KEPEKAAN YANG DIBIARKAN TUMPUL

Tumpukan buku dimana- mana, entah mata ini tak peka , atau rasa masa bodo yang menang. Meskipun seolah memanggil untuk dibaca namun, dibiarkan hanya onggokan tumpukan saja.

KEPEKAAN YANG DIBIARKAN TUMPUL
KEPEKAAN YANG DIBIARKAN TUMPUL

Meskipun tak rawa riwi, hanya karena satu penulis dalam bukunya , dan menuliskan " seorang penulis harus banyak membaca ". Maka mulailah pencarian buku- buku yang bertujuan untuk mengasah bakat kepenulisan. Terbelihan beberapa buku. Terbaca selembar, setengah halaman, satu paragraf , bahkan hanya satu kalimat. Buku pun tertutup , tidak sampai pada peghujung halaman nya. Tibalah buku berikutnya, dibolak- balik, dan yang terbaca hanya covernya saja. Begitu seterusnya menambah kemudian bertumpuk. Setiap terlirik oleh mata " baca", namun yang terambil adalah handphone. Scroll naik- turun dan berjam- jam.

Jika kita peka memandang sekeliling, dimana- mana terdapat tumpukan. Yang sebenarnya kata hati ini sudah mengingatkan " coba jangan cuma ditengok namun bereskan". Namun selalu terabaikan. Mungkin mulai tumpukan baju tak tersentuh apalagi terpakai, dus-dus yang isinya entah apa saja. Kalau buku sudah jangan disebutkan tertumpuk disetiap sudut meja, dengan niatan semakin sering dilihat , akan semakin sering dibaca. Dan itu hanya niatan tak terwujud.

Semua orang hampir mengetahui semakin sedikit memiliki barang, semakin ringan hidup, semakin banyak ruang, semakin lega. Hidup sudah dipenuhi oleh ribuan pikiran liar yang berloncatan, tak pernah diam. Bahkan dalam tidurpun. Ditambah barang lainnya semakin dibiarkan bertumpuk . Akhirnya hidup yang mudah menjadi sesak. 

Jika saja setiap dorongan yang muncul dari dalam diri diikuti, maka kemudahan- kemudahan dalam hidup akan ditemui. Namun dorongan- dorongan tersebut sengaja diabaikan. Terbantahkan , terhanyut , oleh hal tak penting lainnya. Terutama handphone. Sehingga kepekaan setiap manusia menjadi tumpul.

Manusia sesungguhnya sibuk apa ? Mengomentari hidup orang lain. Coba dihitung sehari berapa kali mengomentari hidup orang lain ? Yang tertulis oleh kata, atau tersampaikan lisan oleh suara. Dan bandingkan dengan komentar yang muncul untuk diri sendiri. Mana lebih banyak ? Belum lagi sibuk memikirkan pendapat orang lain yang masih berupa kemungkinan ? Kenapa selalu ke orang lain bukan diri sendiri ?

Ternyata bahasa daerah atau susunan kata dalam berbicara ke bahasa indonesia mempengaruhi cara menulis. Jadi bila orang yang lebih sering berbicara dalam bahasa daerah, dan sangat jarang berbahasa indonesia dan ditambah pula jarang membaca, maka kemampuan merangkai katanya rendah dan menyebabkan susunan kalimat yang dibuat menjadi aneh. Atau mengalami kesulitan dalam merangkai kata- kata. Padahal kepalanya penuh dengan ide- ide yang hendak dituangnya dalam tulisan. Oh jadi benar apa yang dikatakan dibuku tersebut (dalam paragraf pertama). Kemampuan menulis berbanding lurus dengan banyaknya buku yang dibaca. Membaca banyak buku dapat membantu memudahkan merangkai kata- kata. Jadi penyebab susah menulis bukan karena tidak adanya ide, namun kurangnya kemampuan merangkai kata- kata yang berseliweran dalam kepala.

Balik lagi kebenda yang bertumpuk, sekarang sudah banyak ajakan untuk memulai hidup minimalist. Memiliki sedikit barang , dan hanya barang- barang yang benar- benar diperlukan saja. Selain buku- buku, yang paling banyak bertumpuk adalah pakaian. Permasalahan berikutnya dari hidup minimalist adalah membuang benda yang bertumpuk dan berhenti untuk membeli lagi. 

"Kenapa susah membuang ? Tau pepatah yang mengatakan "dibuang sayang"? Seperti itulah dilema membuang "sayang, kasihan". Sudah susah- susah dibeli. Kenapa membeli ? Terbujuk dan terbuai oleh rayuan iklan. Padahal tidak perlu- perlu amat, apalagi penting . Bahkan tidak terpakai. 

Lalu, bagaimana cara membuang. Siapkan wadah bisa berupa karung besar atau plastik sampah hitam yang besar. Pastikan memasukan barang- barang yang tak pernah tersentuh, buku- buku yang tak terbaca, perabot- perabot yang tak pernah dipakai. Masukan tanpa perlu pertimbangan lagi, setelah itu ikat tanpa meliriknya lagi, dan bawa ke TPA, buang saja. Disana banyak pemulung yang mendaur ulang barang bekas, pastilah bermanfaat untuk mereka. 

Jika muncul ide dalam kepala atau dorongan lakukan saja. Jangan ditunda atau dipertimbangkan. Jika sering mengabaikan dorongan dari dalam diri maka mengasah ketumpulan kepekaan. Jadilah kita manusia- manusia tanpa insting. Hanya mengandalkan pikiran. Maka kita akan susah dalam menangkap pesan semesta.

Bila sesuatu yang tidak mengenakan terjadi, siapa yang disalahkan ? Semesta atau Takdir. Padahal sebelum itu terjadi , kita sudah diberi pertanda, namun tak terbaca. Karena kita sibuk dengan pikiran atau mengomentari apapun . Sehingga semua pesan semseta tak dapat terbaca. Jika pesan itu penting, biasanya akan ada alarm . Kita diingatkan berkali- kali. Namun karena kepekaan sudah tumpul maka tentu saja terabaikan.

Jadi tulisan ini hampir tidak jelas maknanya apa. Ataukah tidak bermakna ? Silahkan menilai sendiri. Penilaian salah satu penyebab munculnya berbagai komentar. Salah satu tips melatih kepekaan adalah berpikir netral atau tidak menilai. Terkadang kita seperti mesin screenning, begitu bertemu seseorang , munculah berbagai penilaian- penilaian. 

Hidup ini paradoks, seperti kebenaran adalah kebenaran lainnya. Semakin tidak mengejar uang semakin uang datang. Semakin sederhana hidup, semakin mudah hidup. Bagaimana ?

NB; sebenarnya menulis seribu kata itu mudah dan cepat, hanya saja begitu hendak ditulis kata itu lenyap dari pikiran. Sehingga bingung mau menulis apalagi , dan tangan pun terhenti menekan tombol keyboard. Maka dari itu penting menuliskan outline dan banyak membaca . Latihan menulis seribu kata perhari. Disini sudah disediakan wadahnya, tak perlu repot membuat membuat website sendiri (membeli domain dan hosting). Dan disini pasti ada saja yang membaca karena komunitas jumlahnya banyak. Membuat website sendiri selain membayar biaya berlangganan , belum tentu ada pembacanya. Jika disediakan medianya, sekarang hanya perlu latihannya saja. Tak ada penulis yang tidak menulis. Jika kamu mau jadi penulis, membuat buku, hal pertama yang dilakukan tentu saja menulis. Ah belum juga seribu kata, seolah-olah isi kepala sudah habis. Menulis harus semudah berbicara yang dapat dilakukan berjam-jam. Seperti untuk bisa mengemudi, orang perlu berlatih langsung. Tak bisa hanya membaca buku panduan atau menonton you tube "cara- cara mengemudi". Diperlukan keberanian duduk dibelakang kemudi dan praktek langsung. Sementara menulis tak perlu keberanian, tak kan terjadi kecelakaan apapun bila hanya menekan tombol keyboard. Menekan tut's huruf tak mebuat tangan cedera. Lalu mengapa lebih banyak yang bisa mengemudi daripada yang bisa membuat sebuah tulisan ? Mungkin jawabannya karena menulis itu tak berbahaya seperti mengemudi dan ga penting- penting amat. Ah mungkin yang paling tepat karena" menulis tak penting- penting amat ", tentu bukan Ahmad Dani artis itu ya. 

(semoga besok dan besoknya lagi saya menulis seribu kata setiap hari dimulai hari ini tanggal 22 juni 2022, tolong bantu ingatkan saya bila ada hari yang terlewatkan. Tuh kan membebankan orang lain lagi, bukan diri sendiri)

 

 

 

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.