The Invisible - Tak Ada yang Mau
![The Invisible - Tak Ada yang Mau](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_5e5281b3593c4.jpg)
"Muss, ada yang baru datang, tuh?!" Bintu menepuk pundak Muss.
Muss terlonjak dan terbangun dari kantuknya. Segera Muss mendatangi sepasang tamu yang masih celingak-celinguk mencari tempat duduk dan penjaga kedai. Tengah malam ini Klub Musang penuh. Semua kursi dan bangku di ruang tengah dan lantai dua terisi.
Muss menghampiri tamunya, tersenyum, mengenalkan diri dan segera mengantar mereka ke teras belakang, satu-satunya yang masih kosong. Meskipun teras aman dari cipratan gerimis, cuaca basah, dingin, apalagi gerimis, tak terlalu disukai banyak tamu, sehingga teras belakang lengang malam ini.
"Segera setelah ada tempat yang kosong di dalam, saya akan kabari, ya?" janji Muss usai mencatat pesanan mereka. Kedua tamunya tersenyum dan berterima kasih. Melihat kedua tamunya mengenakan jaket tebal, Muss lega dalam hati. Setidaknya mereka bisa bertahan sekitar setengah jam, sebelum ada tamu di ruang dalam kedai yang beranjak pulang.
Klub Musang sedang naik daun beberapa bulan ini. Tak hanya karena kopi yang disediakan bermacam jenis, atau variasi makanan, atau jam buka yang 7/24, alias selalu buka. Ada sesuatu di kedai itu. Sepertinya ini soal Muss.
"Muss sangat menjiwai perannya," Toddy mulai dengan hipotesisnya. Toddy dan Bintu sedang membicarakan Muss. Betapa semua tamu di Klub Musang sangat menyukai tempat itu, dan sangat menyukai Muss!
"Menurutku, itu karena Muss. Bahkan sejak kita mengenalnya. Sejak sebelum ia membuka KM," giliran Bintu memberikan argumennya.
Keduanya langsung terdiam ketika Muss kembali duduk di sebelah mereka. Tanpa diminta, Muss mulai bercerita tentang tamunya yang baru itu. Dalam hitungan kurang dari duapuluh menit melayani pesanan tamunya, Muss bisa menceritakan banyak hal. Muss memang pribadi yang ramah, menyenangkan, dan seorang pengamat yang jeli.
"Eureka!" kata Bintu setengah berteriak memotong cerita Muss.
"Apa, sih?" gerutu Toddy. Ia sedang sibuk berWhatsapp di grup dengan empat sahabat yang lain. Tiga sedang ada pekerjaan, dan satu sedang flu di rumah.
"Aku tahu rahasianya," jawab Bintu tersenyum lebar. "Aku tahu kenapa Muss dan KM jadi idola."
"Ha? Kenapa dengan KM? Kenapa dengan aku?" tanya Muss dengan wajah keheranan.
Bintu menjelaskan panjang lebar. Sifat dan perilaku Muss adalah kuncinya. Muss selalu berhasil melihat keistimewaan tiap tamunya, dan memujinya dengan tulus. Muss bahkan melihat keistimewaan si kakek penggerutu, seorang tamu yang tak disukai banyak orang di kedai.
"Oh iya, waktu itu Muss benar-benar sakti," Toddy menyela penjelasan Bintu. "Si kakek langsung takluk sama Muss," Toddy tertawa.
"Dan kau, Toddy Cat," sambung Muss. "Sebenarnya kamu berhati mulia, hanya saja sarkasme yang selalu kau pakai sebagai bungkusnya." Bintu dan Muss tertawa meledek Toddy yang merengut kesal.
Masih tertawa, Muss bangkit dan menuju meja kasir. Ada dua tamu turun dari lantai dua yang akan pulang. Usai berbincang sebentar sambil menerima pembayaran, Muss segera ke beranda belakang.
Bintu mengawasi Muss dari tempat duduknya. Ia tersenyum. Bintu senang memiliki teman seperti Muss, dan senang karena berhasil menemukan jawaban.
"Semua makhluk itu punya arti dan peran," ucap Bintu pada dirinya sendiri.
"Jangan membuat yang lain invisible. Itu kan, maksudmu?" Toddy membungkus kata-katanya, persis kata Muss beberapa menit lalu. (rase)
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.