Keresahan Di Suatu Malam

Keresahan Di Suatu Malam




Sudah lewat jam dua belas malam, dan Dion putraku belum pulang. Sudah belasan kali aku mengirim pesan padanya. Telepon langsung entah sudah berapa puluh kali kucoba tetapi tidak tersambung. Biasanya, Dion selalu memberi kabar jika terlambat pulang, kali ini anak sulungku itu sepertinya terlalu sibuk. Atau baterai ponselnya habis. Atau jangan-jangan ....


Akh, kutepis pikiran buruk yang terlintas. Kuhalau ingatan dari berita pembegalan motor yang terjadi tidak jauh dari rumah kami, dua hari lalu. Dion sudah dewasa, sudah bekerja, bukan baru sekarang dia pergi sampai larut malam.


Terbesit keinginan untuk membangunkan suamiku, tetapi suara dengkurannya membuatku tidak tega. Aku mencoba membaca novel, tetapi susunan kalimat yang tertulis kehilangan makna. Acara di televisi tidak ada yang bisa meredakan resahku.


Andai cermin di dinding ruang keluargaku bisa bicara, aku akan menginterogasinya. Mungkin berkaca padanya tadi pagi, Dion menyebutkan sesuatu. Cermin di dinding hanya membisu. Si jam dinding yang bersuara dengan gerak ketiga jarumnya terus menambah kegelisahan.


Akhirnya aku mencoba bermeditasi, menenangkan diri sambil duduk bersila di atas sofa. Napas-napas panjang dan mata yang terpejam perlahan membuatku tenang.

"Mama ...." Seseorang mengguncang bahuku. Aku tersentak dan mendapati Desi, adik Dion duduk di sisiku. "Kenapa tidur di sini, Ma?"


"Mama lagi tunggu Bang Dion pulang," jawabku seraya memincing mata ke arah jam dinding. Sudah pukul dua dini hari.


"Ya ampun, Mama ...." desah Desi menghela napasnya. "Bang Dion kan sudah menikah minggu lalu. Dia pulang ke rumahnya, bukan ke sini."


Itulah saat aku pertama kali menyadari bahwa aku mulai pikun.

 

* * * 

 

Tugas 6 kata: sofa, ponsel, novel, cermin, televisi, jam dinding. 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.