MEMBENTUK SDM UNGGUL DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter diperlukan dalam rangka mengembangkan dan menguatkan sifat mulia kemanusiaan. Pendidikan itu dimulai sejak bayi berada di dalam kandungan ibunya, dan berlangsung terus sampai akhir hayat (from womb to tomb). Karakter baik dimanifestasikan dalam kebiasaan baik dan kebajikan dalam hidup seseorang.

MEMBENTUK SDM UNGGUL DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER
Menuju SDM unggul

 

 

            Pendidikan karakter dirasa sangat mendesak, karena pendidikan karakter diperlukan dalam rangka mengembangkan dan menguatkan sifat mulia kemanusiaan dengan tulus dan ikhlas dalam membentuk SDM unggul (excellent), karena seringkali yang terbaik itu tersembunyi dalam diri seseorang (hidden excellence in personhood).

            Pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan, yang disebut dengan faktor bawaan (endogen) atau nature dan oleh faktor lingkungan (eksogen) atau nurture. Antara keduanya ada interaksi, manusia dapat mengubah/membentuk budaya lingkungan, begitu juga lingkungan dapat membentuk karakter manusia. Unsur keteladanan menjadi penting, rumah dan sekolah adalah tempat persemaian, bagaikan tanah yang subur bagi bertumbuhnya potensi manusia. Membina karakter tidak dapat dilakukan melalui hafalan, dogma atau indoktrinasi.

            Menurut Ensiklopedia Pendidikan, watak adalah ‘struktur rohani yang tampak pada kelakuan dan perbuatan, dan terbentuk karena pembawaan’. ‘When wealth is lost, nothing is lost; When health is lost, something is lost; When character is lost, everything is lost’. Sedangkan jika mengacu pada The Webster’s Dictionary, menerangkan bahwa pengertian watak atau character sebagai: ‘The aggregate features and traits that from the apparent individual nature of some person or thing; moral or ethical quality; qualities of honesty; courage; integrity; good reputation; an account of the qualities or peculiarities of a person or thing’.

            Pendidikan itu dimulai sejak bayi berada di dalam kandungan ibunya, dan berlangsung terus sampai akhir hayat (from womb to tomb). Setiap insan Indonesia yang dibekali budi pekerti, kejujuran dan kedisiplinan, menjadikan cita-cita atau mimpi besar menjadi manusia unggul dapat tercapai. Menjadi manusia berkualitas unggul dan berintegritas sangat diperlukan agar Indonesia mampu mensejajarkan diri pada tataran dunia di era globalisasi. Untuk itulah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) mendesak untuk diimplementasikan di semua lini dan jenjang.

Pendidikan karakter itu penting, tidak hanya dikemas di dalam kelas, diajarkan di kelas lalu diuji, kemudian dinyatakan lulus, selanjutnya apakah dianggap sudah  selesai? Jawaban pastinya adalah belum! Pendidikan karakter juga tidak hanya dilakukan oleh seorang guru, melainkan juga orangtua, dan lingkungan masyarakat. Perlu tekad kuat, niat, minat, komitmen, keteladanan, motivasi internal dan eksternal dari para pendidik yang benar-benar mampu ‘menggarami’, dan menciptakan ‘atmosfer’ yang mendukung, serta peran afektif dan psikomotorik di samping ranah kognitif. Bahwa pendidikan karakter merupakan pondasi  terbentuknya SDM unggul yang sangat diperlukan untuk membangun bangsa Indonesia.

 

            Ketika pandemi covid-19 melanda dunia, kini adalah saat yang tepat untuk ‘menampi’, memilih dan memilah SDM unggul dan berkarakter baik. Tidak cukup hanya dengan pinter/pintar saja, melainkan dimilikinya afektif yang bagus adalah syarat utama seseorang untuk memenangkan persaingan di dunia kerja di era revolusi industri 4.0. Ada 3 isu utama tenaga kerja yang bisa tersisihkan dari komunitasnya: (1) Tenaga kerja/SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan rendah pasti akan tertinggal dan ditinggalkan; (2) Kekurangan atau ketidaksesuaian tenaga kerja/SDM yang diperlukan oleh dunia industri/pengguna; (3) Terjadinya pergeseran nilai-nilai sosial di masyarakat. 

          Untuk menghasilkan peserta didik unggul dibutuhkan pendidik yang tentunya lebih unggul, sesuai ajaran Ki Hajar Dewantoro, dengan ‘ing ngarso sung tulodo’ (di depan menjadi teladan; ‘ing madyo mangun karso’ (di tengah menciptakan prakarsa/  ide), dan ‘tut wuri handayani’ (dari belakang memberikan dorongan/semangat/motivasi). Tersedianya guru yang kompeten dan berkarakter merupakan kunci keberhasilan model 9 pilar karakter yang terdiri: (1) Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; (2) Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian; (3) Kejujuran; (4) Hormat dan Santun; (5) Kasih sayang, Kepedulian, dan Kerjasama; (6) Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah; (7) Keadilan dan Kepemimpinan; (8) Baik dan Rendah Hati; (9) Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan. Demikian rumusan 9 pilar oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF).

Pendidikan karakter harus dipahami bukan sekedar mengajarkan yang benar dan yang tidak benar, melainkan harus lebih dari itu, karena pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang mana yang baik dan mana yang tidak baik (domain kognitif) dan ikut merasakan (domain afektif) tentang mana yang baik dan mana yang tidak baik, maupun menilai mana yang baik dan biasa dilakukan (domain perilaku). Jadi, pendidikan karakter terkait erat dengan ‘habit’ atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktekkan atau dilakukan seseorang dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Karakter baik dimanifestasikan dalam kebiasaan baik dan kebajikan dalam hidup seseorang, seperti pikiran baik, hati baik dan tingkah laku baik. Karakter bersifat memancar dari dalam (inside-out) dalam arti bahwa kebiasaan baik dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan dari orang lain namun, atas kesadaran dan kemauan sendiri. Karakter adalah sesuatu yang terlihat, merupakan bentuk perilaku konkrit atau penerapan dari moral.

 

Jakarta, 10 Mei 2021

Salam sehat dari penulis: E. Handayani Tyas – tyasyes@gmail.com


 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.