Orang-orang celamitan
Sebuah pesan dari orang celamitan

Akhir-akhir ini saya banyak merenung tentang lingkaran pertemanan saya dimana saya merasa ada banyak teman yang senang sekali dengan sesuatu yang gratis. Dan yang merepotkan lagi ada beberapa teman yang kalau main ke rumah celamitan banget dan apa-apa mau. Gaya mereka menginginkan milik saya pun persis sekali seperti anak kecil dan ada juga yang agak kurang santun. Udah tau saya jualan makanan, pengen selalu dapat sampel makanan, yang pasti gratis, giliran terasa enak eh malah minta resepnya. Walah!
Yang bergaya anak kecil juga lumayan lucu, misalnya kalo waktu mereka main ke rumah, kebetulan ngeliat mangga di atas meja makan dan belum ada penawaran dari saya, tiba-tiba bisa aja bilang:"Iihh, koq pas banget ,sih. Lagi pengen banget makan mangga koq ya kamu pas punya. Padahal lagi ga musim mangga, loh. Susah dapatnya". Dan saya pun mempersilahkan mereka untuk mencicipi mangga yang ada walaupun dengan rasa penodongan.
Ada lagi yang menggunakan strategi pujian palsu, misalnya diawal mereka memuji tanaman-tanaman saya, tapi setelah memuji ada kalimat tambahan yang memberi isyarat bahwa mereka ingin memiliki tanaman yang saya rawat sampai subur dan begitu menarik di pandangan mereka. "Bolehlah kalo buat aku yang di pot kecil itu satu". Dan masih banyak strategi lain, termasuk strategi nagih oleh-oleh setiap kali habis bepergiana ke luar kota.
Saya menegrti bahwa Orang yang datang hanyalah pembawa pesan untuk sebuah pelajaran yang belum kita selesaikan maka dari sini, saya mulai menulusuri kembali pesan ini. Kira-kira pesan apa yang mereka bawa untuk saya? Segitu besarkah pesan ini untuk saya sehingga suaranya begitu berisik dan sangat mengusik?!
Hari ini pikiran saya berhasil menyajikan kembali satu episode hidup saya dimana saya pernah merasa dimanfaatkan oleh teman-teman sekolah, yang dari sana saya mulai berhenti memberi khususnya pada orang dekat. Ada rasa kecewa dan sedih di sana. Saya mulai memperhatikan kembali kebiasaan-kebiasaan saya bersedekah setelah peristiwa itu. Ternyata saya lebih sering berbagi pada orang-orang di jalan yang tidak saya kenal/orang asing dan jarang sekali berbagi pada orang terdekat. Selain itu, saya dipertemukan pada sebuah kesadaran baru dimana pikiran saya pernah terjebak pada pemahaman keliru yang saya dapat dari lingkungan sekitar bahwa ketika kita memberi sebaiknya pada orang-orang yang kurang mampu. Padahal ketika kita ingin memberi, pada siapa pun boleh-boleh saja selagi kita berbagi dengan rasa bahagia atau tidak terbebani. Sekali pun orang itu terlihat lebih berkecukupan dari kita. Karena berbagi sejatinya adalah tanda kasih kita pada orang lain.
Suara-suara dari orang-orang celamitan itu sebenarnya sedang memanggil-manggil saya untuk melatih diri kembali untuk berbagi pada orang-orang yang terdekat yang memang membutuhkan, dengan sebelumnya memaafkan masa lalu yang pernah ternodai dalam pelajaran berbagi.
Ketika pesan ini sudah kita terima dan dijalankan, maka semesta menganggap kita sudah menyelesaikannya dan mengijinkan orang-orang baru datang dengan pesan berbeda dan lebih menarik lagi.
Terima kasih orang-orang celamitan, pesanmu sudah aku terima. Indah cara Tuhan mendidik kita.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.