SINKRONISASI

Part 1

SINKRONISASI

 

Sore ini tampaknya hujan adalah sahabat terbaik bagi langit, karena tak ada alasan selain dari hujan yang mampu membasahi bumi secara menyeluruh bahkan menyebabkan genangan air dimana-mana.

“Hurf… yok bisa yok” kataku sambil menyingkap rok gamis biru tua dan bersiap melewati genangan air dengan hati-hati bak melewati jalan penuh ranjau berbahaya.

Tiiittt…. bunyi klakson mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi melewati jalan tepat di  sampingku.

Buuurrrr.. gelangan air yang dengan hati-hati ku hindari justru menyiram bajuku hingga basah kuyup.

Aku spontan kaget dan kesal sambil bersumpah serapah kepada pengendara mobil yang ugal-ugalan itu. “Astagfirullah.. iihhh dasar.. udah tau becek malah ugal-ugalan”.

Bagaimana tidak, jikalau bisa di gambarkan saat itu kondisiku seperti anak kecil tak berdosa yang main hujan-hujanan hingga basah kuyup dan berjalan pulang ke rumah.

Tak berjarak jauh aku melihat mobil tersebut berhenti dan melaju mundur entah apa alasannya mendekati tempatku berdiri terpaku dengan baju yang basah kuyup, mungkin si pemilik mobil mendengar sumpah serapahku dan merasa berdosa lalu akan minta maaf.

Kaca pengemudi mobil tersebut tepat berada di hadapanku dan pintu mobilnya terbuka, keluarlah sosok laki-laki tinggi, berkumis tipis membuatnya terlihat manis, kulitnya sawo matang, hidungnya mancung, rambutnya sedikit ikal, dengan stelan kemeja berwarna biru laut muda dengan lengan panjang yang digulung hampir ke siku lalu dia berjalan ke arahku dengan wajah seperti mengingat-ingat sesuatu.

“Syarifah?! Kamu Syarifah Ardila kan?” Laki-laki itu langsung menodongku dengan pertanyaannya tanpa basa basi atau minta maaf.

“Ni orang siapa ya, kok bisa tau namaku? Iya aku memang udah tuir dan pelupa tapi bukan pikun” Kataku dalam hati.

“Haloo, kamu Syarifah Ardila kan? Anak kelas A di SDN 148 Pekanbaru?” Tanyanya lagi begitu yakin dengan semua yang di ucapkannya.

“Hmm.. Iya saya Syarifah Ardila, mohon maaf Anda siapa ya sepertinya saya masih belum ingat Anda siapa?” Jujur memang sifat pelupaku ini udah kebangetan, gimana nggak kebangetan toh aku lupa siapa dia tapi dia masih ingat dengan ku.

“Ya Allah fa.. ini aku Hanafi, Hanafi Ulhaq.. kamu inget kan? Kita dulu sahabatan masa kamu lupa sih sama aku.” Aku spontan kaget mendengar namanya, dan aku terdiam membisu.

 

FLASHBACK ON

12 tahun lalu, bangunan sekolah bertingkat dua penuh dengan nuansa oren bertuliskan SDN 148 Pekanbaru pada bagian atapnya, saat itu terlihat satu kelas dengan suasana yang begitu ceria dan ramai dengan anak-anak kelas 4 SD saat jam istirahat, ada yang bermain kejar-kejaran, ada yang makan bersama dengan teman sepergengan bahkan ada yang bermain lompat tali dan semua permainan itu dilakukan di dalam kelas, terbayang bukan bagaimana keadaannya saat itu.

Berbeda hal nya dengan anak-anak yang lain, ada 2 orang anak kecil yang duduk sebangku dan saling berbincang mengenai suatu hal yang menarik, hal ini terlihat jelas dari raut wajah antusias anak si tukang pencerita.

“Ifa, kamu tau nggak kalau kita itu berasal dari sel sperma ayah kita dan sel telur ibu kita. Sel-sel ini ketemu di Tuba Faloppi dan saat ketemunya itu disebut Pembuahan atau Fertilisasi, nah terus..” Si Afi kecil yang genius mengajari sahabat dekatnya Ifa, Ifa kecil yang polos masih tak mengerti maksud ucapan Afi dan hanya mendengarkannya saja tanpa berniat untuk menanggapi.

Tidak seperti anak diusianya, Afi kecil senang membaca dan belajar materi pelajaran 3 tahun di atasnya. Ia bisa memahami dengan mudah apa yang di pelajarinya hingga bukan tidak mungkin dia menjadi juara 1 di kelas setiap tahunnya dan mendapatkan predikat juara umum. Dari semua materi pelajaran, ia paling menyukai Matematika dan IPA.

Di umurnya yang masih 11 tahun, ia sudah menguasai semua rumus Matematika kelas 3 SMP dan yang membuat takjub lagi, ia bisa ‘menciptakan’ rumus Matematika sesuai dengan pemahaman jalan pemikirannya sehingga seringkali wali kelas ku yang juga guru Matematika merasa ‘insecure’ saat mengajar karena selalu saja ada perdebatan rumus dan hasil antara beliau dan Afi kecil.

Jujur, aku dulu sangat tidak senang dengan yang namanya Matematika karena kekurangan satu rumus saja maka hasilnya bakal salah apalagi karakterku yang pelupa dan sedikit teledor membuatku menyalahkan matematika atas menurunnya peringkat kelasku. Ifa kecil dulu tidak akrab dengan Afi karena mereka tidak berada di kelas yang sama namun mereka bertemu ketika Ifa di pindahkan ke kelas unggulan yaitu kelas 3A hingga akhirnya di kelas 4A mereka mulai akrab dan bermain bersama. Dari situ, Ifa mulai berusaha untuk belajar Matematika dengan mengkuti Les Matematika supaya bisa saling diskusi dengan Afi. Hal itu dilakukan Ifa karena seringkali ia melihat Afi selalu menyendiri dan tak memiliki teman saat jam istirahat akibat kejeniusan otaknya.

FLASHBACK OFF

Aroma kopi yang khas menyelimuti setiap sudut café dan menyeruap masuk ke hidung, Ifa yang duduk sendiri karena di tinggal Afi sebentar untuk mengambil barang yang tertinggal di dalam mobil pun kini sedikit menggigil kedinginan karena bajunya yang basah.

Tak lama, Afi pun datang dan menyodorkan sebuah kantong plastik berwarna putih ke Ifa, “Fa, ini baju buat kamu sebagai perasaan bersalahku ngebasahi baju kamu. Aku minta maaf Fa karena bener-bener nggak lihat ada pejalan kaki di pinggir jalan.”

“Hmm.. iya gak papa Fi lain kali kamu lebih hati-hati ya dan kamu nggak harus beliin aku baju baru kayak gini kok.” Jawabku tersenyum sedikit malu atas sikap Afi yang perhatian.

“Aku nggak bilang ini baju baru Fa, ini baju kakakku yang ketinggalan di mobil jadi kamu pakai saja dulu daripada ntar kamu sakit.”

“Hadehh.. Si Afi ni gak berubah, pake bilang ini baju kakaknya segala, kan aku jadi makin malu minjem baju kakaknya.” Kataku membatin sambil menahan malu.

“Oh gitu, tapi nggak papa kok kan sudah hampir kering jadi nggak perlu ganti baju.” Afi yang mendengar alasanku pun tersenyum lebar.

“Ya Allah Fi jangan tersenyum gitu napa, itu membuatku teringat luka lama.”Kataku di dalam hati.

“Kamu nggak berubah Fa, selalu saja membuat alasan yang nggak logis bagiku. Sudah diterima saja, sekarang kamu ganti baju kamu yang masih basah itu dan jangan bilang itu udah mau kering untuk menolakku, aku tak menerima alasan itu. Ini pakailah.”

Aku pun akhirnya menyerah, lalu mengambil bajunya dan lekas pergi ke toilet untuk berganti baju.

 

FLASHBACK ON

Jam menunjukkan pukul 9 pagi, hari ini kelasku ada pelajaran olahraga.

“Oke, Selamat pagi anak-anak.”

“Selamat pagi, Pak.”

“Hari ini kita bermain bebas, jadi yang laki-laki boleh bermain sepak bola dan yang perempuan boleh bermain bola volly.“

“Pak, apa kami boleh main lompat tali?” Tanya seorang siswi.

“Boleh, tapi tetap bermain di lapangan dan ajak teman perempuannya yang lain ya.” Jawab Pak Mail guru olahragaku. “Baik, Pak.” Jawab siswi tersebut dengan semangat.

“Oke, sebelum memulai kegiatan kita pada pagi hari ini alangkah baiknya berdoa menurut ajaran dan kepercayaan masing-masing. Berdoa di mulai. Berdoa selesai. Seperti biasa, kita pemanasan terlebih dahulu.” Pemanasan dilakukan secara berurutan, setelahnya semua murid langsung membentuk tim memulai permainan yang mereka inginkan.

“Fa, kamu mau main apa?” Tanya Afi.

“Emang kamu mau main apa? Nggak ikut mereka main bola?” Tunjukku ke arah anak laki-laki yang bersiap main bola.

“Hehehe, nggak ah. Nggak bisa main bola.” Jawab Afi malu-malu.

“Ooo, kenapa kamu nggak bisa main bola? Kan anak laki-laki biasanya main bola. Keren loh pemain bola tu dan bisa keliling dunia”

“Emang kamu suka ya laki-laki yang main bola? Keliling dunia nggak harus bisa main bola kok.” Jawab Afi sedikit kesal.

“Ya kan kalau kamu bagus main bola, kamu bisa tanding kemana-mana.” Timpalku ke Afi.

“Gini Fa, aku ada impian yang bisa buat aku keliling dunia bahkan dikenal orang. Ini rahasia sih, tapi aku kasih tau kamu aja deh dan kamu harus janji dulu jangan bocorin ke siapapun, oke?” Kata Afi sedikit percaya diri akan impiannya.

“Iya aku janji, emangnya apa sampai impian kamu ini rahasia dan apa ibumu tau impian rahasiamu ini?”

“Nggak sama sekali, siapapun kecuali aku, malaikat dan Allah yang tau dan setelah ini kamu jadi yang keempat tau impian rahasiaku.” Kata Afi dengan nada suara yang sedikit berbisik, karena aku mengenakan jilbab jadi suaranya tidak begitu jelas alhasil aku mendekatkan telingaku ke arahnya.

“Pertama, aku ingin menemukan apel di gua, yang kedua, aku ingin membangun kota dengan nama ku sendiri dan yang ketiga, aku mau menemukan sebuah alat yang belum pernah diciptakan.”

Sebagai anak SD yang polos membuatku hanya menganggukkan kepala ku selama Afi mengatakan semua impiannya dan anehnya aku percaya semua itu bakal diwujudkan olehnya. Yah namanya anak kecil, apa-apa yang nggak mungkin bagi orang dewasa lakukan pasti selalu diimpikan dan di percaya.

FLASHBACK OFF

“Oh iya fa aku lupa menanyakan kabarmu, apa kabarmu dan orangtuamu?” Tanya Afi kemudian meresap kopi hangat yang didepannya.

“Alham..dulillah ba..ik.., ka..mu apa kabarnya dan bagaimana orang tua..mu?” Jawabku dan kembali bertanya dengan sedikit canggung.

Afi kembali tersenyum kepada ku sambil menganggukkan kepalanya sebagai isyarat baik-baik saja. “Alhamdulillah baik juga, btw aku seneng loh ketemu kamu karena udah lama nggak lihat kamu jadi jangan merasa canggung di depanku,” Kata Afi yang menyadari kecanggungan ku kepadanya.

Aku menjawab dengan anggukan dan tersenyum canggung kepalanya.

“Btw gimana kabarnya Alisa? Kamu dan dia deketkan?” Tanya ku untuk memecah suasana canggung diantara kami.

“Alisa? Aku nggak ada komunikasi dengan dia sejak 6 tahun lalu dan lagi pula dia akan tunangan jadi nggak pantes sih gangguin calon orang, ntar malah aku di sangka selingkuhannya lagi.” Jawabnya sambil bercanda.

“Serius? Bukannya kalian hmmm pacaran ya?” Tanyaku lagi dengan sedikit hati-hati.

“Info dari siapa? Aku dan Alisa hanya berteman, dan aku nggak suka dia kok. Emang kata siapa sih aku pacaran sama Alisa?” Tanya Afi dengan wajah yang sangat penasaran.

Aku ketika mendengar kata ‘aku nggak suka dia kok’ dari Afi membuatku merasa sedikit senang dan sedih. Senang ketika ekspetasiku salah mengenai mereka dan sedih karena mungkin ada seorang gadis yang dia sukai itu mungkin bukan aku.

“Fa? Ifa?” Panggilan Afi membuatku tersadar dari lamunan ku.

“Mikirin apa sih? Aku kepo deh, oh ya btw katanya kamu mau nikah ya?” Pertanyaan Afi spontan membuatku memelototkan mata ku kepadanya dengan pikiran nggak menyangka Afi menanyakan hal seperti itu.

“Loh kamu dapet info dari mana? Aku yang mau nikah kok kamu duluan yang tau? Nggak usah ngarang cerita deh Fi, garing tau.” Kata ku sedikit kesal kepadanya.

“Lahh, jangan marah dong tuan putri Ifo, aku kan nanya doang soalnyaaa..” Kata Afi menggantungkan ucapannya.

“Soalnya apa? Nggak usah ngadi-ngadi.”

Tiba-tiba suara notifikasi panggilan ponsel Afi berdering dan dengan cepat permisi keluar sebentar untuk mengangkat panggilannya.

Selang 10 menit, Afi kembali masuk dan langsung minta maaf serta berpamitan denganku katanya rekan kerjanya meminta bantuannya untuk melihat istrinya yang baru selesai melahirkan di rumah sakit namun suami atau rekan kerjanya ini besok baru bisa cuti.

“Iya Fi, gak papa. Fii amanillah ya dan titip salam buat orang tua kamu ya.”

Afi mengangguk dan bergegas pergi meninggalkan ku setelah dia membayar semua tagihan di kasir.

 

Next....

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.