Membantu Ibu?
Gampangnya, anak harus dibiasakan membereskan kamarnya bukan demi membantu ibu. Ia harus membereskan kamar sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai penghuni kamar. Dengan demikian si anak belajar mandiri.
![Membantu Ibu?](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_5fe09dc11d5a6.jpg)
Kalimat membantu ibu sering sekali kita dengar sejak kecil. Kalimat ini bisa berupa perintah yang diucapkan oleh ayah atau anggota keluarga yang lebih tua. Kalimat ini juga tertulis di dalam buku-buku pelajaran. Bahkan kalimat yang sama bisa keluar dari mulut ibu kepada anaknya, sebagai perintah atau permintaan. Tetapi, benarkah ibu perlu dibantu?
Membantu ibu dalam hal ini kebanyakan adalah urusan tugas domestik yang harus dikerjakan. Tugas-tugas berupa pekerjaan seperti menyapu, membereskan kamar, memasak, mengepel, mencuci, dan sebagainya. Pekerjaan ini harus dilakukan, dan biasanya tidak ada upah jika dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri. Kecuali ada orang lain yang dipekerjakan, atau istilah kerennya asisten rumah tangga, maka dia akan dibayar. Jika pekerjaan ini dilakukan oleh si ibu, tidak ada upah yang menanti. Banyak orang mengakui bahwa pekerjaan domestik adalah pekerjaan yang tidak ada habisnya, bahkan jika dilakukan 7/24 pun.
Jadi jika Anda perempuan, dan punya asisten untuk pekerjaan ini, bersyukurlah. Jika Anda perempuan, dan ada keluarga yang mendedikasikan diri mengerjakan tugas ini, bersyukurlah. Jika Anda perempuan dan suami/anak ikut mengerjakan tugas ini, bersyukurlah dua kali lipat. Namun, coba periksa, apakah mereka melakukannya untuk membantu Anda, atau mereka memang menyadari tanggung jawab sebagai penghuni rumah yang baik. Itu dua hal yang berbeda.
Seorang perempuan, terutama di negeri ini, setelah menikah, kebanyakan mendapat tanggung jawab yang otomatis melekat. Ya, tanggung jawab soal pekerjaan domestik itu. Mengapa demikian? Singkatnya karena sistem masyarakat patriarki yang berlaku. Selama sistem ini dipakai, maka setelan-setelan seperti ini akan terus ada.
Membantu orang lain adalah sangat baik. Namun istilah ‘membantu’ di sini berarti bukan menjadi tanggung jawab. Membantu ibu, artinya tanggung jawab ada di tangan ibu. Yang lain sekadar membantu. Padahal, yang namanya pekerjaan domestik adalah tanggung jawab para penghuni rumah. Bingung?
Contoh analoginya adalah: Mandi. Tanggung jawab masing-masing individu adalah menjaga kesehatan, antara lain dengan mandi. Anak kecil masih harus diajarin dan diingatkan, demikian juga para warga senior. Secara teknis mereka perlu dibantu, namun yang namanya tanggung jawab, tetap pada masing-masing.
Begitu pula yang namanya pekerjaan domestik. Jika Anda menghuni sebuah rumah, artinya sebagai penghuni, Anda bertanggung jawab terhadap rumah tersebut. Secara teknis, Anda bisa berkoordinasi dengan dengan penghuni lainnya untuk melakukan perawatan rumah. Rumah di sini bisa berupa rumah kontrakan, kamar, kelas, kamar kos, bahkan taman, jalan dan ruang publik lainnya.
Gampangnya, anak harus dibiasakan membereskan kamarnya bukan demi membantu ibu. Ia harus membereskan kamar sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai penghuni kamar. Dengan demikian si anak belajar mandiri. Nantinya, ketika dia harus kos di kota lain misalnya, dia dengan sigap bisa bertanggung jawab sebagai penghuni kamar kos dengan membereskan dan membersihkan. Jika dia mengontrak rumah, dia akan merawat rumah kontrakannya. Bahkan lebih luas lagi, ketika dia berada di fasilitas umum, dia akan ikut bertanggung jawab merawat dan tidak merusak.
Ketika ada semacam tren di berbagai kota untuk membangun trotoar menjadi cantik, kota kami termasuk yang latah ikut. Entah berapa milyar duit yang digelontorkan untuk mengerjakannya. Menurut saya, yang namanya trotoar adalah tempat pejalan kaki dengan aman berjalan. Tidak butuh batu-batu bulat, besi-besi penghalang, bahkan kursi-kursi. Anyway, yang sangat perlu disoroti adalah: Hanya dalam hitungan hari atau minggu, yang namanya lampu cantik dirusak orang. Tidak hanya satu, namun beberapa. Kerusakan bahkan dibiarkan berlarut-larut, dan memanen beberapa kerusakan lagi. Tong sampah rusak, tegel dicongkel, bangku dioret-oret. Lalu orang dengan ringan akan menyebut: Kita hanya pinter membangun, tidak bisa merawat. Benarkah?
Bagaimana jika mulai sekarang, kita mengambil tanggung jawab terhadap ruang yang kita tinggali? Beberapa teman sangat terinspirasi dengan Marie Kondo dengan urusan beres-beres metode Konmari serta konsep simplicity. Bagus banget. Bagaimana jika anak-anak kita cekoki bahwa mereka harus bertanggung jawab dengan ruangan (termasuk barang-barang) yang mereka gunakan? Usai bermain membereskan mainan, usai makan mencuci piring, usai menggambar membereskan meja, dan seterusnya. Termasuk ketika berada di ruang publik juga menggunakan fasilitas umum. Ketika kita sebagai orang tua memberi contoh, anak-anak pasti dengan cepat bisa meniru. Para suami dan lelaki, are you in?
Jadi, sebenarnya ibu tidak perlu dibantu untuk pekerjaan domestik, karena masing-masing anggota keluarga mengambil tanggung jawabnya. Tinggal koordinasi saja untuk pelaksanaan teknisnya. Seorang ibu dijamin pasti akan tersenyum lebar bila mendapati anak dan suaminya mau kompak bersamanya bertanggung jawab merawat rumah. Tidak perlu disuruh, masing-masing akan berinisiatif mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik.
Jika masih ingin membantu ibu, bantulah dia dengan menjadi penghuni rumah yang bertanggung jawab. Jadilah warga kota yang bertanggung jawab. Jadilah warga negara yang bertanggung jawab. Jadilah penghuni bumi yang bertanggung jawab. Jadilah pribadi yang bertanggung jawab. Pasti ibu akan bangga! Ibu pertiwi pasti juga akan bangga. (rase)
Selamat Hari Gerakan Perempuan Indonesia, 22 Desember 2020
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.