Opera Senja

Opera Senja

Sedari  pukul 3 sore hari tadi, Galung sudah berpakaian rapi. Menata dan merapikan kursi penonton yang terlihat kurang rapi. Memeriksa kembali katrol layar panggung yang kadang kadang sering macet. "Hhhh.. semua aman." Galung berbisik dalam hati. 
Galung beranjak ke ruang rias. Para penari dan pemeran utama sudah siap siap dengan kostum dan make up-nya. Sesekali terdengar candaan sesama pemain dan para penari. Sangat akrab. Galung tidak ingin menimpali. 


Ruangan pertunjukan akan ramai. Penonton akan bersorak ketika pemeran utama memenangkan pertarungan. Riuh tepuk tangan penonton disertai dengan celoteh anak anak muda yang terbawa perasaan oleh alur cerita drama pertujukan. 
Goklas nama gadis  penjual karcis sudah mengambil posisi di bagian jalan masuk. Lampu lampu petromaks sudah dipasang di luar  dan jalan masuk panggung pertunjukan. Penjaja makanan dan minuman ringan sudah mengambil tempat di sekitar jalan masuk pembelian karcis. 
Suatu pemandangan yang sangat akrab bagi Galung pemilik panggung opera SENJA.  Setiap pertujukan ada banyak penonton dari kalangan muda maupun usia tua. Semua bergembira. Terlebih pertunjukan  di akhir pekan. Ada banyak pemuda yang menemukan jodohnya di pertunjukan opera SENJA Bang Galung. Ada banyak tepuk tangan, ada haru, ada tangis dan ada Cinta.  Ada banyak yang tidak akan terlupakan dalam setiap kisah pertunjukan. 


Galung keluar dari tenda panggung utama. Ada yang membuatnya cemas. Mengapa belum ada penonton yang duduk di barisan penonton? Waktu sudah menunjukkan pukul 7 petang. Seharusnya pertunjukan sudah dimulai. Seharusnya penonton sudah ramai. Kertas kertas sobekan karcis akan bertebaran di sekitar jalan masuk. Sesekali akan terdengar deraian tawa diselingi keriuk pecahan kulit kacang yang dibuka sebagai cemilan penonton. 
Galung duduk menenangkan diri. Mencoba mengingat ingat lakon apa yang akan dipentaskan malam ini. Tirai sudah dibuka. Pertunjukan akan segera dimulai. Bangku penonton masih kosong. Ahhhh....


"Pak. ayolah pulang.." suara Ulina terangah engah karena kelelahan mencari Bapaknya. "Mengapa Bapak masih ke sini? Zaman sekarang orang orang sudah pergi ke Bioskop. Atau menonton di rumah. Pertunjukan opera mu sudah lama ditinggalkan orang" cerocos Ulina dengan suara hampir menangis. 
Galung terdiam. Belakangan ini, ada banyak hal yang terjadi begitu saja yang tidak lagi dia pahami. Galung menyodorkan tangannya yang keriput untuk dituntun pulang oleh Ulina. 
Tertatih tatih Galung melangkah keluar mengimbangi derap langkah Ulina. Tiba tiba semua lampu padam. Sinar terang yang terlihat hanya mengandalkan senter di tangan Ulina.  Setelah beberapa langkah, Galung melihat ke arah belakang. Pentas dan panggung sudah menghilang. Tali pembelah lajur pembeli tiket pun sudah tidak terpasang. Yang terlihat hanya lapangan penuh ilalang. 
Lamat lamat, terdengar suara menderit  yang akrab di telinga Galung. Suara dari katrol dan tali yang beradu, tanda layar panggung sudah ditutup kembali. 

Layar Opera Senja sudah tertutup kembali.

 

Unnie Oct'2022

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.