Utara-Selatan

Mengenal arah mata angin di Yogya

Utara-Selatan

Utara-Selatan

Meskipun saya orang Jawa asli (maksudnya Jawa Tengah dong), karena ayah saya asli Yogya, dan ibu saya dari Tegal-Pekalaongan, serta saya lancar berbahasa Jawa, tak urung saya mengalami gegar budaya ketika kuliah di Yogya. Ada beberapa sebab: pertama,  ternyata bahasa Jawa saya, yang Semarangan itu, dianggap aneh dan tidak memenuhi standar; kedua, rupanya gaya saya berkomunikasi yang blak-blakan, dianggap kasar; ketiga, nah ini yang paling merepotkan, saya tidak terbiasa dan tidak bisa menentukan arah mata angin: Utara-Selatan-Barat-Timur.

Arah mata angin sangat penting di Yogya. Karena orang Yogya menggunakan arah mata angin untuk menunjukkan lokasi, dan ini, cilakanya..lokasi apa pun. Dari abang becak, petugas toko, SPG, bapak ibu dosen, dan kawan akan selalu menggunakan utara-selatan-barat-timur. 

Di hari pertama kuliah, saya hampir tidak ikut kuliah karena tidak bisa menemukan ruangannya, Di jadwal hanya ditulis ruang utama. Karena kampus besar, saya tentunya bingung dan gugup. Maklum kampus saya Univeristas Gadjah Mada (UGM) termasuk kampus yang besar. Saya tergopoh-gopoh, tanya pejnaga di depan Fakultas :

"Pak, Ruang Utama itu dimana?  Si bapak menjawan : " Itu mbak,  sampeyan naik tangga, terus ke arah barat, lalu ke utara; nah ruang ke dua dari sebelah barat tangga itu ruangannya"  Mampus lah ...  Akhirnya setelah lari sana-sini, saya pun menemukan ruangan kuliah. Ketika saya ceritakan pengalaman ini kepada  kawan-kawan yang asli  Yogya , mereka dengan wajah penuh rasa kasihan memberitahu bagaimana membaca mata angin: "gampang kok, Merapi itu Utara, Keraton itu Selatan" Nah, mulai pede nih. 
 

Setealah agak mapan di  Yogya, saya mulai berani menjelajahi kota Yogya. Berbekal patokan Merapi-Keraton itu, saya jalan-jalan ke Malioboro, masuk ke toko alat-alat tulis Saya tanya pada mbak yang bertugas: "saya mau beli buku  tulis dan ballpoint." Si mbak menjawab: "itu di lemari sebelah utara." Lhaaa dalam toko di Malioboro, dimana arah  Utara? Saya tanya lagi ke mbak: "maaf mbak utara itu dimana?" Si Mbak menijawab dengan tidak sabar: " Pripun to? Ini kan Malioboro, toko ini di sebelah timur, jadi lemari itu ya yang di kiri situ lho.."

Setelah beberapa saat bermukim di Yogya saya pun mulai mahir menyebut utara-selatan ini. Kalau mau kuliah, saya bise mengarahkan abang becak:  " Mas, ke Fakultas Sastra ya; itu lho dari bundaran UGM ke utara, terus ke timur. Gedungya menghadap ke barat.." Wah saya merasa sudah menjadi warga Yogya. Dan saya bangga bisa menggunakan utara-selatan ini untuk mencari lokasi, atau pun barang di toko dan pasar. 

Suatu hari, kakak ipar saya yang asli Lampung menengok saya di Yogya. Ia menyetir sendiri dari Jakarta bersama kakak saya dan keponakan yang masih kecil. Wahhh senang sekali anak kos-kosan ditengok kakak.  Keluarga kakak langsung minta diantar ke tempat gudeg,  "Ayo kamu tunjukkan tempat gudeg yang paling top," katanya. Saya pun menjawab: "Ayo, saya tahu kok tempatnya, sebelah Selatan Tugu."  Kakak saya menjawab: "di mana pun lah yang penting ke sana . Kamu jadi penunjuk jalan". Saya duduk di depan di samping kakak ipar.  Dengan suara pede saya mulai mengarahkan: " Ini terus saja mas ke arah timur."  Karena kakak ipar diam saja, saya sampaikan maksudnya ke kanan. Selang beberaoa menit saya sampaikan lagi: "nah ini perempatan, kita ke selatan, terus nanti ke barat." Tiba-tiba kakak ipar saya menghentikan mobilnya di tengah perempatan." Dengan suara geram dan setengah menghardik dia bilang: " mulai sekarang kamu tolong sampaikan, saya harus mengarah ke depan, ke kanan, ke kiri atau ke belakang, Okay? Gak paham saya dengan utara-selatan." Saya terdiam kaget, setengah takut, namun kemudian saya tersenyum, saya sudah jadi orang Yogya


 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.