TELOR TIGA

cerita lucu tentang pemakaian telor dalam makanan

TELOR TIGA
Ref. Pixabay.com

“Irma, Irma, bangun”, sambil menggoyang goyangkan tubuhku, mamah membangunkanku.

Aku terbangun dan berpikir sudah pagi, aku melihat jam dinding yang ada di dinding kamarku, tepat lurus dengan mataku. Dan aku terbelalak ketika jarum jam tersebut menunjukkan angka 10, aku langsung berucap "udah pagi mah?'.

"Pagi apaan" mamahku menjawab. "Sekarang jam 10 malam, tadi kamu ketiduran ya abis maghrib, belum sholat Isya kan?, sholat dulu sana, nanti temani kakakmu beli martabak telor di deket stasiun kereta". Lalu aku pindah ke kamar mandi, meski nyawaku belum ngumpul semua.

Selesai sholat isya, saya menemui mamah untuk meminta uang membeli martabak yang mamah suruh tadi.

Malam ini adalah malam pergantian tahun, dan seperti biasa, tradisi dirumahku untuk menyambut pergantian tahun baru adalah mamah memasak nasi uduk dan ayam goreng. Lalu jam 12 malam, saat mendengar banyak bunyi petasan, maka kami akan bersama sama makan nasi uduk sambil berdoa kebaikan untuk tahun depan. 

Dan ada tambahan kue atau cemilan lainnya, seperti martabak telur yang kali ini mamahku menyuruh aku dan kakaku jalan untuk mengaku. 

Dengan naik motor yang dikendarai kakaku, kami jalan ke arah stasiun kereta api bekasi. Karena ini malam tahun baru, jam 10 malam masih sangat ramai di jalan. Petasan dan gendang drum dibunyikan meriah disepanjang jalan. 

Sampailah kami di trotoar menuju masuk stasiiun kereta api. Disana banyak berjejer gerobak gerobak yang berjualan. Dan aku melihat satu gerobak dengan tumpukan telor di depan kacanya.

Aku menyuruh kakaku menghentikan motornya di trotoar pinggir, dan aku turun dari motor, naik ke trotoar mendekati gerobak pedagang itu.

Aku bertanya "bang kalau dua telor harganya berapa?" 

Aku melihat mata si abang berpikir, lalu dia menjawab "15ribu neng".

Lalu aku bertanya lagi "kalo tiga telor, berapa bang?"

Lagi lagi aku melihat alis si abang mengernyit, dengan mengerutkan mata berpikir, lalu dia bilang "18ribu".

Langsung aku menjawab "ya udah, buat yang tiga telor ya bang" kataku dengan suara nyaring seorang anak abg. 

Maka si abang pun mengambil piring, lalu membuka bakul besar yang aku lihat isinya adalah tumpukan nasi menjunjung tinggi.

Aku kaget,lalu berkata "eh bang bang, lho itu apa?"

“Nasi”, si abang menghentikan tangannya yang hendak mengambil nasi, sambil terlihat ikut kaget karena suara cempreng aku yang agak berteriak. Aku tau itu nasi, tapi maksudku sebenarnya adalah "koq nasi?", namun karena kaget liat si abang mengambil nasi, jadi aku mengucapkan "itu apa?".

"Lho ini bukan martabak telor ya bang" tanyaku lagi.

"Bukan, ini nasi goreng" jawab si abang.

“Wah maaf maaf bang, saya pikir ini tukang martabak telor, maaf ya bang”

Untungnya abang itu baik, dia tidak marah dengan kesalahanku yang mengira dia jualan martabak. Si abang itu malah ketawa sambil bilang "makanya saya tadi juga bingung, koq nasi goreng minta telornya tiga, ngga pernah ada yang seperti itu minta telor tiga...he..he..he.." gumannya.

Akupun malu, sambil berjalan pergi, aku bilang "iya maaf ya bang, salah liat".

Aku mendekati motor kakaku yang parkir dipinggir trotoar, aku menceritakan kejadiannya, dia juga menttawakan aku. Lalu kami pergi mencari gerobak pedagang martabak telor. Ya tukang martabak telor, bukan tukang nasi goreng... he..he..he. 

Sampai detik ini, aku masih ngga bisa menemukan kenapa aku bisa salah melihat tukang nasi goreng, aku mengira tukang martabak telor, hanya karena aku melihat tumpukan telor yang menemani di depan kaca gerobak. Dan aku selalu tertawa sendiri kalau mengingat kejadian itu, dimana aku masih SMA saat itu. Mentertawakan kejernihan diri sendiri. 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.