Membangun Komunikasi Efektif Menggunakan Paradigma Komunikasi Laswell
Komunikasi yang tak efektif merupakan sumber dari setiap masalah, sedangkan komunikasi yang efektif menjadi solusinya

Jaringan Bumi Rantai Blok - Gambar gratis di Pixabay
Kita semua barangkali sepakat bahwa sepanjang tahun 2020 ini merupakan tahun yang cukup melelahkan. Sebut saja misalnya pagebluk virus korona, korupsi, hingar-bingar politik, dan tetek-bengek masalah lain telah cukup berhasil menguras energi kita sedemikian rupa. Lalu, saya kemudian meyakini bahwa kondisi-kondisi demikian semakin diperparah dengan adanya silang sengkurat informasi baik antara masyarakat dengan masyarakat, maupun antara masyarakat dengan pemangku kebijakan—pemerintah. Silang sengkurat tersebut disebabkan oleh ketidakefektifan komunikasi antar keduanya.
Komunikasi, dalam bentuk konseptual apapun yang dipaparkan oleh para ahli, dapat disederhanakan sebagai sebuah upaya menyampaikan suatu pesan atau informasi oleh penyampai (komunikator) kepada penerima pesan atau informasi (komunikan) yang bertujuan untuk membuat sang penerima terpengaruh oleh pesan dan informasinya. Dan komunikasi, dalam wujud apapun, baik formal maupun non-formal, menjadi jembatan dalam berinteraksi, bertransaksi, dan berekspresi kita sebagai makhluk hidup. Komunikasi yang buruk yang tidak efektif, tentu akan menghasilkan silang sengkurat informasi, transaksi, maupun ekspresi yang juga buruk. Begitupun sebaliknya, proses komunikasi yang baik dan efektif akan menghasilkan kejelasan informasi, transaksi, maupun ekspresi
Di era digital dewasa ini, teknologi, informasi, dan komunikasi seolah menjadi kawan setia kita setiap hari. Tak ada satu hari pun—bahkan dalam hitungan detik pun—kita berjauh-jauhan dengan informasi. Sebab, setiap orang hari ini mudah dalam mengakses sekaligus memproduksi informasinya sendiri sesuai keinginannya sendiri. Tak peduli kita berasal dari peloksok desa, berusia muda, berlatar belakang sosial seperti apa, dan berjenis kelamin apa, selama tangan kita berjalin erat dengan gadget dan jaringan internet, informasi yang jaraknya berkilo-kilo meter dapat dengan mudah dan cepat kita akses dan bagikan detik itu juga.
Tetapi sayang sekali, kemudahan yang melimpah ini—kemudahan mengakses informasi ini—barangkali tak juga dibarengi dengan upaya mempelajari kemampuan dalam memfilter informasi sehingga yang paling sering terjadi, kegagapan kita dalam memahami informasi, juga keteledoran kita dalam mengomunikasikan informasi tersebut membawa pada perdebatan kusir tanpa substansi, penyebaran hoaks secara masif, menyuburkan ujaran kebencian hingga gelut. Padahal, memahami informasi dan kemampuan mengomunikasikan informasi, merupakan dua hal yang saling berhubung-berkelindan yang rupanya patut menjadi senjata ampuh kita dalam menghadapi derasnya arus informasi saat ini.
Dari uraian di atas, secara simultan, mengindikasikan bahwa komunikasi menjadi sumber masalah sekaligus solusi dari setiap masalah. Ada keterkaitan antara sang penyampai (komunikator) dengan sang penerima (komunikan) yang keduanya memiliki tanggung jawab dalam proses komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif tersebut dapat terwujud, kata Wilbur Schrman, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of refrence), yakni perpaduan pengalaman dan pengertian yang diperoleh komunikan. Schrman juga menambahkan bahwasannya komunikasi akan berjalan lancar apabila keduanya memiliki pengalaman yang sama. Sang komunikator yang merupakan seorang mahasiswa ekonomi tak bakal nyambung membicarakan inflasi, valuta asing, dan pertumbuhan ekonomi, atau aturan anggaran dana bansos kepada seorang pemuda yang kesehariannya bercocok tanam di desa. Maka dalam hal ini, komunikator harus cerdas dalam memahami latar belakang komunikan, serta memilih tata bahasa yang tepat dan terjangkau oleh komunikan.
Lalu bagaimana dengan seorang pemangku kebijakan—pemerintah—sebagai komunikator yang ingin mengomunikasikan kebijakannya kepada komunikan (masyarakat) yang tentu saja sangat beragam baik dari segi usia, latar belakang, jenis kelamin, ideologi, ras, hobi, dan sebagaimana? Di tambah pula, bagaimana misalnya jika proses komunikasi itu sendiri merupakan komunikasi sekunder, yaitu proses penyampaian pesan yang menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua? Sedangkan yang lumrah terjadi saat ini, proses komunikasi kita nyaris berjalan seluruhnya di ruang maya. Proses komunikasi yang berjalan secara langsung di tempat dan waktu yang sama saja kadang kala menimbulkan banyak kesalahpahaman, apalagi proses komunikasi tersebut berjalan di ruang maya, sebut saja misalnya ruang media sosial. Bisa dibayangkan bagaimana rumit jengkelnya kita?
Jaringan Bumi Rantai Blok - Foto gratis di Pixabay
Meskipun demikian, kita mesti percaya bahwa komunikasi merupakan solusi dari setiap masalah. Tidak sedikit masalah yang dapat diselesaikan dengan melakukan proses komunikasi yang efektif. Berbeda pendapat merupakan hal yang lumrah dalam proses komunikasi. Salah satu dari sekian banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan komunikasi efektif yang kemudian berperan dalam menjadi solusi untuk merelai masalah adalah memahami kembali apa yang menjadi unsur penting dalam komunikasi serta menyadari fungsi komunikator sebagai penyampai dan fungsi komunikan sebagai penerima.
Harold Laswell dalam karyanya yang berjudul “The Structure and Function of Comunication in Society” menjelaskan bahwa cara yang baik untuk lebih memahami unsur-unsur komunikasi ialah dengan berusaha menjawab sebuah pertanyaan: Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect? Laswell dalam paradigmanya ini ingin menunjukan bahwa komunikasi meliputi tentang siapa yang menyampaikan informasi (komunikator), pesan atau informasi apa yang di sampaikan, melalui saluran apa mengomunikasikannya, kepada siapa pesan atau informasi tersebut disampaikan (komunikan), dan efek apa yang nantinya akan ditimbulkan. Artinya, pihak komunikator akan membentuk encode kepada komunikan menggunakan sebuah saluran media yang dapat menimbulkan efek tertentu.
Paradigma Laswell sejauh ini cukup relevan—setidaknya bagi saya—dalam mengarungi derasnya era informasi dewasa ini. Sebab dari kelima unsur yang dipaparkan dalam paradigma tersebut, kita, baik saat berada pada posisi sebagai komunikator maupun sebagai komunikan, memungkingkan memiliki seperangkat sistem filtrasi yang sedikitnya dapat mengurangi bias informasi saat proses komunikasi berlangsung. Selanjutnya, kita juga dapat memahami fungsi komunikasi sebagai upaya penyampaian informasi.
Kelima unsur yang termuat dalam paradigma Laswell tersebut jika kita analisis secara komperhensif, akan menghasilkan semacam panduan kita dalam berkomunikasi secara efektif.
- Who Says (komunikator), kita bisa mencari tahu latar belakang seseorang atau lembaga yang menjadi komunikator dan mewakili siapa sang komunikator dalam proses komunikasinya sehingga dapat memudahkan kita dalam menangkap arah komunikasi yang berlangsung.
- What In (pesan apa yang disampaikan), setelah memahami sang komunikator, akan memungkinkan kita dapat memahami maksud dan tujuan pesan tersebut.
- Which Channel, saluran media yang digunakan juga akan mempengaruhi bagaimana proses komunikasi berlangsung. Misalnya seorang Gubernur, jika ingin menginformasikan sebuah kebijakan, ia pasti menggunakan instrumen formal seperti konfrensi pers dan sebagainya.
- Whom With, jika kita memahami untuk siapa informasi tersebut disampaikan, kita dapat menerima informasi tersebut dengan bijak.
- What Effect, dengan mengetahui efek yang ditimbulkan dari proses komunikasi tersebut, kita akan lebih banyak pertimbangan dan analisis yang matang dalam berkomunikasi
Akhirnya, kita patut merenungi bahwa kemudahan komunikasi di era ke depan rupanya akan jauh lebih pesat, cepat, dan kilat, juga sekaligus akan sulit dikendalikan. Dan hal yang paling dapat mungkin dilakukan oleh kita yang berperan sebagai komunikator atau komunikan, yaitu terus membekali diri dengan salah satunya memahami kelima unsur komunikasi paradigma Laswell tersebut. Sebab, komunikasi merupakan akar dari setiap masalah, tetapi sekaligus, setiap masalah bisa diselesaikan dengan komunikasi.
Tahu tidak alasan Dilan dan Milea berpisah karena apa, selain memang karena mereka tidak berjodoh? Tentu saja karena komunikasi mereka tidak efektif. Coba saja mereka berdua mengetahui paradigma Laswell ini. Setidaknya, meskipun mereka memang tidak dipersatukan oleh takdir, sekuel filmnya jadi berjilid-jilid menjadi Dilan 10 misalnya. Bagaimana?
Sumber:
"The Structure and Function of Comunication in Society" karya Horald D Laswell
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.