Pentingnya Membatasi Pembicaraan

Jangan berbicara terhadap hal yang tidak kamu ketahui dan jangan semua yang kamu ketahui, kamu bicarakan.

Pentingnya Membatasi Pembicaraan
Photo by NEOSiAM 2021: https://www.pexels.com/photo/shallow-focus-photography-of-brown-barbed-wire-593101/

Saya memiliki pendapat yang berbunyi “menahan untuk tidak berbicara di media sosial ternyata lebih sulit dibanding menahan bicara secara langsung”. Pendapat tersebut tercetus ketika saya merasa bahwa diri saya mudah terpancing untuk merespon suatu konten atau informasi—baik positif maupun negatif—di dunia maya, sedangkan di dunia nyata saya cenderung lebih pasif untuk merespon suatu hal.

Di dunia maya, saya sering sekali merespon suatu informasi yang sebenarnya tidak penting dan seharusnya tidak saya komentari, tapi karena di dunia maya saya merasa tidak ada konfrontasi secara langsung dengan si pemberi informasi, saya merasa lebih berani untuk merespon.

Di dunia nyata, saya cenderung pasif dalam merespon suatu informasi atau kejadian. Ketika ingin merespon suatu hal—baik hal positif maupun hal negatif—saya selalu memikirkan matang-matang untuk memutuskan respon apa yang harus saya berikan untuk hal tersebut.

Setelah dipikir-pikir, ada perbedaan sikap yang saya miliki dalam merespon suatu hal di dunia maya dan di dunia nyata. Di dunia maya saya lebih berani, di dunia nyata saya lebih hati-hati. Hal ini membuat saya berada pada kesimpulan bahwa di dunia maya saya pun harus hati-hati sebagaimana di dunia nyata.

Kesimpulan tersebut tidak semata-mata terlintas di dalam pikiran saya, ada beberapa faktor yang membawa saya pada kesimpulan tersebut. Beberapa faktor itu adalah rentetan pengetahuan yang saya dapatkan secara berkala. Rentetan pengetahuan itu datang dari tiga orang yang berbeda, ada dari profesor, supir angkot, dan guru ngaji.

Pengetahuan pertama datang dari seorang profesor kondang yaitu Quraish Shihab. Sepenggal pengetahuan dari beliau yang membawa saya kepada kesimpulan ini yaitu “Jangan berbicara terhadap hal yang tidak kamu ketahui dan jangan semua yang kamu ketahui, kamu bicarakan”.

Pengetahuan kedua rupanya saya harus menjemputnya di tempat yang jauh dari tempat tinggal saya. Pasalnya, pengetahuan yang kedua ini saya dapatkan di Tasikmalaya, kampung halaman bapak saya. Selain itu, pengetahuan kedua ini saya dapatkan di tempat yang tidak terduga, yaitu di angkot. Saat itu supir angkot tersebut sedang berbincang dengan salah satu penumpang yang duduk tepat di belakang kursi supir. Saya tentunya hanya menyimak perbincangan mereka. Di Tengah perbincangan, supir angkot tersebut mengucapkan kalimat yang membuat saya bergegas untuk mencatatnya, “hirup mah kudu daek ngelehan, ngarah kana salamet”. Jika dialihbahasakan ke bahasa Indonesia kurang lebih artinya seperti ini “hidup itu harus mau mengalah, biar dekat dengan keselamatan”.

Pengetahuan yang ketiga—sekaligus pengetahuan yang membuat saya berpikir ternyata dua pengetahuan saya sebelumnya memiliki konektivitas yang menuju pada satu kesimpulan—saya dapatkan dari guru ngaji. Sepenggal pengetahuan yang beliau sampaikan yaitu “keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannya”. Sesaat setelah beliau mengucapkan kalimat tersebut, isi kepala saya seakan-akan bersinar dan jaringan otak bergerak bagaikan mesin yang baru saja menyala kemudian saling terkoneksi satu sama lain. Di atas kepala saya serasa ada bohlam yang menyala ‘ting!’ menandakan saya menemukan suatu ide.

Berdasarkan tiga pengetahuan tersebut, mulai saat ini saya percaya bahwa cepat atau lambat, setiap pengetahuan akan membawa kita menuju suatu kesimpulan. Dari tiga sumber pengetahuan di atas, saya menyimpulkan bahwa baik di dunia maya maupun di dunia nyata, kita harus tetap berhati-hati dalam berbicara. Di dunia nyata, kita harus berhati-hati dalam berbicara apalagi berkonfrontasi secara langsung dengan lawan bicara, kita harus berpikir cepat dan tepat dalam menyampaikan pesan kita. Begitu pun di dunia maya, jangan mentang-mentang tidak berkonfrontasi secara langsung dengan lawan bicara, kita bisa seenaknya berbicara.

Ada satu analogi yang disampaikan oleh Quraish Shihab; anggota tubuh manusia itu setiap saat selalu berkata kepada mulut, “mulut, jangan banyak bicara, karena kalau kamu salah yang kena getahnya itu kami”. Saya suka dengan analogi ini, karena memang jika mulut kita salah berucap bisa membawa petaka bagi anggota tubuh lainnya.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.