Bagai Meludah

Perut mendadak mulas, untung ada sungai.

Bagai Meludah
Image by Nasir Akhtar from Pixabay
Setelah 3 hari berjalan dengan ransel besar di punggung, akhirnya kami semakin dekat dengan tujuan. Sebentar lagi kami segera mencapai desa terakhir di kaki gunung Binaia, desa Kanikeh namanya, yang berada di balik bukit di depan kami. Di sana nanti kami bisa istirahat sambal makan siang, sebelum melanjutkan perjalanan ke basecamp di lereng Binaia.
 
"Bay, perut gue mules nih," kataku pada teman perjalananku.
 
"Waduh! Sabar dikit, bentar lagi kita bakal ketemu sungai. Nah, aman deh di situ," ujar Bayu yang sudah pernah ke lokasi tujuan kami.
 
Daripada menggali lubang di tanah, buang air di sungai memang lebih nyaman pastinya. Setibanya di sungai yang disebutkan Bayu, aku segera lari ke hilirnya dan menghilang di balik bebatuan besar.
 
"Hahaha, udah di ujung ya," komentar Bayu melihat aku ngacir.
 
Urusanku cepat saja selesainya. Dengan perasaan sumringah, aku berjalan kembali ke tempat Bayu menunggu.
 
"Legaaa...," teriakku ke Bayu yang sedang sibuk mengeluarkan peralatan masak.
 
"Lah, nggak jadi?" tanyanya keheranan.
 
"Udah kelar donk!" jawabku tertawa lebar.
 
“Air besar atau air kecil sih?” tanyanya penasaran.
 
“Besar donk…”
 
Berpikir bahwa orang BAB pasti makan waktu, Bayu berniat bikin kopi daripada bengong menunggu. Namun, belum pun selesai peralatan masak dikeluarkannya, ternyata aku sudah selesai.
 
"Ngopi dulu lah, kita santai sejenak. Gue teh aja ya, nggak pernah ngopi. Sini, gue ambilin airnya," kataku sambil meraih wadah masaknya
 
"Busyet deh lu, be'ol koq kayak ngeludah," Bayu bergumam sambil menyalakan kompor parafin-nya.   =^.^=
 
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.