Aku Benci Daun Seledri

“Oke, sampai di sini dulu weekly meeting kita. Untuk para Division Head jangan lupa reportnya segera dikumpulkan ke Dede. Oh yah Dey, notulennya segera ya, selesai makan siang sudah ada di meja saya.” Perintah Pak Adi, Group Head kami.
“Haish, notulen sebelum makan siang?? Artinya aku ngga sempet makan siang, dong?’ Gerutuku dalam hati. Yah, memang begitu sih risiko sekretaris. Harus bisa diandalkan, harus siap kapan saja. Terlambat makan siang sudah hal yang biasa buat aku, yah walau dalam hati pasti kesal juga.
Begitu sampai di meja kerja, langsung aku telepon Kardi_office boy andalan di grup aku. “Di, tolong beliin bakso, dong. Aku makan di tempat, ngga pakai lama ya!” Pintaku buru-buru agar bisa langsung mengerjakan notulen rapat tadi. Memang Kardi itu office boy andalan, ngga sampai 10 menit dia datang dengan semangkuk bakso. “Makasih yah, Di!” Ucapku sambal menyerahkan uang untuk membayar bakso tersebut.
Karena sudah benar-benar lapar dan waktu untuk makanku tidak lama, langsung saja aku beralih ke semangkuk bakso hangat yang dibawakan oleh Kardi barusan. Baru saja mau menyendok kuahnya, aku langsung terhenti. “Haish.., daun seledri??”
Seketika saja mood aku langsung turun. Aku benci daun seledri!
Sebenarnya aku pecinta sayur-sayuran. Hampir semua jenis sayuran aku suka, kecuali yang satu ini. Daun seledri. Entah kenapa daun yang satu ini punya rasa yang sangat aneh buat aku. Tidak pahit, tidak juga manis. Aneh. Rasanya khas, yang buat aku sangat susah dijelaskan dengan kata-kata. Daun seledri juga daun yang ajaib. Tidak perlu sampai satu batang, cukup beberapa helai daun tipisnya mampu merubah rasa dan aroma satu porsi makanan. Ajaib, kan?
“Yang benar aja, aku udah kelaparan ini.” Rengekku dalam hati sambal membanting sendok.
“Dey, ke ruangan saya sekarang!” Tiba-tiba saja, entah dari mana Pak Adi_bos aku ini muncul. Langsung dengan terburu-buru aku masuk ke ruangannya. “Iya, ada apa, Pak?” Tanyaku.
“Dey, tolong telepon seluruh Area Manager, besok pagi kita rapat. Suruh mereka siapkan laporan bulan September kemarin. Urgent ya, buruan.” Perintah Pak Adi buru-buru. “Oh iya, baik, Pak.” Jawabku.
“Ya udah, saya pergi dulu. Notulennya jangan lupa!” Sambung Pak Adi sambal berjalan ke luar ruangan. “Loh, Bapak mau kemana?” Tanyaku penasaran, karena seingat aku dari rapat tadi Beliau langsung ke luar kantor. “Ya makan siang, tadi saya dipanggil Direksi. Jadi belum sempat makan. Mana tadi Direksi marah-marah pula ke saya. Ahh, kenapa sih hidup ngga sejalan dengan apa yang saya rencanakan?” Sambil mengeluh Pak Adi berjalan terus ke luar. “Ohh lagi kesal dia..” “Tebak aku dalam hati.
Kembali ke meja kerjaku, aku dihadapkan dengan semangkuk bakso yang sudah dingin. Menatap nanar ke potongan daun seledri yang ada di mangkuk, aku teringat dengan kata-kata bos aku barusan. “Kenapa sih hidup ngga sejalan dengan apa yang saya rencanakan?”
Kehidupan adalah serangkaian perencanaan yang telah kita buat. Maka dari itu, kita perlu harus membuat perencanaan yang terbaik untuk mendapatkan kehidupan yang sempurna. Namun begitulah kehidupan, kadang sesempurna apapun perencanaan yang telah kita buat, hidup punya caranya sendiri untuk mengacaukan perencanaan kita. Hidup memang tidak selalu adil bagi semua orang.
Apabila kita telah membuat perencanaan terbaik, namun hidup tidak berjalan sesuai yang kita inginkan, yah memang tidak ada jalan lain selain memperbaikinya. Misalnya dengan menyisihkan potongan-potongan daun seledri dari bakso yang akan aku makan ini. Benar, walau sudah menyisihkannya, rasa daun seledri tetap sedikit melekat pada kuah bakso. Kesal? Tentu saja kesal. Tapi setidaknya aku sudah berusaha memperbaiki rasanya dan tidak membuang bakso tersebut, kan?
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.