Ketika Aku Harus Memilih
Setiap orang punya pilihan, pilihlah yang terbaik dan mulailah dari diri sendiri sebagai pendidik (guru/dosen) dalam menyelenggarakan PJJ secara daring.

Di dalam menjalani hidup ini memang banyak pilihan, kalau Anda punya pilihan maka pilihlah yang terbaik. Namun, apabila Anda tidak punya pilihan ya lakukanlah yang terbaik. Hal pilih memilih sekilas kalimat tersebut adalah hal Pemilihan Umum atau yang lebih dikenal dengan Pemilu. Bukan, sekali lagi bukan, karena penulis bukanlah seorang politikus atau anggota dari partai politik. Penulis adalah pendidik yang sedang mengalami kebingungan dengan kondisi akhir-akhir ini. Kepada pembaca yang budiman, kebingungan penulis ini menandakan bahwa penulis sungguh-sungguh ikut memikirkan situasi seluk-beluk pendidikan yang sudah dua tahun lamanya terhimpit masalah covid.
Sebagai orangtua, pendidik (guru/dosen), dan peserta didik semua kita tahu bahwa sekolah dan kuliah diselenggarakan secara daring. Ini adalah sebuah pilihan yang ‘terpaksa’ ditempuh demi tetap berlangsungnya pembelajaran, karena bagaimanapun juga proses belajar tidak boleh terhenti gara-gara pandemi covid-19. Sistem pembelajaran daring menjadi pilihan satu-satunya (the best choice among the worst) dari pada stagnan. Suka duka Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah kita alami bersama; yang menjadi persoalan dan menimbulkan berbagai pertanyaan ialah apakah hasilnya maksimal? Jawaban pastinya adalah tentu saja tidak! Lalu mengapa ditempuh? Karena tak ada pilihan lagi (no choice).
Dalam situasi seperti ini keselamatan warga menjadi hal yang paling utama (ingat adagium Latin: ‘Solus Populi Suprema Lex Esto’, yang dikemukakan oleh Filsuf Romawi Marcus Tullius Cicero, 106-43 SM). Makna ungkapan tersebut adalah keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi. Namun, apa boleh buat? Bukan berarti pendidik harus ‘menyerah’ menghadapi situasi begini. Sekalipun kita menyadari bahwa perubahan drastis (dari PTM ke PJJ) membuat kaget pihak-pihak terkait, ini adalah kenyataan. Infrastruktur yang belum mendukung, kesiapan pendidik (guru/dosen), peserta didik dengan teknologi internet, dan masih banyak lagi.
Maksud baik pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud-Ristek adalah memenuhi hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama kondisi darurat covid-19. Sekaligus melindungi seluruh warga pendidikan dari dampak buruk pandemi, di samping mencegah penyebaran dan penularan covid-19 di lingkungan pendidikan. Pastinya yang namanya sekolah/kampus adalah tempat berkumpul/berkerumunnya orang-orang. Terbukti kebijakan digelarnya PTM awal Januari 2022 yang lalu berakibat ditutupnya kembali institusi pendidikan tersebut karena corona merajalela. Kebijakan tersebut tidak untuk diperdebatkan, yang penting adalah solusinya.
Fakta terjadinya learning loss terbukti, kemampuan literasi dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari anak Indonesia menjadi turun drastis. Kini Indonesia berada pada urutan ke 74 dari 79 negara (hasil survey PISA – Programme for International Student Assessment). Pekerjaan mengajar atau lebih tepatnya mendidik anak manusia adalah sebuah seni (teaching is an art), butuh keterampilan, waktu dan kesabaran. Pendidikan sebagai ilmu karena dalam pendidikan melibatkan landasan keilmuan yang bersifat teoritis dan praktis, sedangkan pendidikan sebagai seni karena hasil dari proses pendidikan adalah karya yang memiliki nilai keindahan. Hal tersebut wajar, sebab dalam mengajar guru/dosen dituntut bukan hanya penguasaan teknik melainkan juga intuisi.
e-education
Kalau pilihan jatuh pada yang serba elektronik, maka ketergantungan bidang pendidikan pada internet tak terelakkan lagi. Kemajuan di bidang Teknologi Informasi (TI) terbukti dapat menjangkau antar warga dunia yang domisilinya tersebar di mana-mana, sekalipun mereka tidak saling mengenal satu sama lain, itulah kecanggihan TI. Namun, ada juga kekurangannya yaitu terjadi ‘ancaman’ pergeseran pola kerja di masyarakat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan matang-matang jika mau menyelenggarakan e-learning.
Dengan adanya TI (internet), proses siklus perputaran knowledge menjadi sangat cepat, sehingga sebagai insan pendidikan yang hidup di zaman ini kita perlu memilih sikap dan kemampuan untuk beradaptasi dengan tuntutan kemahiran yang berubah dengan cepat. Hal itu karena e-learning merupakan bentuk PJJ yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi. Sedangkan on line learning memanfaatkan teknologi internet dan ekstranet yang dikenal dengan world wide web (web based learning, www). Adapun computer based learning memanfaatkan komputer sebagai terminal akses ke proses belajar.
Mengacu pada pendapat Thompson, dkk, bahwa ada kelebihan dalam e-learning karena dapat memberikan fleksibilitas, interaktifitas, kecepatan dan visualisasi. Memang sudah waktunya dunia pendidikan memiliki e-learning karena secara utuh e-learning dapat didefinisikan sebagai upaya menghubungkan peserta didik dengan sumber belajarnya (data base, guru/dosen, perpustakaan) yang secara fisik terpisah berjauhan. Mereka tetap dapat berkomunikasi, berinteraksi dan berkolaborasi secara langsung seperti jika mereka sedang bertatap muka.
Diakui bahwa masing-masing teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan teknologi e-learning tidak sepenuhnya dapat memberikan solusi ideal dan menyeluruh bagi penyelenggaraan proses PJJ. Namun demikian sebagai manusia yang dihadapkan dengan pilihan, insan pendidikan tentu berhikmat dalam menentukan pilihannya demi tetap berlangsungnya proses pendidikan di Indonesia yang masih terkendala sampai saat ini.
Dibagian akhir tulisan ini penulis menghimbau, apapun kendala yang dialami di dunia pendidikan di Indonesia kita harus melakukan yang terbaik yang dimulai dari diri sendiri. Bangsa yang maju adalah bangsa yang terdidik dan yang menempatan urusan pendidikan pada tataran yang utama. Kalau ada sementara pendapat orang yang mengatakan: ‘Tidak memilih adalah pilihan juga!’ Kata-kata itu sangat disayangkan dan tak perlu dibahas lebih lanjut karena bernada pesimis. Cobalah berpikir keluar kotak (think out of the box), tinggalkan zona nyaman (comfort zone) dan teruslah berprestasi walau di tengah pandemi.
Jakarta, 12 Maret 2022
Salam penulis; E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia – [email protected]
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.