Tentang Dosa

"Kamu masih belum bisa memaafkan diri sendiri atas semua yang terjadi?" Suara Yuni memecah keheningan pemakaman Pondok Bambu. Wangi melati melintas sekilas.
Tak ada jawaban, namun tatapan kosong Aryo sudah memberitahu segalanya. Ia mengusap-usap nisan yang bertuliskan nama Rita Kusumawardani dan tanggal tepat lima tahun lalu.
Keduanya kemudian beranjak ke arah mobil setelah Aryo menaburkan bunga.
"Semuanya salahku," tatapan Aryo nanar. "Andai saja aku tidak gila kerja. Andai aku tidak abai terhadap semua tanda-tanda. Andai aku lebih banyak ada di rumah. Andai tiap hari kutanyakan keadaannya. Apa yang terjadi pada dirinya, dosa terbesarku yang tak termaafkan."
"Rita mengambil keputusannya sendiri," sanggah Yuni.
"Aku bisa membuatnya berubah pikiran sejak awal andai saja tahu keputusan itu," lalu hening kembali menyergap mereka berdua. Hanya bunyi tik tik dari lampu sein dan suara musik dari radio yang mengiringi perjalanan pulang itu.
Sepi, di antara tetesan gerimis hujan yang menghantam kaca depan mobil.
"Kamu tidak adil," cetus Yuni membuka kembali pembicaraan.
"Maksudnya?" Tanya Aryo kebingungan.
"Tidak bisakah kita berhenti membicarakan ini dari sudut pandangmu sendiri?"
Aryo menatap ke sampingnya.
"Sudah lima tahun setelah kejadian itu, aku ditakdirkan Tuhan untuk menjadi pengganti dirinya. Tidak bisakah kita menjadikan ini masalah kita, bukan dirimu sendiri?"
"Bukankah semua sudah kuceritakan kepadamu terus terang?" Aryo keheranan.
"Ya, kesedihanmu saja, bukan kebahagiaanmu. Kamu tidak sadar senyummu bisa dihitung dengan jari sejak kita menikah?" Yuni berbalik bertanya.
Aryo kembali hanya bisa diam.
"Kebahagiaanmu kebahagiaanku juga. Kebahagiaan anak-anak. Lima tahun lalu aku melihat tangisanmu dari kejauhan. Aku ingin bisa mengobatinya. Membasuh luka kamu, luka kita berdua karena sama-sama kehilangan dia. Melihatmu sekarang aku merasa gagal," Yuni terisak.
"Rita sama-sama sahabat kita. Bahagia kamu, akan jadi bahagiaku dan bahagia dia di atas sana. Bahagialah buat dia. Supaya aku juga bisa bahagia untuk kamu." Yuni menghabiskan kata-katanya di tengah dingin AC yang menusuk. Ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya yang putih bening dengan selembar tisu.
"Tapi ceritanya akan lain andai aku tidak gagal membuatnya bahagia," potong Aryo.
"Yo, apa yang terjadi lima tahun lalu adalah sebuah kecelakaan. Takdir Tuhan yang tidak bisa kita ubah lagi. Dia memutuskan pergi dari rumah dan ikut dalam penerbangan naas itu sudah ditetapkan. Bukan salah siapa-siapa."
Aryo tak bisa menyanggah. Mobil hitam itu terus membelah keheningan malam. Yuni membuang pandangannya ke luar jendela.
"Tersenyumlah lagi. Tertawa buatku dan anak-anak. Kalaupun apa yang terjadi dengan Rita itu sebuah dosa, tebuslah kembali dengan membawa pulang kebahagiaan setiap hari untuk kita semua. Kamu berhak untuk kesempatan kedua."
Mereka bertatapan, sama-sama nanar. Ada banyak hal yang tak terungkapkan lagi dengan kata-kata. Tinggal lantunan suara serak Bryan Adams yang menjadi jarak di antara mereka berdua.
So if you're feeling lonely, don't
You're the only one I'll ever want
I only want to make it good
So if I love you, a little more than I should
Please forgive me, I know not what I do
Please forgive me, I can't stop loving you
Don't deny me, this pain I'm going through
Please forgive me, if I need you like I do
Lagu itu diakhiri suara Arvan Pradiansyah, yang membuka talkshownya. Tentang Anatomi Dosa, tentang kebahagiaan, tentang mengenali apa itu dosa, dan berusaha memperbaiki kesalahan diri sendiri.
====
Bagian dari tugas Brand Storytelling dari kelas The Writers Batch 14/2
Yang mau dengarkan podcastnya silakan klik di: http://instagram.com/arvanpradiansyah
Atau cari Arvan Pradiansyah di Spotify
Atau youtube SmartFM
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.