAR WATAK DARI MBAH PAWIRO GUDEG

BELAJAR WATAK DARI MBAH PAWIRO GUDEG

Mbah Pawiro Gudeg, demikian temen-temen memangggil Nenekku. Nama aslinya Theresia Tumpuk Pawirodihardjo. Seorang penjual gudeg kaki lima, diperempatan brimob gondokusuman Jogja. Seorang Nenek yang sangat disiplin tapi jarang marah. Namun sekalinya marah, kata-kata nylekit bisa keluar dari mulutnya. Ketika kecil, saya pernah dimarahinya. Saya agak lupa masalahnya apa, sehingga Nenek bisa marah.

Salah satu kalimat yang terlontar saat itu:”Kuwi jenenge watak babu. Yen kok rumat terus watak babu neng njero awakmu, kowe sesuk gedhe yo dadi babu” Memang Beliau kalau ngomong keras dalam pengertian tegas dan kencang dalam pengertian suaranya. Beliau marah sambil membawa sapu lantai. Dileuarga saya memang agak badung. Saya paling malas kalau disuruh bersih-bersih rumah. Apalagi suruh menyapu lantai. Jangan-jangan itu yang membuat Nenek marah. Memang saya kalau menyapu lantai tidak sebersih kakak.

Begitulah Nenek mengajarkan disiplin dikeluarga. Mungkin juga Beliau sedang mengingatkan, bahwa Ia sudah bersusah payah menyekolahkan kedua cucunya sampai kuliah. Bayangkan, sebagai seorang Nenek yang tidak punya penghasilan tetap,  harus rela pontang-panting, hutang kanan hurang kiri agar mampu membayar sekolah dan makan kami bertiga.

Wajar jugabila Ia takut gagal mendidik cucunya. Ia juga tidak ingin cucunya gagal mempersiapkan masa depannya. “Kegagalan cucunya adalah kegagalan dirinya juga…” begitu pikirnya. Dia TIdak ingin hidup cucu-cucunya seperti dirinya. Hanya mampu jualan gudeg di kaki lima. Setiap orang tua selalu berdoa agar anaknya punya kehidupan yang lebih baik dibanding dirinya. “Demi anak apapun akan Aku lakukan” demikian para orangtua berprinsip. Pun dengan Nenekku, mereka akan sakit hati dan kecewa kalau melihat anaknya gagal.

Badan boleh meninggalkan kita, tapi roh tidak. Hampir 30 tahun nenekku meninggalkan kami, tapi didikannya masih banyak nyatol dalam benak saya. Setelah bekerja, istilah watak babu yang saya dengar dari Nenek, sekarang menjadi makin jelas. “Kata-kata ini yang selalu mengingatkan kami untuk bekerja dengan kesungguhan. Seolah bukan untuk manusia, tapi untuk Tuhan.

Watak babu bukan merujuk pada profesi atau kompetensi tertentu, menurutku lebih menilik kepada attitude dan karakter seseorang. Dulu, memang sebagian besar (tapi sekarang nggak tahu,ya) istilah watak atau karakter babu adalah untuk merujuk kepada seseorang yang akan bekerja dengan detil, dengan rapi, dengan baik, dengan rajin kalau dilihat majikannya. Gampangnya, dia akan bekerja dengan baik kalau ada sang mandor. Ketika harus bekerja sendiri, ia akan letoy…

Dan saya juga paham, mengapa nenek banyak ngomel justru ketika saya masih kecil. Karena disitulah ia sedang menanamkan kebiasaan baik. Nenek yakin dari kebiasaan yang sering dilakukan seseorang  itu akan berbuah menjadi karakaternya. Dan karakter yang sudah terbangun dalam diri kita itulah yang akan mengarahkan nasib masa depan cucunya kelak. Begitulah seorang Mbah Pawiro Gudeg yang buta huruf itu, mengajarkan tentang masadepan dengan sederhana, kepada kedua cucunya.

“Eh….ngomong-ngomong bagaimana Nenekku yang buta huruf ini, mencatat setiap hutangnya, ya. Padahal dia tidak mengenal angka ?”  besok ya kita akan ceritakan lagi.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.